Entah mengapa, pohon ume mendapat peringkat ketiga dalam budaya Jepang, setelah Cemara dan Bambu (shou-chiku-bai).
Awal musim semi Kyoto disemarakkan oleh bunga ume yang berwarna aneka nuansa warna merah muda sampai putih. Tempat paling menarik untuk menikmatinya, terletak di Kitanotenmangu, yang setiap tanggal 25 Februari menyelenggarakan Baikasai (festival ume).
Tiap bulan tanggal 25, kuil ini juga menyelenggarakan bazaar Tenjinsan, maka hari ini pun bisa sekalian berputar-putar seharian penuh di sana, mengagumi barang loakan antik murah meriah.
Selain bunganya, buahnya yang sudah dijadikan asinan, Umeboshi, merupakan santapan sehari-hari penambah vitamin di Jepang. Biasa diletakkan di tengah nasi dalam bento, menampilkan lambang khas Jepang: Hinomaru.
Sekadar tambahan informasi gak penting:
Ume, biasanya diterjemahkan sebagai plum, sebenarnya sejenis aprikot. Plum sendiri di Jepang disebut lain lagi, sumomo.
Foto di samping ini, Sumomo Musume,gadisbayi penjual (???) buah plum di pedalaman jalur sutra Urumqi yang dikirim oleh salah seorang mantan murid bahasa Indonesia saya...
Pemerannya juga bernama-panggung "Umewaka"...
Dasar dari hutan bunga ume merah yang disebut dalam kisah ini kira-kira terletak di pelosok Nara.
When Manga meets Noh;
A touch of Takarazuka extravaganza