Senin, 17 Agustus 2009

Merdeka Merdeka Merdeka

Cuplikan kejadian tanggal 16 Agustus 1945 (youtube).
Iklan layanan masyarakat kali maksudnya ini? Menarik...


Belum sempat nonton film MERAH-PUTIH... Katanya trilogi, jadi tunggu keluar tiga-tiganya saja? Kayaknya bermaksud sarat muatan pluralisme ya.
Gosipnya sih dialog-dialognya aneh. Ada ucapan "Merindukanku?" dan meledek ibu pacaran dengan tukang susu...? Duh seharusnya kan aktornya boleh protes kenapa harus mengucapkan yang aneh begitu. Artinya tidak bersinergi untuk memuluskan peran tuh.

Dulu juga sempat ada film kontroversial MURUDEKA 17805 (2001)... yang dibuat oleh orang Jepang. Kayaknya tidak masuk Indonesia sih.


Propaganda "Saudara Tua" yang membebaskan Asia dari penjajahan itu begitu sukses sampai merasuk sedemikian rupa pada diri lapisan bawah tentara Jepang, sehingga mereka benar-benar tulus berjuang bahu-membahu dengan tentara Indonesia dalam perang kemerdekaan. Inilah yang diangkat dalam film tersebut. Nah masalahnya, lapisan atasnya padahal punya visi-misi lain lagi.

***

Kemarin ini ada satu penjelasan dari Prof. Kurasawa dari Keio, mengenai hal yang tidak dapat diabaikan dalam membahas hubungan Jepang dengan ASEAN, yakni sejarah "perang" dan invasi militer Jepang ke negara-negara tersebut. Orang Jepang tidak dapat melarikan diri dari masa lalu yang tidak menyenangkan ini dalam membina hubungan baru dengan negara-negara ASEAN.

Dalam halnya Indonesia, baru pada 1958 Indonesia dan Jepang membina hubungan diplomatik, setelah ditandatanganinya perjanjian pampasan perang. Jepang diperintah oleh Pakta Perdamaian San Francisco 1951 untuk membayar negara-negara yang telah dirusaknya selama masa perang, salah satunya adalah Indonesia. Negosiasi bilateral dimulai segera setelah Konferensi San Francisco, namun baru disetujui akhir 1957.

Alasan-alasan mengapa persetujuan tersebut butuh waktu lama, adalah:
  • Kesalahpahaman atau ilusi Tentara Jepang sekeluarga yang terdoktrin secara fanatik bahwa mereka berjuang demi membela kemerdekaan negara-negara Asia dari penjajah Barat. Apalagi doktrin tersebut seakan terbukti ketika di akhir masa perang Indonesia benar-benar berhasil memproklamasikan kemerdekaannya.
  • Jumlah yang diminta oleh pemerintah Indonesia terlalu besar untuk dibayar oleh Jepang masa itu.

Bagaimana sampai akhirnya perjanjian ini disetujui?

  • Pemerintah Jepang membujuk opini publik masyarakat Jepang dengan dalih bahwa pembayaran pampasan perang sesungguhnya adalah investasi untuk pasar baru Jepang di masa depan, sebagai alternatif ideal menggantikan pasar Cina yang hilang pascaperang.
  • Seiring waktu, Pemerintah Indonesia juga setuju mengurangi tuntutannya sampai jumlah yang disetujui hanya 3% dari yang aslinya. Sekecil itu??? Karena butuh dukungan finansial dan moral untuk segera mengambil alih aset Belanda. Dalam waktu yang bersamaan Indonesia tidak mau menerima bantuan atau utang luar negeri yang cenderung menciptakan ketergantungan negara. Pampasan perang adalah bentuk ideal dalam mendukung ekonomi Indonesia tanpa kehilangan kemerdekaannya. Indonesia sangat membutuhkannya secepat mungkin. Maka persetujuan dibuat akhir 1957, beberapa hari sebelum penyitaan aset-aset Belanda dilakukan.


Dengan demikianlah dimulai hubungan diplomatik kedua negara. Walaupun awalnya dihiasi beraneka ragam maksud dan tujuan tersembunyi dari kedua belah pihak, hubungan ini berkembang dengan lancar.

  • Dana pampasan perang tidak dibayarkan dengan uang, tetapi dengan bentuk layanan oleh orang Jepang, contohnya membangun bendungan, jembatan, hotel (a.l. HI) dll. Dalam konstruksinya, perusahaan Jepanglah yang ditugaskan. Curang ya? Dengan demikian, proyek perbaikan memang memberikan kesempatan bagus kepada perusahaan Jepang untuk mengolah keuntungan dan memantapkan landasan bagi ekspansi pasar mereka selanjutnya di Indonesia pada zaman orde baru.
  • Beasiswa Monbu(kagaku)sho yang saya peroleh dulu itu, selama tahun 1960an ternyata disebut sebagai “beasiswa pampasan perang” (hoaaa hahahaha hidup pampasan perang!)
    Tapi tentu saja beasiswa ini pada dasarnya juga adalah untuk mendidik putra (-putri) Indonesia sebagai pasukan dan agen-agen industri Jepang...


Pemahaman bahwa Jepang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia perlahan lenyap ketika generasi baru ahli sejarah Jepang muncul melakukan riset objektif, walaupun pemahaman tersebut kadang-kadang masih juga menyelinap dalam pidato dan makalah para politisi sayap kanan. Memang sangat sulit untuk menyingkirkannya sampai habis.

Pemahaman ini pada dasarnya mirip dengan penafian terhadap sejarah Korea di bawah koloni Jepang, bahwa Korea sukses dalam industrialisasi berkat kebijakan industri Jepang di sana memasok landasan untuk membangunnya. Yang mencemaskan adalah ketika pemahaman-pemahaman seperti ini tidak hanya dianut oleh veteran perang ataupun para penjajah praperang, tapi juga oleh generasi muda yang tidak mengalami masa tersebut sama sekali. JAS MERAH.

  • Kalau dikatakan bahwa Jepang-lah yang mendidik tentara nasional negara-negara ASEAN, bagaimana jika diperbandingkan dengan kenyataan bahwa Amerika-lah yang melatih tentara Mesir menggempur Israel, dan menggembleng tentara Afghanistan dan Al Qaeda ketika menggempur Uni Soviet? Hi hi hi hi hi.
  • Apalagi ketika mereka mengaku-aku Saudara Tua. Apakah teruji secara genetik bahwa ras mereka lebih dahulu muncul ke dunia dibandingkan dengan ras-ras Asia lainnya?
  • Sebaliknya, apakah Indonesia merasa masih berhak menuntut lebih banyak, menebus sisa yang 97% itu? Tidak juga. Keputusan saat itu telah bulat, dan salah kita sendiri tidak dapat memanfaatkan 3% yang kita peroleh dengan optimal: aset Belanda yang diambil alih tidak berhasil dikelola dengan baik, sementara infrastruktur yang dibangun justru mendukung perekonomian negara lain...


Novus Ordo Seclorum... (youtube)

Terkait:
50 Tahun (Emas) Indonesia-Jepang ・日本インドネシア友好年 2008
Normalisasi Jepang
Jepang-Jerman 2005-2006



Tidak ada komentar: