Minggu, 05 Desember 2004

Speculas Greenleaf

Tanpa terlibat dalam adat istiadat persantaan, aku percaya bahwa pendeta Nikolaus adalah orang alim yang menolong gadis-gadis dari ancaman pelacuran, dan tawanan dari hukuman yang tak adil, dan bahwa pengkultusannya sah-sah saja, karena memang sifat dermawannya patut diteladani.
Tapi ternyata beliau ini adalah tokoh berlatar belakang sangat rumit.


Virginia’s Letter vs Never-grew-up Ally McBeal


Tentu, sinema Hollywood adalah media yang paling berpengaruh bagi penanaman ideologi pada anak-anak masa kini.
Tahun ini meluncurlah film animasi terbaru berbintang Tom Hanks, Polar Express.

Sarana permainan edukatif untuk anak-anak juga banyak diciptakan, seperti Kampung Kutub Utara yang satu ini.

Dari mulut ke mulut, sampai yang terbit dalam ilustrasi buku yang beredar luas, baik sebagai sasaran empuk para seniman termasuk Norman Rockwell, maupun dalam kaitan penyebaran agama, si tokoh orang suci terpoles tambahan rekayasa yang membaurkannya dengan ketiga Magi yang menyambangi bayi Al Masih, dengan Odin atau Thor, dan dengan Poseidon.
Ternyata ada suatu norma tak tertulis di kalangan media massa Amrik dalam hal-hal yang berkenaan dengan Santa Claus, demi menjaga keindahan dunia kanak-kanak.
Itu disebabkan, St.Nicholas memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan Negara Amerika, sejak diperkenalkannya kultus terhadapnya oleh orang-orang Belanda. Kabarnya Lincoln menobatkan tokoh ini sebagai pelindung tentara Utara demi meluncurkan perang urat syaraf, sampai kemudian diangkat sebagai pelindung New York.

Tahun 1897, jawaban terhadap surat dari Virginia, seorang anak umur 8 tahun mengenai apakah Santa Claus benar-benar ada, yang dimuat di New York Sun, menjadi editorial yang paling dibahas abad itu.

Lalu bagaimana proyeksinya ke dalam sidang pengadilan?
Di dalam sebuah episode Ally McBeal, seorang anak menuntut tokoh masyarakat yang membuat pernyataan bahwa Santa Claus itu tidak pernah ada. Tetapi ketika pengacara mendesak, akhirnya si anak mengakui bahwa ia sebenarnya juga menganggap tokoh santa itu hanya rekaan konyol.
Si Ally sendiri, pengacara yang jadi tokoh utamanya, digambarkan sebagai yang terkorban dongeng Santa, Santa baginya adalah pelarian ketidakpuasan masa kecilnya, bahkan syarat suaminya juga harus orang yang percaya Santa.

CokeSantaDan tentu saja, yang paling mengesankan dan menyebar luas ke seluruh pelosok toko di segenap penjuru dunia, adalah tokoh Santa yang berjualan Coca-Cola.

Whenever there's Santa
There's always Ho-ho-ho,
Whenever there's fun
There's always Coca-cola.


Jelaga dan Deterjen


Di Belanda tempat asal-usul Santa, ternyata bentuknya lain lagi. Beliau tampil sebagai uskup tua yang datang setiap akhir November dengan kapal uap dari Spanyol mengendarai kuda bersama asistennya yang setia si Zwarte Piet. Anak-anak sekolah yang didirikan Belanda, di Indonesia pun kenal dengan acara ini.
Menurut pembelaan beberapa orang yang bahagia menikmati masa kanak-kanak di Belanda, penokohan Piet Hitam bukan hal yang SARA, karena justru lebih bersahabat daripada figur Sinterklaas itu sendiri, dia yang membagikan permen dan hadiah; ramah, lucu, akrobatik. Lebih jauh lagi, sifatnya yang pendiam (maksudnya karena gak bisa bahasa Belanda?) memberi kesan misterius dan EKSOTIK.
Tapi di Negara-negara lain, tokoh pendamping Santa malah dibentuk menyeramkan, seperti Knecht Ruprecht yang bertanduk dan bermata merah dan dirantai sebagai tanda kekalahan.
Atau dalih lainnya bahwa Piet Hitam itu bukan orang negro, hanya penyapu cerobong asap dari Italia abad pertengahan, pekerjaannya sehari-hari membuat kulitnya hitam legam (pitch-black), ahli keseimbangan karena terbiasa berjalan di atas atap.
Tapi kalau ia memakai busana abad pertengahan berwarna gemilang selagi berkutat dengan debu jelaga, tentu masyarakat abad itu punya resep rahasia deterjen yang telah hilang ditelan zaman.
Jadi ingat, saya pernah membayangkan Santa versi Indonesia itu berbentuk seorang Kris Biantoro... (Eh OOT, ingat deterjen, ingat shampoo. Sudah pernah nonton Rrrrrrrr gak? Lucu juga tuh.)
ZwartePiet

Revolusi Zwarte Piet, bisa dinikmati di video ini.






Konspirasi Dokter Gigi?


Adat istiadat mempersembahkan wortel (yang tentu saja, bagi anak-anak memuakkan) ke dalam kaos kaki atau sepatu bots yang digantungkan untuk kudanya Sinterklaas, keesokan hari akan berganti dengan cokelat dan permen pepernoten. Ini mungkin bisa dipahami sebagai konspirasi antara pabrik permen cokelat kue dengan... Dokter Gigi!!! Supaya prakteknya laku! Saking banyaknya anak-anak yang merusak gigi karena menghindari sayur-mayur dan ketagihan cemilan manis.

Speculaas, alias Speculatie, alias Sinterklaas cookie


Untuk persediaan seminggu

  • 4 cangkir mentega hambar, dilembutkan
  • 2 sdm sari vanili
  • 4 cangkir gula pasir
  • 5 cangkir gula palem
  • 8 butir telur dikocok ringan
  • 14 cangkir tepung terigu
  • 2 sdm soda kue
  • 2 sdm kayu manis
  • 1 sdm biji pala
  • 1 sdm cengkeh
  • jahe secukupnya (2 sdt)
  • adas manis secukupnya (2 sdt)
  • garam secukupnya (1 sdt)
  • 2 cangkir almond iris
Campurkan mentega dan vanili dengan kedua jenis gula, aduk sampai ringan dan gembur.
Tambahkan telur kocok, aduk rata. Ayak tepung dan bumbu-bumbu, aduk ke dalam adonan mentega. Taburkan irisan buah badam dengan tangan agar tidak hancur. Pisah-pisahkan menjadi enambelas bagian rata, diamkan semalam. Panaskan oven sampai 180oC. Giling masing-masing adonan setebal kurang dari 1 cm, lalu potong-potong atau bentuk dengan cetakan kincir angin, ayam jago, atau sinterklaas. Bakar sekitar 1/4 jam dan simpan dalam kaleng tertutup.


Dari komposisi ini, artinya kedatangan Sinterklaas dirayakan dengan menikmati sejenis kue, yang bumbu-bumbunya adalah pampasan perang salib di Spanyol, dan dalam perkembangan sejarah menjadi Hasil Tanam Paksa di Indonesia. Iyeeeey. Yang jelas, kue ini lezat abissss, entah mengapa akhir-akhir ini kalah pamor sama chocochip.

Makhluk Hijau


Terus mengapa judulnya Speculaas Greenleaf, padahal gak ada dedaunan hijau yang terlibat langsung di adonan ini, adalah disambung-sambungkan (maksa) dengan tuntutan orang-orang yang merasa tersinggung dengan fenomena Zwarte Piet, yang mengakibatkan berubahnya tokoh ini menjadi makhluk berwajah hijau yang bukan hitam lagi (Hijau? Shrek? Mending kalau Piccolo atau Oscar The Grouch...).
Mungkin maksudnya, supaya lebih Environment Friendly, begicu...

Bahkan di Amerika si hijau resmi menjadi elf, makhluk halus dalam mitologi Eropa kuno, yang menjadi pegawai perusahaan mainan di Kutub Utara. Kalau di filmnya Arnold Schwatzeneger Jingle All the Way sih tetap saja punya kelakuan menyebalkan.
Entahlah dengan film-film yang lebih baru, Elf mungkin lebih ramah.

Tapi, terjebak fenomena LOTR, malah kebayang makhluk sekeren (=ini sih cuma kata orang, bagiku dia gak keren lah) Orlando Bloom jadi pesuruhnya Santa... Wah tambah beken lah si kakek merah ini.

Yah, sebenarnya soal perlambangan yang diada-adakan sih, bukan hanya Natal, Idul Fitri juga gak kalah heboh. Entah mengapa pasti ada kubah, palem dan unta... Demi menguras uang THR...

Tidak ada komentar: