Sebagai yang menamatkan pendidikan menengah di Belitong (ups, tepatnya, Jalan Belitung nomor 8! hihihi) Laskar Pelangi termasuk kategori wajib tonton. Apalagi tema film ini menyangkut Hak Asasi Manusia di bidang Pendidikan. Produsernya Haidar Bagir pula bow!
Maka janjianlah saya bersama tim ngabuburit reguler di suatu akhir pekan sebelum lebaran.
(Ternyata hari itu orang-orang kota keburu mudik, sehingga bioskop cenderung sepi-sepi saja, mana Ari dan adinda yang punya kartu debit untuk beli satu dapat dua baru muncul siang hari, sehingga upaya saya dan Dina mengantre sejak pagi nyaris sia-sia. Dengan Davi, jumlah anggota tim ganjil pula, tanggung. Biarlah, yang penting tetap dapat tempat nyaman.)
***
Entah kenapa, ada yang terasa akrab dari pemandangan-pemandangan yang disajikan...
Mungkin karena latar belakang ceritanya tidak terlalu khas Belitong: Komik Malaysia karya LAT seperti "Budak Kampung" dan "Budak Kota", juga mengisahkan kehidupan anak melayu keriting kampungan, putra pegawai pertambangan timah, yang berusaha keras untuk bersekolah tinggi, bersahabat dengan teman sekelasnya yang orang cina, dan hobi mendengar musik rock & roll.
Tapi bukan sekadar itu. Pastinya ada yang lebih mengurat darah...
Apa, ya... Apa, yaaa?
... Astagaaa ya ampuuun...
... Hmmm... Yakin, judulnya bukan A-K-A-R PELANGI?!!?
(referensi: 20th century boys jilid 16)
Mungkin karena setengah abad terakhir ini sudah masuk ke zaman globalisasi, setiap anak di belahan dunia berbeda nyaris mengalami masa kanak-kanak yang sama, ya. Radionya Mahar, jangan-jangan mengumandangkan lagu yang senada dengan radio Kenji-kun!?! (ditilik tahunnya, beda satu dekade sih)
Dan kegemaran Donkey terhadap ilmu pasti, tidakkah senafas dengan semangat Lintang menuntut ilmu?
... Eh ngomong-ngomong tokoh Lintang kanak-kanak ini lucu banget, eksotis, secara fisik tipikal yang bakal saya keceng. Heran, kenapa wajah pemeran besarnya malah dicocokkan dengan wajah Alex Komang yang memerankan sang bapak, bukan dengan wajah kecilnya? Kayak gak ada pemeran lain saja yang lebih mirip?
Atau mestinya sih gak perlu ada adegan masa besarnya... Soalnya sebagai film anak-anak, film ini terlalu banyak mengambil porsi sudut pandang orang dewasa. Konflik yang muncul pun ditambah-tambah dari yang ada di novelnya. Memanfaatkan jajaran pemeran veteran? Tujuannya bagus sih, untuk menggarisbawahi perjuangan para guru. Tapi rasanya klise.
Pengorbanan sang guru belum seekstrem Yi ge dou bu neng shao (1999); keluguan kanak-kanak kalah murni dari Bacheha-Ye aseman (1997); kenakalan berkelompok, belum seheboh Die Stadtpiraten (1986); kerumitan persahabatan, belum sedalam Shonen Jidai (1990).
Dan konsepnya jelas jauh lebih membumi daripada 20thboys (2008)...
Yang terakhir gak pantas diperbandingkan sih, tapi maklumlah, mungkin saya sudah terlalu lama terindoktrinasi di Tomodachi World!!!
(Yahahahahah... A-so-bi-mashou!!!)
Padahal semua pemeran kanak-kanaknya asyik, segar-segar. Walaupun ada adegan-adegan yang terkesan kagok, seperti saat menyanyi yang dibuat seakan video karaoke amatiran, atau saat menari yang kurang heboh, mungkin karena mereka malu-malu... perlu waktu lagi untuk mengasah kegilaan masing-masing...
Tapi nyanyian dan tarian itu memang mutlak dipasang di film ini, tidak dapat diabaikan! Demi memajukan kembali kesenian Melayu (dan suku terasing)!!!
Tapi mempertimbangkan dengan standar film Indonesia, tidak diragukan lagi, patut diacungi jempol. Adegan-adegan awal saja sudah menyebabkan saya tersedu-sedan (walaupun adegan yang dipasang sebagai klimaks justru bagi saya terasa gak penting: tapi ini memang tidak dapat menjadi standar, karena terakhir kali saya melelehkan air mata adalah saat menyaksikan Joker beraksi).
Ujung-ujungnya dari kelompok ngabuburit, Davi menggiring ortunya menonton lagi, Dina menang tiket gratis dari undian XL, Ari mengajak cowoknya -putra asli Belitong yang pernah kebagian dididik oleh salah satu anggota laskar pelangi-, saya mengatur jadwal no-bar rekan sekandang ditraktir bos yang ultah, dan adinda pastinya punya kelompok "kinemala" untuk mengapresiasi secara lebih terperinci.
Kesimpulan: Yang belum menonton, segeralah tonton! Yang sudah, juga gak salah untuk balik lagi dua-tiga kali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar