Senin, 12 Desember 2005

Putri Padang Pasir

opnamirobinNgomong-ngomong soal Iraq.
Di tengah pencarian dasar rancangan tokoh-tokoh di komik OP tersayang,
Nami sang navigator dan
arkeolog Nico Robin,
yang bisa berkatsuyaku dengan baik di dalam "otoko no roman maron"...


Kenangan tersangkut pada Gertrude Bell (1868-1926), yang secara tak sengaja tertonton dalam salah satu episode dari National Geographic Channel: Treasure Seekers.

Rasa ketertarikan akan dunia timur tengah timbul dari bacaan Alf Laila wa Laila, kisah seribu satu malam yang magis dan eksotik.
Lahir dari keluarga pandai besi, gadis berambut merah ini disekolahkan oleh orang tuanya, mungkin sekedar untuk menambah kenalan, namun memenangkan peringkat pertama di jurusan sejarah modern di Oxford tahun 1890 hanya dalam dua tahun. Namun setelah debut ke pergaulan sosial selama tiga tahun, ia tidak juga berhasil menemukan jodoh yang punya intelijensia dan selera petualang yang mengimbangi, maka ia memilih berwisata ikut bibinya seorang istri diplomat ke persia. Di Tehran ia jatuh cinta dengan diplomat muda yang berbagi minat akan puisi sufi Hafiz yang diterjemahkannya dengan tekun. Namun tidak disetujui oleh keluarganya karena penjudi, dan kemudian meninggal karena pneumonia.

Menjelang pergantian abad ia melakukan perjalanan keliling dunia, termasuk Indonesia (jakarta, bogor, gunung salak, jogjakarta, borobudur, prambanan) dan Jepang (nagasaki, kyoto, tokyo, nikko, atami, enoshima), beberapa pendakian gunung di daerah Alps, dan terutama bolak-balik ke daerah timur tengah, syria dan irak, khususnya situs arkeologi. Mengenai daerah ini, beberapa catatan dan surat-suratnya terbit sebagai buku dan menjadi panduan yang cukup bermanfaat sampai sekarang.

Kabur dari pingitan zaman victoria, di negeri antah berantah ini ia justru dihormati oleh para kepala suku setempat, bisa ikut mengopi dan merokok bersama di dalam tenda mereka, tidak dipandang dalam konteks gender sebagai perempuan melainkan sebagai figur otoritas. Pemahaman yang mendalam terhadap peta, sejarah dan budaya, pengalamannya bertualang serta jaringan perkenalannya dengan penguasa wilayah membuat ia dimanfaatkan sebagai agen intel untuk daerah timur tengah.
Ia berada di balik layar pergerakan Lawrence of Arabia.
Pada Agustus 1921, ialah yang menyelenggarakan penobatan raja Faisal di Bagdad, dan menjadi pengarah selama beberapa waktu, sampai ia melaksanakan tugas mendirikan Musium Nasional Iraq, memperjuangkan artefak Babilon, Niniveh dan Ur yang telah terpajang di musium Inggris agar dikembalikan ke tanah airnya di Mesopotamia.

Ke dunia Arab ia melebur, namun dari dunia asalnya ia terkucilkan. Ia sangat anti terhadap gaya hidup istri-istri diplomat yang ia temui, yang menurutnya tidak peduli terhadap lingkungan sekitar, tidak bergaul dengan masyarakat asing sekeliling... Lebih dari itu, ia juga menentang perjuangan hak suara untuk wanita, karena menurutnya kebanyakan perempuan tidak memiliki kecerdasan dan pengalaman yang cukup untuk ambil bagian dalam pemilu.

Komentator film dokumenter ini menjelaskan dengan miris: Sebagai perempuan yang diakui sejajar di dunia lelaki, mungkin ia takut, andai perempuan lain diberi hak yang sama, ia kehilangan keunikan..???
gertrudebellSetelah semua sepak terjangnya yang sedemikian rupa melanglang buana sebagai ilmuwan, penulis, penerjemah, pakar dunia arab, pendaki gunung, arkeolog, fotografer, penjelajah, politisi, agen intel dan pendiri musium, bahkan digelari sebagai ratu iraq yang tak pernah dinobatkan...
Namun hidupnya berakhir dalam kesepian, penuh keraguan mengenai jalan hidup yang telah ditempuh selama ini, menenggak pil tidur overdosis tiga hari sebelum ulang tahun ke-58...

Pikir-pikir, pantas saja Iraq sekarang hancur lebur. Negara boneka yang didirikan dengan legasi labil sedemikian rupa...

Moshi man ga ichi, watashi mo sou iu joukyou ni semararete kitara, NINGEN no petto demo katte koyo.. tto.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

NINGEN no petto ?? doko de utteru no?? ore ha choppa ga hoshii naa..