Karena kepalang know by heart segenap ceritanya (maklum, dibaca justru di saat kritis menghadapi ujian musim panas tingkat... 3???, yang terhafalkan malah buku gak penting ini, so typical lah) maka ketika setiap hal yang kunilai penting ternyata tidak ditampilkan, sungguh mengesalkan. Intrik yang terlalu berbelit njelimet memang sulit divisualisasikan dalam jam tayang yang sesingkat itu, namun kadang terasa justru hal kecil yang terperincilah intisari yang berdaya tarik dari cerita ini, bukan kerangka besarnya.
Yang menorehkan luka cukup menganga ketika terlewat antara lain: taruhan si kembar, SPEW dengan pinbadgenya, para pegawai di balik dapur kampus, godfather yang rela hidup dari tikus, antara kebijakan pers dan pengorekan berita secara ilegal, the true meaning of "bugging", sikap ayah Cedric yang gemar memperbandingkan anaknya, Ron yang akhirnya minta tanda tangan juga pada sang idola... Apalagi, kebanyakan merupakan jalinan yang mengikat cerita ke buku berikutnya.
Sepantasnya, bila memang tak bisa true to the book, buat sebuah ikatan khas film yang lain sendiri, tapi muncul terus di seluruh sequel. Namun itu pun tak berjejak.
Jangan-jangan itu sebabnya si Steve Kloves menyerah di sequel kelima. Terlalu banyak lubang yang ia buat! Eiii, pertanggungjawabkan dong sampai kalimat penghabisan!
(a few months ago,
on some silly launching event;
ms.ravenclaw
and
ms.slytherin)
Update: 11/23 Hogwarts Muslim Students Association.
Bagi rekan-rekan yang (setidaknya merasa) satu generasi dengan saya, yang masih mempertahankan (atau terjebak pada) identitas Islam di tengah globalisasi, apalagi bagi yang berpengalaman sebagai minoritas di negeri asing, dijamin bisa sambung rasa pada situs tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar