Minggu, 30 Oktober 2022

Baca Komik Tibet

Ronde kedua belas (((detoks webtoon))) disela oleh berbagai peristiwa yang bikin senewen dari segala arah sepanjang Oktober. Namun, komik yang dibaca cukup istimewa, terjemahan dari Bahasa Belanda ke Bahasa Indonesia oleh salah seorang tamu penginapan #SaungBambuMuda 👩🏽‍💻

Agak tersendat menamatkan dan mengulasnya karena buku ini masuk kategori 21+ tahun ke atas sementara saya masih mentok di usia 18 menuju 55 👶
Pemandangan Himalaya digambarkan dengan menakjubkan penuh pengalaman mistis tapi sepertinya isi cerita punya misi meruntuhkan cara pandang masyarakat Barat terhadap kesucian negeri di atas awan yang tercitrakan melalui komik "Tintin di Tibet" atau film "seven years in Tibet" 🏔️
Perempuan jelata diremehkan, diperas, dan dilecehkan oleh pejabat, pendeta, maupun sesama masyarakat walaupun ada kesan bahwa keimanan membuat mereka tetap hidup taat gembira 😇
Betapa berbagai masalah praktis dianggap dapat terurai hanya dengan membaca mantra jutaan kali, bukan bertindak secara langsung 📿
Kepatuhan terhadap dogma agama mengenai kekosongan, kefanaan, dan takdir, menjadi alasan para petingginya menyangkal kemajuan iptek 🤖
Menjadi bahan renungan bagaimana agama yang seharusnya memerdekakan setiap diri dengan tunduk cukup hanya kepada Yang Maha Esa bisa sangat mudah disalahgunakan menjadi alat penindasan dan eksploitasi oleh sistem dan oknum tertentu 🕉️
Sebagai catatan, ini karya orang Barat tentang Tibet, bukan ditulis oleh orang asli daerahnya, bukan pula persaksian pribadi tokoh Barat tentang perubahan cara pandang mereka yang awalnya tersepona pada citra kepolosan luhur kemudian tercerahkan pada kenyataan setelah berkecimpung di lapangan atau semacamnya. Jadi terasa hanya rekaan fiktif tidak otentik tidak dianggap serius ✒️
Entah kenapa juga penerbitan terjemahan ini mendapatkan subsidi pemerintah Belanda, apakah ada maksud politis tertentu?🧧

#bacakomik
#dirumahaja
#danboard
#danbogram
#danbography

Minggu, 16 Oktober 2022

Darah itu Merah

Dua minggu lalu, saya ditolak.
Pedih walaupun hasilnya bisa ditebak. Sebenarnya saya sudah maklum tidak memenuhi syarat, dan hanya datang untuk cek kesehatan, sehingga tidak berencana mengajukan diri, tapi didorong oleh Ndew sebagai pejabat keluarga alumni untuk tetap mendaftar. "Yang penting ada niat berpartisipasi. Siapa tahu boleh. Kalau memang tidak layak nanti juga tidak bakal lolos penyaringan, saya pun lolos karena boosting bit, kurma, buah naga," katanya. Memang, begitu melihat pergelangan tangan saya yang terkena CTS memar-memar masih dibebat, Dokter melarang saya menambah pegal lengan. Cewek-cewek lain juga ditolak, antara lain karena kadar Hb rendah, atau dianggap kelelahan sehabis lari pagi ngos-ngosan.
Tapi Moskow diterima.
Dia menyatakan habis bergadang tapi sudah sempat tidur pagi sehingga masih jumawa. Padahal ternyata itu akibat jetlag sepulang mengantar misi perdamaian di Afrika. Di formulir donor darah, jelas-jelas ada pertanyaan apakah pernah keluar negeri dalam setahun terakhir, dan secara khusus ditanyakan juga apakah baru dari Afrika. Pastinya dia sengaja mencentang "tidak" di semua baris pada saat mengisi, karena tidak mungkin ada dokter yang mengizinkan dia lolos penyaringan jika centangnya berada di kotak "ya". Barangkali sengaja demi meramaikan kegiatan teman seangkatannya.
Donor darah di almamater.
Konon besoknya dia tumbang, masuk RS yang tidak terbiasa menangani kasus malaria ganas, dan tadi malam dia berpulang.


Menurut Selvy, pekerja yang pulang dari Afrika pasti dibekali test kit dan pil serta diberi cuti untuk karantina. Mereka dapat menguji sendiri sehingga jika ada indikasi penularan dapat mencegah dan mengobati sejak dini, begitu demam langsung minum pilnya. Apakah petugas logistik lalai membekali? Atau Moskow lalai melaksanakannya demi pulang ke Bandung menemui keluarga dan teman-teman? Seandainya dia tidak bergadang lalu donor darah, mungkinkah tubuhnya cukup bugar untuk melawan penyakit yang menggerogotinya?
Seandainya tidak mampir ke sekolahan, mungkin saya juga tidak akan sempat bertemu dia lagi. Dia masih sempat menyapa saya sebagai instruktur galak dalam kenangan (padahal saat diklat angkatan dia, saya hanya pelengkap penderita yang bertugas sebagai utusan danlap dan pengawal lari, tidak kebagian posko, tidak mengangkat suara sama sekali). Saya pun sempat menceritakan kedudulan tiga orang polisi milenial yang minggu sebelumnya membayar pesanan Airbnb ke rumah saya untuk dinas di Bandung tapi di hari H-1 disuruh atasan menginap di mess polisi.
Padahal kami semua tentu mengandalkan dan menaruh harapan kepadanya sebagai calon pemimpin polisi masa depan (?) Kami berkumpul tepat setelah tragedi Kanjuruhan bergulir, soal kasus Kadiv Propam masih menjadi topik yang tidak habis-habis dibahas.
Dan ketika tiba giliran dia donor darah, saya pun ikut yang lain, menyemangatinya tanpa menyadari konsekuensi yang menyertai. Sampai berfoto bersama!

Mungkin memang perilaku KKN ini perlu diredam selamanya. Kalau bukan teman sendiri, saya bakal curiga jangan-jangan dia juga merupakan bagian dari lingkaran kriminal terstruktur berkedok penegak hukum pengayom masyarakat. Secara dia sudah pernah menjabat Kapolres di pelosok dan sepulang dari Afrika bertugas di Mabes Polri.
Barangkali mampir ke sekolah dan berjumpa teman-teman lama membuat dia kembali ke masa-masa saat menjadi nakal, melanggar peraturan kaku tidak masuk akal, adalah suatu keniscayaan demi menempa pribadi yang kreatif.
Namun, kali ini yang dilanggar adalah prosedur operasi standar kesehatan dan keselamatan diri sendiri. Jika itu saja diabaikan, bagaimana kita berharap prosedur operasi standar untuk menjaga dan melindungi masyarakat bisa diterapkan?
Konon darahnya sudah ditarik dari peredaran, tapi bagaimana jika tertukar dan menularkan ke orang lain? Sepatutnya PMI memboikot sekolah kami sebagai putra-putri harapan bangsa yang nekad melakukan kelalaian berbahaya (?)

Tapi siapa tahu andaipun kelalaian itu tidak terjadi, maut tetap menjemput. Barangkali dia merasa ajal sudah dekat sehingga memilih mengucapkan perpisahan melalui tindakan gila yang tak dapat terlupakan. Barangkali kehendak Tuhan menghindarkan dia dari badai yang mengombangambingkan lembaganya.
Teman-teman seangkatannya mewanti-wanti saya bahwa tertular wabah dalam mengemban tugas negara berarti mati syahid. Semoga dia mendapatkan tempat yang layak di sisi-Nya.

Ini adalah panggilan untuk bangun.

Semua kita perlu tekun mengawal revolusi mental kepolisian.

Sabtu, 01 Oktober 2022

Baca Komik Lagu

Ronde kesebelas

September ceria dipinjami sebuah komik berukuran raksasa, koleksi kebanggaan berisi antologi yang terilhami oleh lagu-lagu karya seorang penyanyi terkenal 👩🏻‍🎤

Kebetulan saya sedang mengerjakan tugas yang harus mengakses ponsel pintar genggam selama sekian jam tanpa henti, lalu berberes halaman mencangkul tanah. Tanpa sadar, pergelangan tangan saya memar gosong kena CTS sehingga memutakhirkan medsos saja kesulitan sampai catatan ini ketelingsut, apalagi membolak-balik halaman buku sebesar itu 📱

Tapi memang isinya banyak, kalau membaca satu bab sekali seminggu, bisa setahun tamat. Butuh waktu agak lama mengulik untuk memahami musik dan lirik serta keterkaitannya dengan masing-masing cerita yang dipersembahkan 🎧
Saya pribadi tidak akrab dengan lagu-lagu yang disajikan. Barangkali lewat zamannya. Liriknya agak bergaya bebas puisi modern, sementara saya biasa terpesona oleh lirik berima. Penuh kosakata sejarah/budaya Amerika pada masanya, yang saya tidak akrab karena belum pernah ke sana. Musiknya sih enak ya 🎹
Pada saat sang pemilik memesan komik berusia 15 tahun ini sekitar awal tahun lalu, ternyata semacam sekuelnya mulai dipromosikan, kemudian terbit di sekitar tanggal saya meminjam, memperingati 30 tahun peluncuran salah satu album karya sang penyanyi. Beberapa lagu yang sudah dikomikkan di buku ini sepertinya ada ditafsirkan ulang di buku yang terbaru. Kapan bisa baca ya, apakah 15 tahun lagi 🗓️