Sabtu, 30 Oktober 2021

Temu Mekar


Tampaknya marga temu-temuan (Curcuma sp.) pada janjian jadwal bermekaran minggu ini, seperti yang di kebun Pak Farid Gaban
Bahkan temulawak di lemari mamanya Deta Ratna Kristanti tetap setia tepat waktu meskipun tersembunyi dalam kegelapan 🙀
Kalau yang serumpun ini sedang berkembang di pinggir balongnya Ram Ala Pualamsari seberang rumah Bray Supriatna
Betapa semesta tunduk pada perintah-Nya
Maklum, sebagai orang kotaan norak yang jarang menyaksikan pemandangan bunga ini, saya mesti ikut-ikutan mengabadikannya jugalah ya 😽
N.B. Temu putih (Curcuma zedoaria) ini semarga dengan kunyit (Curcuma sp.), tapi berbeda dari koneng bodas yang semarga dengan kencur (Kaempferia sp.) ... bingung ya
Tapi bentuk bunganya memang sangat berbeda
Mumpung menurut Ari Hapsari hari ini Hari Oeang ke-75, sekalian pamer lembar 75 rebu rupiah yang saya tukar tahun lalu lewat budi baik Rita Haeni Rusdi


Kamis, 28 Oktober 2021

Persaksian tentang Ayah

Hanya segelintir pihak yang mengetahui nama asli ayah saya. Selain lingkaran keluarga, paling-paling hanya pejabat yang terlibat keperluan legalisir dan tentunya jarang sekali. Satu-satunya catatan sejarah tentang nama beliau adalah sebagai penulis mahasiswa yang bersanding dengan Soe Hok Gie dan Amien Rais pada masanya, melakukan demistifikasi kultus individu terhadap Soekarno terkait peran dalam Proklamasi dan perumusan Pancasila. Selebihnya beliau dikenal dalam nama pena, dan itu pun di dalam lingkaran tertentu saja walaupun sempat cukup bergaung di jajaran elite pusat kekuasaan.
...
Tahun ini sepertinya sudah digariskan untuk kembali melakukan kalibrasi terhadap berbagai niat awal. Tiba-tiba keluarga kami dipanggil oleh semesta untuk mengurus amanat beban tanggung jawab yang telantar cukup lama.
Di tengah pandemi, ruang gerak terbatas, seolah hanya bisa megap-megap. Pihak yang menawarkan bantuan ternyata mengincar untuk kepentingan pribadi dan menusuk dari belakang.
Hampir saja kami terjebak untuk mengambil jalan pintas yang hanya akan memurukkan dalam perangkap ketidakpastian. Namun, suatu kegiatan merawat seekor kucing saya yang parah berlarut-larut tak bisa disembuhkan, menyadarkan akan betapa fana semua permainan dunia. Untungnya sekeluarga sepakat untuk tetap menelusuri jalan yang lurus membedakan yang hak dari yang batil.
Mungkin memang ada malaikat penjaga ayah saya yang masih melakukan tugasnya.

Merenungkan seperempat abad berpulangnya Ayah saya, komentar-komentar di bawah foto FB berikut adalah sebagian kesan-pesan yang terjaring dari beberapa rekan tentang sekelumit kehidupan beliau.



Tertaut juga beberapa tulisan lama rekan-rekan beliau yang pernah dipajang misalnya

Hemat materi dan energi, kaya nilai dan informasi. (Mengenang Aldy Anwar, aktivis peradaban) - BTS



Laman ini akan diperbarui seketemunya naskah-naskah lain. Terima kasih

Minggu, 13 Juni 2021

Daun Kura-Kura

Cita-cita serentang lengan, nyata-nyata seujung kuku 🐢💅🌱
Lumayan lewat sekian tahun juga berkhayal mengasuh tanaman ini karena kebetulan memang hobi koleksi pernak-pernik kura-kura, tapi tidak tahu nama aslinya apa, tidak terbayang bisa cari ke mana 🤔
Beruntung berkat pandemi tampangnya mulai banyak muncul beredar 🥳
Karena dana pas-pasan, tahun lalu sempat beli seuprit, kini tumbuh tiga pucuk tapi ya ukurannya baru segitu saja 🦠
Kemarin lihat di gerai elite pasang harganya ajaib betul 🙀
Lumayanlah ya tanaman endemik bisa bergaya, daripada yang melambung berbusa selangit di sini melulu tanaman introduksi/naturalisasi/impor warisan dari peradaban amazon yang punah 🌎
Tapi apakah dengan naik daun begini bisa turut mencerahkan para pengadopsinya untuk mendukung pelestarian habitat aslinya di hutan hujan tropis nusantara? Atau jangan-jangan malah terjebak manipulasi harga mengatur kelangkaan sehingga dibasmi dari alam 😖

Rabu, 21 April 2021

Sang Pemimpin

Ini kenangan semasa baru masuk SMP. Masa peralihan Indonesia tersapu gelombang religius. Mulai banyak putri-putri keren yang keukeuh berjilbab karena sudah baligh walaupun melanggar pakem seragam masa itu, sebelum terbit peraturan yang mengizinkan seragam berjilbab dan melepaskan dasi 🧕🏽  
Yang risih bagi saya adalah ucapan salam serempak dengan aba-aba setiap ganti pelajaran berubah menjadi Assalamu'alaikum, tapi teman2 non-muslim tidak boleh mengucapkannya, sehingga bersahutan dengan Selamat Pagi yang menonjolkan suara minoritas. Yah setidaknya mereka tetap bisa bersuara (?) 📢 
(ralat: ucapan salam mungkin baru berganti setelah SMA, tapi hawa alim sudah kental sejak SMP lah yah) 
Tibalah masa Pemilihan Ketua OSIS. Ada tiga calon dari kelas atas yang berkeliling memperkenalkan diri dan usulan program kerja.  
(Mungkin urutannya tertukar tapi gambarannya persis seperti ini: ) Calon pertama adalah seorang Akang yang ganteng kalem, berpidato dengan tenang membumi. Calon kedua adalah seorang Teteh hitam manis, berpidato dengan runtut, logis, dan meyakinkan. Calon ketiga adalah seorang Akang yang kinclong berbinar-binar, berpidato dengan lantang berapi-api. 🧑🏽👧🏿🧒🏻 
Semua wajar-wajar saja, sampai seorang pendukung si Akang 3 mendekat masuk kelas dari balik pintu, membisikkan sesuatu lalu si Akang 3 mengangguk dan melempar tanya ke anak-anak sekelas: "Bagaimana pendapat kalian tentang kepemimpinan perempuan?" 🙅🏻‍♂️ 
Entahlah siapa saja di kelas yang menjawab bahwa dalam Islam, Imam itu mesti laki-laki, kepala keluarga, presiden, pengambil ke putusan, semua harus laki-laki blablabla. 🧞‍♂️ 
Issshh! 
Teman sebangku saya saat itu, Néng DR almarhumah, menyatakan memilih Akang yang pertama karena tampak santai. Saya sendiri sejak awal tertarik dengan pembawaan si Teteh dan rencana-rencananya yang terdengar praktikal, tapi tidak bilang-bilang 🤫  
Setelah dihitung di kelas, Akang 3 unggul melampaui Akang 1, sementara yang memilih si Teteh cuma satu suara 🙈  
Saya kira cukup sampai si Akang 3 mencapai tujuannya di kelas saya dengan pertanyaan pamungkas itu. Ehh ternyata masih berlanjut dipermasalahkan oleh teman sekelas, kenapa setelah pembahasan kilat petir bahwa perempuan terlarang (?) untuk menjadi pemimpin, masih ada satu suara menyempil untuk perempuan! 🙀  
KM kami, anggap saja inisialnya AZ, sampai menginterogasi saya. 
Kamu yang pilih si Teteh? Kamu bukan?  
Heh, apa urusannya ikut campur pilihan orang! Bukannya ada prinsip R dalam luber? Sungguh menjengkelkan 😾  
Walaupun hidup di tengah keluarga yang laki-lakinya rata-rata kalah (mengalah?) dari perempuannya, dan bersekolah di tingkat yang perempuan masih memborong peringkat teratas, saya pribadi tidak menolak paham kepemimpinan laki-laki. Buat apa juga perempuan repot memimpin, biarkan saja kami mengembangkan dan menyumbangkan keahlian keterampilan kerja tanpa perlu sibuk dibebani tanggung jawab mengatur orang lain. Banyak pemimpin perempuan menang cuma berkat bayang-bayang lelaki di dekatnya yang terlalu dipuja, atau dengan berlagak seperti laki-laki, atau justru bersedia dilecehkan. Apalagi sesama perempuan pun belum tentu serta-merta memahami dan membela kebutuhan kaumnya di tengah masyarakat jika dipercaya memimpin 👻  
Tetapi dalam persaingan tingkat Pilkaos unyil ini apa pula perlunya menekankan gender dalam pilihan? Masa si Akang sebegitunya kurang percaya diri mengalahkan si Teteh dengan telak, semata melalui wibawa pribadi dan usulan program kerja, tanpa perlu menyeret wacana gender? Dan kenapa juga memberi suara pada perempuan, walaupun terbukti kalah, seolah-olah menjadi hal yang tabu sampai saya dicecar sedemikian rupa? 😩  
Atau barangkali saya harus memaklumi itu sekadar sanjungan si Akang terhadap si Teteh sebagai saingan yang kuat, sehingga harus dijatuhkan dengan kampanye kotor yang hanya bagian dari strategi pemenangan. Sedangkan teman-teman sekelas saya memang rakyat biasa yang terlalu mudah dipengaruhi pendapat arus utama 🤷🏾‍♀️  
P.S.: Saya kayaknya setelah itu tidak ingat pernah lagi berkesempatan memilih perempuan, kalau bukan sedang golput, tidak ada calon yang memadai. Memperjuangkan akses hajat hidup lebih penting daripada tampuk kekuasaan bagi perempuan, walaupun itu juga belum saya lakukan 🤭  
P.S.2: Setelah melempar cerita ini ke teman sekelas saat itu, AT alias NC bilang bahwa dengan alasan yang kurang lebih sama,dia memilih si Teteh. Jadi mungkin walaupun memihak Teteh, saya konsisten golput saat itu 😬
P.S.3: Penasaran juga nasib kedua Akang tersebut di atas, dan pembisiknya, barangkali yang kenal bisa mengabari sedang apa mereka sekarang? Si Teteh beberapa tahun yang lalu kebetulan sempat ketemu di forum kerjaan, kayaknya sih giat sukses saja dalam karier dan keluarga, cuma malas kontakan secara beliau tidak pakai Facebook 🤔

