Jumat, 29 Februari 2008

Shalatku Ibadahku

prayingmantis by showmeeuphoria
Ketika ibunda dari seorang bos meninggal dunia.
Sebuah cerita nyata: alim mode on.
Beliau telah mengidap tumor otak parah sejak lama, dan sudah bolak-balik dirawat ke luar negeri. Merasa lelah berusaha, beliau memilih pulang untuk berada di dekat anak-anak tercinta. Suami beliau, seorang pejabat VVIP (orang yang tidak menyenangkan, lumayan sombong menurut penilaian saya), harus berjuang tabah ditinggalkan di luar negeri untuk terus mengemban tugas.
Alkisah tak sesuai dengan nama yang kearab-araban, sang suami ternyata malas shalat, dan tak pernah mengindahkan setiap diperingatkan oleh sang istri.
Suatu hari, seorang pegawai muda bawahannya menegur, "Pak, Bapak sudah punya segalanya. Jabatan, harta, keluarga yang dibanggakan. Tinggal satu yang kurang, menyisihkan sekejap waktu setiap hari untuk shalat."
Sang pejabat menyanggah. "Apa-apaan kamu, bocah ingusan berani-beraninya menceramahi atasan!" umpat beliau.
Namun di balik kekesalannya, beliau terilhami untuk mengambil air wudhu dan mulai kembali shalat. Ini diteruskan pada kesempatan berikutnya, dan rutin terlaksana.
Kemarin ini, pulanglah beliau menemui sang istri.
"Mik, aku sudah mulai rajin shalat," dan bertuturlah beliau menceritakan apa yang terjadi.
"Oh, baguslah kalau begitu," ujar sang istri lega.
Tak berselang lama kemudian, hanya dalam hitungan jam, sang istri menghembuskan nafas terakhir...

Jika hanya harta, jabatan, keturunan, kenikmatan dunia yang ingin kauperoleh, tentu kau harus berusaha bekerja keras membanting tulang. Namun jika akhir yang baik (husnul khatimah), ketenangan batin yang kautuju, shalatlah jawabannya.

Dan walaupun ibadah adalah urusan yang sangat pribadi, tidak akan rugi bagi kita untuk tetap cerewet mengingatkan manusia di sekeliling untuk menegakkan shalat ataupun menerapkan kebajikan.
(Penasaran juga saya, kayak mana ya, pegawai sok alim yang berani-beraninya mendakwahi Bapak itu?)

Sesungguhnya shalatku, dan ibadahku, dan hidupku, dan matiku, hanyalah bagi Allah tuhan semesta alam.
(gambar dari flickr Lawraa/showmeeuphoria)

Jumat, 22 Februari 2008

Jumper

Setelah minggu lalu sempat gagal, terwujud juga acara nonton sama teman-teman kantor, kali ini ditraktir Andi yang ultah dan istrinya. Maka berangkatlah kami bersepuluh menonton Film Jumper.

Gambar-gambarnya asyik, walaupun ceritanya gak penting dan maksa. Padahal masalah pemberontakan remaja dalam novel aslinya, yang sempat menjadi salah satu "most banned books 1990-1999" kayaknya lebih menjanjikan. Cewek-cewek sih menjerit-jeritkan Hayden-chan, tapi kayaknya gak cocok deh, kaki ayam begitu dipakai melompati dimensi ruang?

Yang jelas, tentu itu perwujudan impianku, bisa melompat (bukan terbang) ke sana kemari, menclok di bangunan bersejarah dan pemandangan alam seluruh pelosok dunia...
Tapi ternyata justru satu sisi lain dalam film tersebutlah yang tanpa aku sadari sangat membekas di hati: adegan-adegan perpustakaan.

Dan pulang-pulang, tidur, aku pun memimpikannya.

http://www.internationalwaterinstitute.org


Aku sedang menjadi relawan untuk suatu keadaan darurat bencana. Berangkat memenuhi permintaan seorang remaja untuk mengajarkan matematika kepadanya di sebuah pulau yang terpencil, entah di nusa tenggara bagian mana.
Alasannya, (namanya juga mimpi, bolehlah gak nyambung) adalah karena kertas-kertas di sana basah, tak dapat ditulisi karena terkena banjir bandang.
Rumah yang kudatangi adalah rumah melayu, dengan kusen kayu melengkung berwarna hijau telur asin, daun jendelanya berkisi-kisi. Jejak lumpur memenuhi setengah dinding, melintasi jendela-jendela tersebut. Berarti banjirnya kira-kira sedada. Pantas saja buku-buku tengelam, kupikir.
Lalu aku bukannya mengajar matematika sebagaimana tujuan semula, melainkan malah sibuk membantu para penduduk setempat menjemur-jemur buku. Aku berusaha menunjukkan bahwa yang tebal bisa dibolak-balik per halaman, diangin-anginkan prrrrrrt-prrrrrrt, supaya cepat kering dan tidak lengket ke halaman sebelah (memangnya bisa???)

Rasanya kok nyata banget, ya.

Begitu bangun, aku teringat bahwa rak buku di rumah juga sedang dalam pembongkaran, adikku sedang sibuk menyusunnya. Bocoran hujan adalah ancaman yang paling ditakuti, apalagi kebanjiran seperti dulu itu tentunya (walaupun di rumahku sendiri rasanya tidak mungkin itu kejadian, secara kami tinggal di dataran tinggi...) Boro-boro tsunami!

Minggu, 10 Februari 2008

360 Purnama

Andaikan satu purnama dihitung sebagai derajat, tentunya hidupku sudah berputar satu keliling penuh. Namun bagaimanapun, perputaran tata surya tidak pernah menjadi satu lingkaran utuh; lebih tepatnya akan menjadi elips. Dan entah kenapa tampaknya masih ada saja yang sumbing di berbagai sudut (sudut yang mana, ya?) Untuk itu, rasanya perlu berhenti sejenak merenungkan maut...

Fractal Recursions by Jock Cooper
Creative Commons License61672 by Jock Cooper (http://www.fractal-recursions.com)
is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial 3.0 United States License.