Kini, dengan semangat ramah lingkungan (tapi tetap konsumtif???) saya justru berusaha mati-matian menghindari penggunaan kantong plastik, dan mencemplungkan belanjaan langsung ke ransel (berhubung untuk menyediakan tas belanja khusus pun nggak ngemodal, sementara sarung buat gembolan sedang saya pakai sebagai pengganti rok menutupi celana panjang). Hal ini sehari-hari berjalan cukup lancar, sampai suatu saat saya mengunjungi daerah Jawa Timur.
Di tiga dari empat kota yang saya singgahi berturut-turut (Bojonegoro, Gresik, dan Surabaya) setiap kali saya membeli sesuatu untuk keperluan pribadi ataupun oleh-oleh, dan menolak kantong plastik yang disodorkan, entah kenapa para penjaga warung selalu panik (???)
...
Kurang lebih mereka mengucapkan alasan yang sama:
"Pamali mBak, nanti susah jodoh!"
Setelah misuh-misuh tidak rela dipanggil mBak-mBak dengan sia-sia secara ini di Jawa Timur, beberapa hal terpikirkan:
- Apakah tabu ini sudah ada dari zaman dahulu kala, tapi yang disodorkan adalah NOKEN, bukan kantong plastik misalnya? Atau baru ada sejak benda bernama kantong plastik tercipta?
- Apakah tabu ini mendunia, atau hanya berlaku di Jawa Timur sebagai salah satu sentra industri plastik? Rasanya selama di peredaran Bandung-Jakarta gak pernah ada yang sedemikian tegasnya memaksa.
- Apakah saya tampak begitu awet muda, atau ternyata ada cap jomblo di dahi, sehingga mereka langsung hantam menakut-nakuti dengan ancaman itu? Padahal saya sedang pakai baju a-la bu hajjah ...
- Kalau memang ancaman ini benar-benar berlaku, jadi apakah sesungguhnya selama ini kejombloan saya adalah harga tebusan demi keteguhan bergaya hidup ramah lingkungan??? #eeaaa
Kampanye Greeneration, Epicentrum Walk, Oktober 2010 |