Kamis, 18 Februari 2021

Maneh ge Calo!



Karena sedang perlu ungkat-angkut meja kursi ke sana kemari, saya disopiri opang langganan berangkat menguruskan kir mobil bak terbuka milik adik saya yang minggu lalu keburu habis masa berlaku.
Balai pengujiannya jauh di ujung dunia, gara-gara melamun melulu mesti bolak-balik pula cari bolpen dan fotokopi.
"Kenapa ngga nitip aja Téh?" tanya calo preman yang patroli keliling parkiran.
Setelah lepas dari kejaran tiga calo lain, yang satu ini keukeuh nggak kapok memepet saya sejak balikan kedua. Susah juga kalau dilengosin saja, terpaksa saya balas sekenanya.
"Ah da ngga ada duit."
"Bisa disesuaikan bujet aja berapa Téh."
"Ya gak punya."
Aslinya sih memang saya hanya punya uang 90 ribu rupiah, konon biaya kir maksimal tidak akan lebih dari itu. Untuk biaya calo konon tahun lalu adik saya pernah ditawari 170 ribu, entah buat apa secara prosedurnya itu-itu doang sepertinya nggak terlalu repot.
"Tétéh 'kan calo juga 'kan jauh-jauh ke sini. Saya putra daerah, kita tahu sama tahu saja lah bagi-bagi."
*Calo juga* dari mananya Hong Kong??? Daerah mana pula, Kekaisaran Gedebage Merdeka??? Bukannya ini masih di kota. Saya juga orang kelahiran kota ini gitu loh!
"Bukan lah, saya utusan yang mau memeriksa prosedur layanan di sini kalau ada korupsi atau penyalahgunaan wewenang," bual saya saking kesalnya.
"Woiya, memang di sini banyak pungli, adukan saja Téh!" tantang dia.
"Ya iya mau."
"Halah banyak gaya ... M A N É H G É C A L O OOO O O !!!"
jerit sang preman putra daerah menggema sak parkiran balai.
Entah maksudnya mempermalukan saya atau apa gitu. Yah setidaknya belum kelihatan dia bertindak yang merusak seperti menggores cat mobil atau mengempeskan ban.

Petugas-petugas Dishub cuma cengar-cengir kasih jempol menyaksikan peristiwa ini, da mereka mah ngga ada ruginya, toh bakal kebagian persekot kalau jadi dicalo, kalau nggak pun masih digaji ini.

Sialnya saya tu sebetulnya memang mencalo, secara hanya meminjam KTP adik tanpa surat kuasa karena dia sedang kalang-kabut ngeprint ini itu mau kirim segala macam, supaya gampang saya bermaksud mengaku-aku sebagai adik sendiri, apa gunanya bersaudara kalau nggak bisa mirip-miripin muka yekan.
Tapi mungkin secara tampang cucok juga untuk mulai menjabani profesi calo sebagai sampingan 🚛🚛🚛