Ketika ibunda dari seorang bos meninggal dunia.
Sebuah cerita nyata: alim mode on.
Beliau telah mengidap tumor otak parah sejak lama, dan sudah bolak-balik dirawat ke luar negeri. Merasa lelah berusaha, beliau memilih pulang untuk berada di dekat anak-anak tercinta. Suami beliau, seorang pejabat VVIP (orang yang tidak menyenangkan, lumayan sombong menurut penilaian saya), harus berjuang tabah ditinggalkan di luar negeri untuk terus mengemban tugas.
Alkisah tak sesuai dengan nama yang kearab-araban, sang suami ternyata malas shalat, dan tak pernah mengindahkan setiap diperingatkan oleh sang istri.
Suatu hari, seorang pegawai muda bawahannya menegur, "Pak, Bapak sudah punya segalanya. Jabatan, harta, keluarga yang dibanggakan. Tinggal satu yang kurang, menyisihkan sekejap waktu setiap hari untuk shalat."
Sang pejabat menyanggah. "Apa-apaan kamu, bocah ingusan berani-beraninya menceramahi atasan!" umpat beliau.
Namun di balik kekesalannya, beliau terilhami untuk mengambil air wudhu dan mulai kembali shalat. Ini diteruskan pada kesempatan berikutnya, dan rutin terlaksana.
Kemarin ini, pulanglah beliau menemui sang istri.
"Mik, aku sudah mulai rajin shalat," dan bertuturlah beliau menceritakan apa yang terjadi.
"Oh, baguslah kalau begitu," ujar sang istri lega.
Tak berselang lama kemudian, hanya dalam hitungan jam, sang istri menghembuskan nafas terakhir...
Jika hanya harta, jabatan, keturunan, kenikmatan dunia yang ingin kauperoleh, tentu kau harus berusaha bekerja keras membanting tulang. Namun jika akhir yang baik (husnul khatimah), ketenangan batin yang kautuju, shalatlah jawabannya.
Dan walaupun ibadah adalah urusan yang sangat pribadi, tidak akan rugi bagi kita untuk tetap cerewet mengingatkan manusia di sekeliling untuk menegakkan shalat ataupun menerapkan kebajikan.
(Penasaran juga saya, kayak mana ya, pegawai sok alim yang berani-beraninya mendakwahi Bapak itu?)
Sesungguhnya shalatku, dan ibadahku, dan hidupku, dan matiku, hanyalah bagi Allah tuhan semesta alam.
(gambar dari flickr Lawraa/showmeeuphoria)