Jumat, 24 September 2004

Stickittodaman

Satu lagi rekomendasi dari tempat penyewaan yang ternyata gak mengecewakan...
School of Rock, sekolah yang berhasil mengajarkan intisari dan semangat juang dari musik cadas itu kepada anak-anak imut sepuluh tahun. Uuu, wajah mereka benar-benar lucu menggemashkanh...
Hawanya sih berkisar antara Sound of Music, Music of the Heart atau Sister Act, dengan sentuhan berbeda...

Baby we were making straight A's,
But we were stuck in a dumb daze,
Don't take much to memorize your life,
I feel like I've been hypnotisized,

and then that magic man he come to town,
(whoo wee)
he done spone my head around,
he said recess is in session,
Two and two make five,
and now baby, oh I'm alive,
oh yeah,
I'm alive.

And if you wanna be the teacher's pet,
Well baby you just better forget it,
Rock got no reason,
Rock got no rhyme,
You better get me to school on time.


Oh you know I'm was on the Honor Roll,
got good grades, and got no soul,
raise my hand before I can speak my mind,
I've been biting my tongue too many times,

And then that magic man said to obey,
(uh huh)
do what magic man do, not what magic man say,
Now could I please have the attention of the class,
today's assignment: KICK SOME ASS!

and if you wanna be the teacher's pet,
well baby you just better forget it,
rock got no reason, rock got no rhyme,
you better get me to school on time.

This is my final exam,
now ya'll know who I am,
I might not be that perfect son,
but ya'll be rockin' when I'm done.

Kamis, 23 September 2004

Busur-busur Emas

"Ini tentang McD, nonton deh, bagus lho..."
Entah karena aku terlihat punya problem berat badan atau ketahuan gemar makan, petugas tempat penyewaan DVD tiba-tiba menyodorkan Supersize Me!. Posted by Hello

Ternyata ini dokumenter yang menyelidiki segala problematika obesitas (penyebab kematian nomer 2 setelah merokok) pada masyarakat Amerika akibat makanan-minuman bermerek cepat saji, terilhami sebuah kasus pengadilan dua orang bocah kegemukan menuntut McDonalds baru-baru ini. Sang sutradara sendiri nekad menjadi marmut percobaan melakukan McDiet selama 30 hari, sambil mempertanyakan sejauh mana semestinya tanggung jawab pribadi berakhir dan tanggung jawab korporasi dimulai dalam sistem produksi konsumsi.

Dikemukakan bahwa merajalelanya bisnis McD (sebagai contoh utama, dan tentu saja makanan kalengan lain juga: KFC, Pizza Hut, Wendy's, Taco Bell, Dunkin Donuts, Hershey, Dannon, Kraft, dst) adalah karena keberhasilan mereka menyusupkan ideologi busur-busur emas tersebut di sela-sela patriotisme dan religiusitas, melalui:
  • Kemudahan memperolehnya, kapan saja, di mana saja, dalam waktu singkat. Restoran McD 24 jam nonstop telah tersebar di setiap kelokan jalan di berbagai penjuru kota seluruh dunia: termasuk Rumah Sakit! Setidaknya, kalau jantungan bisa segera diperiksa...
  • Gencarnya pariwara nan membahana. Seandainya Britney Spears promosi kubis, atau Michael Jordan promosi jeruk, tentu perkebunan sayur-mayur dan buah-buahan bisa naik pangkat dan dicintai masyarakat;
  • Kuatnya lobi-lobi politis ke gedung putih. Usaha memamerkan kontribusi mereka ke masyarakat agar pemerintah merasa butuh mereka sebagai rekanan bisnis, sehingga perundangan tidak menghambat, dan justru cenderung mendukung dan memihak;
  • Serta... tet-tet teeret, tet-tet teeret.. indoktrinasi McAnak. Sebut saja: McKid's Happy Meal, Arena bermain, Badut Ronald, Layanan Pesta Ultah, kartun-kartun di televisi dan segala merchandise yang berasal dari tokoh-tokoh Disney. Anak mana yang, sekali berbelanja di sana, tak tergiur dengan pemanjaan seperti itu?

Sementara keju mengandung kasamorfin, Coke-nya mengandung kafein, tak bakal tertahankan oleh tubuh dan otak anak-anak kecil. Belum lagi MSG yang terkandung dalam bumbu garam dan saus. Generasi masa kini yang tumbuh besar dalam lingkungan McD dkk akan ketagihan tanpa sadar untuk menyantap habis hidangan berukuran supersize tersebut dengan pertimbangan McEnak, McMurah McMeriah, sampai mengabaikan McEneg dan McMuntah. Selanjutnya, kebiasaan ini terbawa ke menu kantin sekolah bahkan rumah...

Suatu saat aku dimintai tolong teman untuk menanyakan daftar bahan dari menu McD Jepang ke petugasnya, yang melayani dengan ramah, segera menjawab bersemangat: "Orang Islam bisa makan deh," (Oi sok tahu banget sih, kami kan belum mengaku muslim) "Produk kami tidak mengandung babi! Minyaknya dari sapi..." Tapi mungkin itu belum cukup meyakinkan para pemeluk teguh, apalagi saat itu sedang berjangkit pula McD (Mad Cow Disease, yahaha nyambung gak yah). Maka teman-teman undur diri dengan nyengir lebar, "Maaf, bukan begitu, tapi kami vegetarian..." Alasan seperti ini mungkin sudah tidak berlaku lagi, karena kabarnya McD sudah mulai menyusun menu vegetarian (memenuhi tuntutan zaman?). Posted by Hello

Bagaimana dengan di Indonesia? Label halal, demi omset tinggi, tentu segera diurus dengan mulus, mencegah kecurigaan yang merugikan. McD Indonesia membanggakan diri sebagai restoran pertama yang memperoleh sertifikasi LPPOM MUI tahun 1994. Saat krisis 98 lalu, agar tak kena jarah, toko-toko McD ditulis pamflet besar-besar: Milik Muslim (yahaha, sayang aku tak sempat lihat). Sebuah sudut di dekat wastafel ditutup dengan tirai merah-kuning dengan petunjuk yang jelas: McMushala. Kita bisa tetap menegakkan ibadah walaupun di tengah hiruk pikuk dugem! Ada kenalan yang bergerak di bidang kesejahteraan sosial, kegiatannya mendapat dukungan McDuit dari sang direktur, katanya sahabat di pengajian. Tapi, seberapa jauh kadar halal sesuai fiqh yang berlaku saat ini, akan menjamin kelurusan jalan hidup para penganutnya?
Sedemikian tak berdayakah strutur ekonomi ZIS terhadap konsumerisme konsumtif, sampai-sampai cara efektif mendulang uang harus melalui franchise fastfood berlabel "F for Fat", atau setidaknya dengan meneladani sistem bisnisnya, meluncurkan tiruan semacam "MQ Denok" atau "Mecca Danar" disertai pelayanan dan pengerukan keuntungan yang serupa...?

Maklumlah, siapa pula yang tidak tertarik mengenyam ransum astronot, kan keren, jadi serasa hidup di bulan. Atau bergaya Richie Rich.

Minggu, 19 September 2004

Kota Sinema

Sebagai usaha melakukan pendekatan "Eiga no Toshi, Kyoto" (Kyoto Kota Sinema) ke seluruh dunia, didirikanlah Kyoto Cinemecenat, suatu badan yang siap mendukung dana sampai SERATUS JUTA YEN untuk produksi film-film yang mengambil Kyoto sebagai tema, dengan syarat bebas propaganda bisnis, agama atau politik.

Dari seleksi yang dimulai sejak penyelenggaraan pertama
Kyoto Film Festival, 1997,
terpilihlah Ichigen-san yang berkisah tentang mahasiswa asal eropa yang melakukan kegiatan sukarela membacakan cerita untuk gadis tunanetra (Filmfes 2, 1999) dan I Love Friends tentang fotografer tunarungu (Filmfes 3, 2001).
Namun "zaisei-hijoujitai sengen ni tomonau kinkyuu taisaku" membuat Cinemecenat dicutikan sementara.
Padahal, sudah ada cita-cita PPI Kyoto untuk ikut mengirimkan karya, mengenai suka-duka mahasiswa Indonesia tunaaksara kek, tunawisma kek (untung belum ada naskah untuk tunasusila). Dengan cutinya Cinemecenat, melayanglah seratus juta yen itu (;_;) (kayaknya bakal dapat saja, yahahahaha).

Pekan festival film ke-4 kali ini bertema Chanbara, film seputar samurai-pedang-zorro. Tapi kali ini tidak seramai dulu... Itu pun telah diundur setahun (seharusnya 2003).
Yang menarik biasanya adalah diputarnya film-film lama yang tidak beredar umum, dan menambah pengetahuan mengenai seni sinematografi dan sejarah: keterlibatan film hitam-putih dalam perang dunia I, misalnya, sangat membuat tersepona.

Sabtu, 11 September 2004

U.S.O (Unidentified Spoiling Object)

Duaribu satu, sembilan sebelas, sekitar jam sepuluh malam lebih.

Terbaring di kamar, menonton televisi sambil ngemil pisang goreng. Besok adalah hari terakhir libur musim panas, karena tanggal 13 anak tingkat 4 sudah harus berkumpul kembali di lab, memulai rutinitas baru: mengerjakan tugas akhir.

Baru beberapa hari yang lalu aku berlibur bersama jeng W ke sebuah wahana taman ria baru: Universal Studios, Japan. Itu yang ada Jurrasic Park dan E.T. Ambisi Steven Spielberg menyaingi Tokyo Disneyland yang juga baru membuka wahana pendamping, Tokyo Disneysea.
Yang selalu mengherankan, mengapa USJ yang ada di Osaka bukannya dijadikan Universal Studio, Osaka (USO). Apakah karena dalam bahasa Jepang, uso berarti "bohong"? Atau karena Osaka dianggap kota pinggiran yang tidak mendunia?
Selama ini, kalau masyarakat Osaka menyebut atraksi kebanggaan mereka, Koushien dan Takarazuka, dua-duanya terletak di propinsi Hyogo, bukan Osaka (seperti diungkapkan Conan ketika diajak wisata oleh Heiji dan Kazuna). Apa tidak kasihan? USJ seharusnya menjadi pemicu ketenaran kota ini sekarang.
Sementara kenyataannya, Tokyo Disneyland * Tokyo Disneysea malah berada di propinsi Chiba, dan bukan Tokyo, mengapa tidak disebut Japan Disneyland atau Japan Disneysea, apakah suatu saat ada niatan mendirikan Osaka Disneyland di K.o.b.e., misalnya...?

Cerita punya cerita, di pintu keluar USJ, salah satu gerai yang kami lalui adalah Hard Rock Cafe Osaka Universal Citywalk. Terasa lucu, karena baru seminggu sebelumnya bersama tim kongres PPI dari Kansai aku mampir di HRC Tokyo. Seakan-akan liburan kali ini nyaris habis dengan tur HRC se-Jepang, padahal hanya sekedar numpang lewat. Yang jelas teman-teman dari HRFM Bandung pasti pada sirik kalau tahu hal ini, tohoho.
Dan entah mengapa lambang gitarnya tiba-tiba mengingatkanku pada sebuah film, yang satu adegannya adalah pesawat menerobos lambang tersebut (Con Air, kalau gak salah).

Dan berlalulah hari-hari kegerahan tersapu angin semilir, sampai tiba malam ini, malam terakhir aku bisa bergadang senang-senang, menonton episode terakhir drama musim panasnya Fuji Terebi, judulnya: Usokoi.
Drama komedi menarik, menampilkan permasalahan imigrasi. Seorang fotografer yang membangun rumah tangga harmonis dengan istri cantik yang diperankan oleh Nakama Yukie, ternyata terjebak pernikahan palsu dengan seorang penyelundup, seniwati Cina yang diperankan Wong Faye, yang juga membawakan Lagu OST drama ini: Separate Ways, ringan lumayan enak didengar lah.

Usokoi sudah mencapai klimaks adegan terakhir... tiba-tiba... sekilas info.
"Pesawat menabarak gedung WTC di New York, bla-bla-bla..."
Aku mencomot beberapa potong pisang goreng lagi dari kuali. Berharap film akan segera berlanjut, kok malah: "... kami akan berusaha menghubungi reporter di sana untuk menyampaikan siaran langsung..." dan seterusnya.
Jam menunjukkan pukul sebelas limabelas. Film muncul kembali sekilas, ternyata telah terpotong begitu saja dan sudah berjalan ending tracknya.
Program acara langsung berganti ke berita malam, loh? loh? loh?
Ke mana kalian lenyapkan usokoi-kuuuu?
Cuma pesawat nubruk, dihebohin, kayak gak ada kerjaan lain?!?!

Saat itu kekesalanku memuncak... Semua euforia yang mengalir di sekujur tubuh akibat rasa penasaran menghadapi klimaks itu, padam seketika berganti kegelisahan yang amat sangat.
Ya, aku ingat, pernah mendapatkan pertanda saat memandangi billboard HRC itu. Namun apalah guna jika tak jua terpahami sebelum waktunya. Yang jelas, mempertimbangkan rencana jadwal lab beberapa bulan ke depan, aku takkan punya kesempatan menanti siaran ulang drama ini...
Ussssssooooooooooooooooooooooooooooooo!

Bagaimanapun, aku jamin kejadian ini sungguh benar adanya, uso nanka janai.

Sennokami Kemerahan

Sama sekali tidak ada kaitannya dengan sembilan-sebelas.
Pengadilan DVD Sen to Chihiro no Kamikakushi (Spirited Away), mengumumkan perdamaian hari ini. Demikian berita telegram yang diterima dari Kyoto Shinbun.

Ternyata sejak saat pertama kali beredar, terjadi keresahan masyarakat bahwa warna DVD terpancar kemerahan, tidak sesuai dengan di film bioskop yang merupakan sebuah "pencapaian warna" dalam sejarah animasi.

Yahaha, sumpah kaget, aku yang saking cintanya sudah menonton bioskop dan rela mengantri pada hari laut tahun 2002 lalu untuk membeli DVD sekaligus VHS aslinya, memutarnya lengkap dan berulang-ulang, tak tahu sama sekali kejadian ini.

Andaipun ada perasaan warnanya aneh ketika diputar di player berbeda (misalnya: antara tv, komputer dan playstation), tentu aku akan menganggap itu efek macrovision, atau bahkan disengaja seperti teknik Chris Doyle atau pewarnaan khas Amelie.

Tiga pengacara Kyoto (Kyoto gitu loh!) menuntut Walt Disney Japan sebagai penanggung jawab Buena Vista yang bertugas menerbitkan DVD/VHS seri animasi Ghibli, untuk menukar dengan DVD yang warnanya sesuai dengan film bioskop, atau mengganti rugi setiap orang pembeli sebesar 10000 yen (harga DVDnya sendiri sekitar 4000 yen, rasanya dulu saya beli 2500 dengan berbagai potongan harga COOP).

Kabarnya hari ini, sekitar dua tahun setelah insiden, tuntutan ditarik dengan syarat bahwa pihak Buena Vista harus mengakui kesalahan, dan untuk selanjutnya mencantumkan tanda "digitally remastered" pada film-film yang menggunakan teknologi digital. (Yah, lenyaplah buat aku sepuluhribu yen...)

Berikut beberapa referensi mengenai fenomena ini:

Kesan pertama: Hm, di hari peringatan sembilan sebelas, gitu lho! Apa para penegak hukum itu gak punya pekerjaan yang lebih penting?
Tapi, setelah aku renungkan kembali: Sebagai film peringkat teratas box office yang menyerap perhatian berbagai kalangan tua muda bahkan balita, dan sebuah sumber bisnis yang berlapis-lapis, tentu masalah ini patut mendapatkan penanganan yang suangaaaat suangatt serius....
Dan sebuah tantangan bagi para IT engineer terutama yang berkecimpung di bidang teknologi digitalisasi!!!
Razzle dazzle em, and they ll beg you for more...

NB:
Bagi yang belum tahu, Sennokami itu animasi adikarya Miyazaki Hayao, mengenai perjuangan anak sepuluh tahun yang tersasar di dunia makhluk halus asing penuh misteri. Film ini memenangkan Oscar tahun 2001. Semua orang Jepang (yang jelas, semua teman-teman selabku) menonton dan mengaguminya.

November nanti film terbaru Miyazaki (bukannya sudah pensiun?...) ハウルの動く城(Howl's moving Castle) akan diluncurkan, dengan pengisi suaranya Kimura Takuya sebagai Howl (waduh, Kimutaku gitu loh!).

Studio Ghibli punya musium di Mitaka. Rekan-rekan yang akan ke atau sedang di Jepang, jangan lupa mampir.

Rabu, 08 September 2004

Taifuu Itsukushima

Kali ini, kekuatan alam yang unjuk taring.
Taifuu 18 menghancurkan (lagi) sebagian bangunan kuil Itsukushima di Miyajima yang dihargai sebagai perbendaharaan dunia. Aku pernah singgah tahun 2000 lalu sama Wuri dan uni Ade, menyeberang dari Hiroshima, waktu menjenguk Genbaku Domu pakai seishun juuhachi kippu (hontouni seishun datta naaaaa... natsukashii).
Dengan Torii (gerbang besar sakral) di atas airnya, tempat ini dianggap sebagai satu dari tiga pemandangan indah Jepang.



Rabu, 01 September 2004

Nihongo Nouryoku Shiken

Tes Kemampuan Bahasa Jepang resmi untuk orang yang tidak berbahasa ibu bahasa Jepang, JLPT, telah dibuka pendaftarannya tahun ini sampai tanggal 10 September 2004, dan akan diselenggarakan secara serentak di seluruh dunia pada tanggal 5 Desember 2004.
Ini bukan sembarang ujian... Dengan mengandalkan kemampuan sehari-hari setelah menginjak tahun ketujuh pun, aku hanya berhasil memperoleh 84% dari total skor... Maka supaya gak rugi biaya sebaiknya mempersiapkan diri latihan soal dahulu.
Ujian ini juga diselenggarakan di seluruh dunia, penanggung jawab untuk Indonesia adalah Japan Foundation, yang dengan subsidi biaya pendaftaran peserta hanya perlu membayar sekitar seperlimanya... Hanya saja tempat penyelenggaraannya terbatas, jadi harus rela bayar ongkos jalan ke kota-kota besar.
Menarik untuk memperhatikan, pada isian pendaftaran "bahasa ibu", selain bahasa Indonesia juga ada pilihan bahasa Sunda dan bahasa Jawa!
Bagi yang membutuhkan informasi EJU, yang kabarnya diselenggarakan sejak dua tahun lalu, maaf saya sendiri belum pernah lihat, mungkin modelnya sama dengan ujian beasiswa monbukagakusho, yang semakin tahun semakin didiskon uangnya dan dikurangi kapasitasnya...
Tentunya kebijakan pendidikan luar negeri berubah seiring merger AIEJ dkk ke JASSO