Paling seriiing mimpi buruk itu, mimpi sakit gigi. Rutin beu. Mungkin ada sekali sebulan. Dalam tidur lelap, tiba-tiba terasa seakan gigi nyeri, bolong, patah-patah dan cararoplok satu persatu. Eh, masing-masing ada cerita pengantarnya yang beda-beda sih. Pokoknya jadi panik sampai menangis tersedu-sedu. Bangun-bangun, uwah syukurlah gigi masih utuh, air mata juga kering. Heran. Padahal terakhir aku ke dokter gigi sudah 9 tahun yang lalu, membersihkan sisa gigi susu, dan sama sekali belum terancam pertumbuhan gigi bungsu. Gigiku yang lain cukup beres, semua berkat pepsodent kesehatan gusi... Entahlah apakah tulang-tulang di sekujur tubuhku sudah berbinar teracuni fluoride. Mungkin jauh di lubuk hati aku memang takut mengalami kerusakan gigi, soalnya bakal gak bisa lagi makan enak!
Tapi kali ini lain. Kayak di film Terminal? Tapi beda lah. Singkatnya pesawatku gak berangkat-berangkat (atau gak datang-datang menjemput) dan aku termangu berhari-hari di ruang tunggu transit bandara Narita. Narita gitu loh!!! Seumur-umur terbang di Jepang, aku setia keluar masuk lewat KIX (Kansai International, Osaka), sekali ke Nagoya, dan sekali penerbangan domestik Itami - Chitose.
Yap, GAK PERNAH SEKALI PUN LEWAT NARITA!
Dan pengalaman transitku sampai saat ini selalu aman saja, bisa dapat makan dan penginapan yang nyaman pula. Apalagi, aku gak terlalu peduli dengan acara terbang menerbang, seperti kubilang juga lebih gemar mengambil jalur kereta api (dan kapal laut, kalau boleh pilih). Kok bisa-bisanya mimpi seperti itu ya.
Narita to ieba, Narita Rikon. Dulu ada dramanya, waktu tingkat satu gitu. Katanya tingkat perceraian di bandara ini cukup tinggi, oleh pasangan suami istri yang baru pulang bulan madu, karena ngambekan selama perjalanan. Kesimpulannya, disarankan kalau mau bulan madu yah jangan lewat Narita (???) Walah, apa pula hubungannya ya...
Apakah aku perlu juga menyasarkan diri ke Narita?
Narita, here I come! (Kapan-kapan lah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar