Dalam satu kesempatan,
hanya ada satu perjumpaan.
Setiap saat sangat berharga, sehingga harus dilewatkan dengan penuh kesadaran.
Dan benda yang tak dapat dipisahkan dari filosofi minum teh ini, adalah Chasen.
Sebuah adikarya yang bahkan bisa dianggap pengganti bunga bambu.
Takayama, sebuah daerah di prefektur Nara, dekat NAIST (tempat neng Yayu), bekas kekuasaan klan Takayama yang menciptakan chasen, adalah satu-satunya perkampungan perajin chasen. Dan di Chikurin-En, taman hutan bambu, ada sebuah musium yang menampilkan berbagai jenis bambu hidup, aneka bentuk chasen, dan kerajinan bambu lainnya, termasuk rumah berpapan bambu.
Di sana setiap minggu pengunjung bisa mengamati cara kerja para ahli ini. Khususnya pada hari Izayoi (malam ke-16, entah kenapa tahun ini diselenggarakan pada tanggal 8 Oktober, tapi karena hujan diundur ke tanggal 9) dari stasiun Ikoma, setiap jam ada bis gratis bolak-balik mengantar jemput para tamu langsung ke Chikurinen. Maklum, di ujung dunia jadi sulit transportasi biasa.
Pembuatan chasen memerlukan konsentrasi penuh tingkat tinggi, dari sejak memanen bambu, mengeringkannya di musim dingin, mematahkan dan membelah ujung-ujungnya dalam dua ukuran tertentu sesuai alur serat, menyerutnya dari bagian dalam dan menyisakan serat terkuat di sebelah luar, dan melengkungkannya dengan hati-hati dan penuh cinta ke dua arah yang berbeda.
Dan dari siang sampai sore, di bekas halaman Enrakuji, kuil yang telah terbakar, diselenggarakan Enraku Dairakukai, upacara minum teh yang menggunakan peralatan terbesar yang pernah ada... Chasen sebesar sapu lidi. Penyeduhnya pun harus laki-laki yang besar, tampaknya karena ibu-ibu berkimono mungkin bakal kurang tenaga untuk mengangkatnya...
Sesuai dasar-dasar upacara minum teh, yang dilakukan untuk bersantai, bersenang-senang dan bergaul, acara ini memang sangat meriah. Terutama, karena mengangkat cawan segede gentong harus dibantu oleh rekan di sebelahnya, namun sangat sulit mengatur ketepatan memiringkannya. Kabarnya, setiap tahun pasti saja kejadian orang berkimono yang bersikap rapi, ketumpahan juga.
Dan malam harinya, para tamu disuguhi sajian spektakuler seni instalasi penerangan lilin terapung dalam bambu di seputar taman hutan. Selain itu juga diselenggarakan pertunjukan kesenian adat dan konser harpa. Berhubung bulan Ramadhan tak bisa ikut minum di siang hari, para pribumi yang kasihan padaku, mentraktir secawan maccha di saat berbuka... Nyam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar