Beliau adalah ahli mikrobiologi Jepang pertama yang mendunia. Meneruskan kuliah ke Amerika, beliau mempelajari racun ular, vaksin cacar, diagnosa trakoma, kemudian menemukan bakteri penyebab siphilis, serta meletakkan dasar berbagai metoda ilmiah dalam bidang imunologi. Sempat masuk nominasi penerima hadiah Nobel. Tragisnya, beliau meninggal di Ghana Afrika gara-gara tertular saat meneliti penyakit kuning. Ucapan terakhirnya, "aku tak mengerti."
Biografi masa kecil Noguchi Hideyo mudah kita temukan di buku-buku teks pelajaran bahasa Jepang. Bagaimana Seisaku (nama lahirnya) kecil belajar keras dengan tangan kirinya yang cacat terbakar api di usia dua tahun, sambil menahan cemoohan dan gencetan.
Berkat bantuan guru dan teman-temannya di sekolah menengah,
ia berhasil dioperasi sehingga tangan kirinya bisa bergerak lagi.
Peristiwa itu mendorong dirinya untuk mempelajari ilmu kedokteran.
Kebanyakan narasi yang beredar menggambarkan betapa besarnya sosok sang ibu dalam membentuk sang putra menjadi orang hebat, dan menghapus sosok ayah yang pemabuk dan penjudi.
Ada yang mengatakan, seperti halnya kisah Kartini disebarluaskan oleh para pendukung politik etis Belanda, kisah keteguhan hati ibunda Noguchi ini dimanfaatkan pemerintah untuk propaganda "ryousaikenbo" baik di zaman sebelum maupun sesudah perang.
Sebagai sarana memperkuat perempuan untuk menjadi ibu yang bertanggung jawab, dan memberikan perempuan status sosial yang mengabaikan dasar-dasar otoritas patriarki... tsaah.
Menurut Sensei Bahasa Jepangku dulu, sebenarnya Noguchi Hideyo tidak pantas dianggap sebagai pahlawan patriot bangsa karena beliau adalah tipikal ilmuwan yang pikirannya hanya terkonsentrasi ke penelitian yang ada di hadapannya. Andaikan saja sang ibu yang cenderung tunaaksara tidak memaksakan diri menulis surat ke Amerika dengan huruf katakana dan hiragana, beliau pasti lupa mudik dari pengembaraan selama 15 tahun itu.
Orang-orang kagum dengan kesuksesanmu. Saya sangat bangga.
Kepada Kannon Nakata, setiap tahun saya bertapa. Sebagaimanapun belajar, takkan ada habisnya.
Ada masalah kah di Iboshi? Kalau kau datang, buatlah alasan.
Di musim semi, semua pergi ke Hokkaido, saya kesepian.
Saya mohon, kembalilah segera.
Saya tidak bilang ke siapa pun dapat uang.
Kalau saya beritahu akan ditelan oleh mereka.
Kembalilah segera. Kembalilah segera kembalilah segera.
Kembalilah segera. Ini keinginan sekali seumur hidup.
Saya berdoa ke arah Barat. Saya berdoa ke arah Timur.
Saya berdoa ke arah Utara. Saya berdoa ke arah Selatan.
Tanggal satu saya puasa garam.
Dan kepada eisho-sama, tanggal satu saya juga berdoa.
Walaupun melupakan yang lain, yang ini tidak dilupakan.
Saya melihat foto. Kembalilah segera.
Beritahu saya kapan kau akan pulang.
Saya menunggu jawaban, sampai-sampai tak dapat tidur.
Kata-kata yang sungguh menyayat hati.
Masih untung setelah menerima surat itu, beliau tergerak pulang, walaupun hanya sekali namun disorot heboh oleh media Jepang, sehingga beliau tak perlu menyandang gelar Malin Kundang.
Bagaimanapun juga tetap saja, pengaruh sosok Noguchi Hideyo telah mengakar di dalam hati "anak-anak abad 20" itu.
Maka demi memperingati beliau, kabarnya mulai tahun depan Jepang bermaksud menyelenggarakan Hideyo Noguchi Prize for Africa, yaitu sebuah penghargaan bergengsi sekaliber Nobel, dikhususkan pada bidang kedokteran dan pelayanan medis melawan penyakit infeksi, dengan hadiah sebesar 100 juta yen.
Sedikit terlambat dari Kartini yang telah beberapa kali muncul dalam lembaran mata uang rupiah, wajah Noguchi juga mulai menghiasi lembaran 1000 yen, menggantikan Natsume Souseki sejak 2004.
Dan entahlah karena tergelitik oleh bentuk rambutnya yang aneh nyaris sekaliber Einstein, orang-orang Jepang tiba-tiba bersemangat melipat uang seribuan itu untuk membentuk serban atau tutup kepala lain yang unik-unik bagi Noguchi. Istilah kerennya, Turban Noguchi.
Koleksi gaya Noguchi (dkk) bisa dilihat di sini.
Buku panduan teknik melipat berbagai macam serban untuk beliau, Osatsu de Origami: Tuerban Noguchi no Tsukurikata terbit bulan lalu.
video: cara membuat Tuerban Noguchi, dengan bonus:
parodi origami oleh Rahmenz Japan Culture Club, dan
liputan 3 besar origami tercanggih dunia karya Kamiya Satoshi
Sayangnya, pada kebanyakan uang rupiah lembaran, rata-rata penghuninya sudah berserban ataupun berpeci.
Seandainya uang rupiah bergambar Kartini masih banyak beredar, tentu aku akan berusaha menutupi keningnya yang nongnong dan memasangkan selendang, kerudung, ataupun topi petani...