Minggu, 08 Maret 2009

Perempuan, Pelawak, dan Politisi

Beberapa waktu lalu, kawan-kawan LFM membahas sebuah fenomena menarik, mengenai pelawak perempuan.
Kesimpulannya, perempuan yang lucu, pasti terkesan maskulin, atau ternyata lesbian. Lucu dan cerdas sebagai sifat perempuan dianggap ancaman yang mengganggu. Perempuan yang lucu akan kehilangan daya tarik di mata lelaki. Sedemikian rupa, bahwa lucu adalah sifat lelaki; lawak adalah dunia lelaki.

Karena yang dibahas berkaitan dengan fenomena perfilman dan televisi, saya belum tahu apakah ini nilai-nilai ini hanya berlaku di dunia Barat atau juga di dunia Timur. Apakah menjadi lucu juga merupakan tabu bagi perempuan Indonesia? (Kalau di Jepang sih sudah jelas, pelawak lelaki hampir pasti berhasil memperistri selebriti perempuan tercantik yang pernah ada...)

Tapi bukankah menurut Teori Pagliacci, justru pelawak itu yang hidupnya paling tertekan? Terbukti, pelawak rata-rata cepat mati!!! Apa salahnya kaum perempuan cukup menjadi pihak yang menikmati tertawa dengan bahagia tanpa harus melucu sampai menderita.

Begitu pula dengan politik. Katanya oh katanya oh katanya,
  • Politik itu seharusnya adalah perihal saling mengalah, tarik ulur kebijakan agar memuaskan semuanya, namun karena terlalu didominasi kaum lelaki, kerangka tersebut bergeser menjadi perihal menang dengan segala cara.
  • Sementara itu,
  • Lelaki yang sebenarnya berpihak kepada hak-hak perempuan dan anak-anak mungkin segan bersuara karena takut disangka banci, kalaupun nekad lantang membela akan dianggap remeh dan diabaikan lelaki lainnya.
  • Sehingga,
  • Banyak gerakan solidaritas beranggapan bahwa perempuan perlu turun tangan memperjuangkan hak kaumnya sendiri, sekaligus memberi 'sentuhan feminin' untuk menetralkan politik kembali kepada khittahnya.
  • Sebaliknya,
  • Perempuan keburu jengah masuk ke dunia politik yang kepalang penuh kekerasan persaingan kekuasaan, merasa itu bukan dunia mereka.

Dengan demikian, perempuan yang berhasil masuk dengan sukses ke dunia politik hanyalah:
  • Perempuan yang sanggup memenuhi tuntutan untuk bersikap maskulin, setara dengan rekan dan lawan mereka yang lelaki;
  • Perempuan yang mengumbar sisi feminin untuk dilecehkan lelaki sekitar, yang penting tenar, tak ada kaitan dengan kinerja;
  • Perempuan yang berada di bawah bayang-bayang sosok maskulin lain; ayah, abang, atau suami...

Baik dalam politik maupun karier, calon perempuan menghadapi tantangan dari dua arah:
  • Lelaki (dan sebagian besar kaum perempuan) cenderung tidak memilih perempuan walaupun sesungguhnya mereka punya kemampuan yang memadai, semata karena alasan emosional; sayang sekali mereka adalah perempuan...
  • Sesama perempuan (dan lelaki yang sadar kesetaraan) cenderung tidak memilih perempuan karena alasan rasional; kebetulan kemampuan mereka masih sedikit di bawah lelaki akibat sempitnya kesempatan mengasah diri.

Oleh karena itulah, menurut sebagian kalangan, aksi afirmasi dalam hal gender masih dibutuhkan di Indonesia. Ini perlu dimulai dari pemilihan anggota legislatif.
Konon, rekam jejak anggota legislatif perempuan cenderung lebih bersih dari lelaki. Entahlah karena:
  • Perempuan cenderung lebih jujur dan alim daripada lelaki;
  • atau
  • Perempuan yang hanya segelintir ini berhati-hati, takut ketahuan macam-macam karena disorot khusus;
  • atau
  • Perempuan bekerja cukup lihai dan cerdik, sehingga jejak kebusukan segera tertutupi dengan rapi jali. Nah lho!


Y: The Last Man


(Sudah pada baca belum? Bagus sekali lho, bintang 5 lah.)
Dalam serial komik asyik yang saya tamatkan akhir tahun lalu ini, digambarkan sebuah dunia di mana nyaris semua makhluk berkromosom Y musnah karena satu atau lain hal (ada cukup banyak penjelasan mengenai penyebabnya,yang bisa dipilih sesuai selera, baik secara ilmiah, politis, ataupun religius).
Inti ceritanya adalah bahwa dari sudut pandang seorang cowok pecundang yang tersisa bersama seekor monyet jantan piaraannya, kita melihat bagaimana perempuan-perempuan berjuang untuk bertahan hidup tanpa belahan jiwanya.
  • Politisi yang juga merangkap ibu rumah tangga (euh, tegaan).
  • Ilmuwati yang menyaingi kejeniusan ayahnya (brilian!).
  • Tentara yang tak sudi mati di tangan sesama cewek (perkasa).
  • Supermodel yang ganti profesi jadi tukang gali kuburan (cihuy).
  • ... dan seterusnya.
ythelastmanKalian pikir, dengan musnahnya kaum lelaki, gen si pengacau sudah lenyap dari atas bumi? Tapi yang terjadi justru kekacauan di sana-sini. Apakah ini karena para perempuan telanjur terdoktrin sistem patriarki, sehingga mereka hanya bisa melanjutkan sistem tersebut dalam menggerakkan dunia? Ataukah pada dasarnya manusia ditakdirkan untuk mengacau, tanpa pandang jenis kelamin?
(Perlu dicatat bahwa skenarionya ditulis oleh lelaki, walaupun mendapat campur tangan perempuan ilustratornya juga...)

***

Perjuangkan nasib kaummu!


Seorang ibu-ibu caleg yang juga aktivis tiba-tiba bertanya, "Kenapa kamu tidak melakukan kajian mengenai perempuan? Sebagai elemen penting kedaulatan rakyat, perempuan kan perlu disorot secara khusus."
"Ha? Saya?" saya gelagapan dan mencari-cari alasan sok pintar. "Eugh, dalam hemat saya, keterpinggiran perempuan adalah masalah yang integral, sehingga tidak perlu dibahas khusus, bisa saja dicarikan jalan keluarnya dengan mengkaji persoalan sosial ekonomi politik secara menyeluruh."
"Kamu itu, belum pernah turun ke lapangan kali, ya?" tuduhnya. "Coba kamu lihat betapa sengsaranya PSK. Coba bayangkan nasibnya perempuan yang menikah dengan warganegara asing, lalu bercerai, mereka bisa kehilangan kewarganegaraannya kalau tidak kita advokasi. Belum lagi soal terpisah dari anak kandung..."
"Wah, tapi seperti saya bilang, itu kan masalah-masalah 'kecil' yang terjerumus lingkaran setan dengan persoalan kesejahteraan umum dan tingkat peradaban. Saya pribadi sih tidak pernah merasa tertindas... tohohoh..." ketawa pahit.
"Ini bukan main-main! Sebagai orang yang dapat privilege pendidikan tinggi, kamu wajib ikut terjun langsung. Lain kali coba menghadap saya secara khusus, kamu perlu saya TATAR untuk belajar memperjuangkan harkat dan martabat kaummu sendiri!"
... Duh. Kenapa jadi saya yang kena.

Padahal saya pribadi lebih merasa tertindas ketika menghadapi ibu-ibu yang cerewet, histeris, berlimpah estrogen dan progesteron, sedikit-sedikit pms, dan kebanyakan lemot pula. Huaaa, bisa habislah saya menjambak-jambak ujung kerudung. Bagaimana saya bisa diharapkan untuk peduli dengan kaum saya sendiri?

Sungguh, saya tidak (belum) pernah merasa tertindas oleh kaum lelaki. Entahlah itu karena:
  • Saya beruntung hidup di antara para lelaki yang menghargai dan menjunjung tinggi hak-hak perempuan;
  • atau jangan-jangan malah
  • Saya sial hidup di antara para lelaki pecundang yang lebih rendah mutunya daripada perempuan di sekeliling mereka;
  • mungkin juga
  • Saya memilih lahan-lahan kegiatan yang tidak dilirik perempuan karena tanpa sadar takut kalah bersaing dengan sesama perempuan;
  • lebih parah lagi
  • Saya terbebas dari penindasan, hanya semata-mata karena kaum lelaki tidak menganggap saya perempuan;
  • tapi siapa tahu justru
  • Saya diam-diam mengalami sindroma Putri Padang Pasir...
    merasa bangga menjadi luar biasa dengan kedudukan langka setara dengan para lelaki, sehingga saya tidak ingin berusaha membantu perempuan lain mencapai kedudukan yang sama, karena itu akan menurunkan derajat saya menjadi biasa-biasa saja...


prankSeandainya turun berpolitik, jelas yang akan saya perjuangkan, tidak khusus soal perempuan.
  • Hak asasi orang-orang kidal.
  • Anak kucing dan hewan telantar dipelihara oleh kelurahan sekitar.
  • Jalur sepeda di jalan raya dan tol lintas kota.
  • Pelarangan peredaran MSG.
  • Penghijauan pemandangan kota, baik dengan daun, lumut, jamur, atau apa pun yang tumbuh dan berkembang.
Dan saya akan mulai berkampanye sederhana. Tak perlu banyak gaya.
Cukup sebut nama saya tiga kali!
Lalu koarkan janji sakti, "Pastikan Perubahan!!!"

Yang pada dasarnya bisa saja menuju perbaikan, tapi bisa juga pemburukan. Yang penting, berubah itu kan tidak membosankan.
***

Eh, sebentar. Kenapa jadi seurieus? Padahal maksudnya melucu.
Hm, tak apalah. Tandanya saya masih layak sebagai perempuan, kan?

2 komentar:

Anonim mengatakan...

cselvalva

KEMANAN! KEMANAN! KEMANAN!

22:34 午後


Rani Widya

inih, saya mau menjawab yg ini saja *ga fokus*
------
Quote:
Karena yang dibahas berkaitan dengan fenomena perfilman dan televisi, saya belum tahu apakah ini nilai-nilai ini hanya berlaku di dunia Barat atau juga di dunia Timur. Apakah menjadi lucu juga merupakan tabu bagi perempuan Indonesia?
------
kalo berdasarkan studi kasus harapan indonesia (rahardjo, 2008), ada dua jenis pelawak perempuan. yang pertama tipe cewek penggoda, yang kedua tipe untuk dicela. ngomong2 feminis2 itu nonton extravaganza gak? :D

oh bytheway, kemaren saya memilih caleg perempuan yg punya 7 anak :D

17:49 午後


Evy Nizhamul

Kanti makasih tanty telah men tag tante evi... Tante teruskan pada milist bundokanduanggroups ya....
Wassalam

16:51 午後


ALia A Lesmana

Ah Kanti, sekalian aja bela hak kaum lesbian krn mrklah pioneer atas ide bgimana mrk ingin mencintai n dicintai (sbgaimana halnya dirimu yg ingin menjadi Kanti dan bukan sekedar perempuan) *tidak Mala, sy bukan lesbian, tp Penelope Cruz oh sungguh syaiton..:p~*

13:14 午後


Kanti

@upik: idih, maksudna kanti! kanti! kanti! gitu.

@rani: kayaknya saya bukan penggoda, jadi tercela dung.
signifikansinya 7 anak apaan? apakah elu milih dalam rangka aksi afirmasi, atau memang ibu itu unggul secara objektif?

@t evy: bundokanduang itu apaan sih? menurut taufik abdullah, itu organisasi hanya diada-adakan oleh bu tien untuk memperkuat kekuasaan orde baru dahulu kala?

@aL: pada dasarnya, saya ingin tuh menjadi sekadar perempuan. sayangnya sering ga dianggap.
lagian elu kok pakai istilah "sekadar" sih, sungguh teganya dirimu meremehkan definisi keperempuanan.

01:02 午後


Rani Widya

saya emang dari dulu milih caleg perempuan karena kadung bikin filmnya :P
bliau lebih unggul dr caleg perempuan yg lain.
7 anak si kebetulan aja. tapi kalo dipikir2, berhasil membesarkan 7 anak (yg paling kecil skrg dah smp) itu kan prestasi juga :D

05:18 午後


ALia A Lesmana

ohya tentu saja perempuan dan apapun itu yg berkenaan dgnnya tidak akan lebih besar drpd 'umat manusia', hehek. buat saya, agung sekali Nurul Arifin mau memikirkan kebutuhan pakaian dalam wanita bagi korban tanggul jebol kemaren lalu, tapi kalo Mama Laurent hanya ingin meramal yah silakan aja tah..

17:54 午後


Kanti

jadi nurul arifin itu? (a) memenuhi tuntutan bersikap maskulin (b) sasaran pelecehan (c) dibayang2i sosok maskulin lain?

20:24 午後


cselvalva

Tentang Y The Last Man.. hmmm perlu pembahasan khusus mereun. Ampe sekarang diriku masih belum bisa menerima cerita itu. Ada aja big blundernya.. apa ya....

00:44 午後


Indra Wibisana

Kalo 'gak salah, MSG udah 'gak termasuk dalam list FAO tentang zat berbahaya. Udah 'gak dianggap karsinogenik. CMIIW.

10:20 午後


cselvalva

@Bondra: Hmm belum tau alasan mediknya untuk hal ini, tapi yang pasti sebagai pengkonsumsi MSG dengan kesadaran maupun terpaksa, menurut saya memang berbahaya, termasuk dalam hal membuat orang kurang menghargai bumbu alami yang segar (akibat iklan MSG dan bumbu instanyang tentunya ber MSG)

20:38 午後


De Lubis

gw paling suka tuh..."hak asasi orang kidal" jadi kan lo kagak perlu ngerasa teraniaya lagi kalo ada jamuan yang berbau 'table manner' ria, he..he..

22:32 午後

http://www.facebook.com/noriyu mengatakan...

I will try to be my true self, but also try to be aware of issues regarding my womanhood and boyish attitude within me. My focus is one: whatever I do, it is for the benefits of the people that I represent thru the Parliament for the upcoming five years' of grueling with policy-making, controlling, and budgeting.
Won't be easy, therefore extremely thankful with enlightening pieces like this, to keep reminding me about possibilities.
Hmmm... Kalao dipikir, Eko Patrio dapat Viona. Penulis/pelawak yg nulis Kambing Jantan baru dapat sherina munaf...