Senin, 09 April 2007

Menara Matahari ・「太陽の塔」

Seharusnya minggu ini aku menelusuri jejak langkah tahun 1997, sepuluh tahun yang lalu (!!!) mengenang saat pertama kali mendarat di bandar udara internasional Kansai, dan berjumpa dengan benda menyeramkan yang sering menghantui mimpiku: Taiyou-no-Tou.

taiyounotouTerutama tahun pertama, selama masa bertapa di asrama gunung Minou, Banpaku Kinen Kouen (Expo'70 Memorial Park) nyaris menjadi tempat wisata satu-satunya.
Di sana ada museum, taman bermain, sarana olahraga dan kebun bunga. Untuk mencapainya, kita menggunakan monorel.
Berbagai kegiatan yang diselenggarakan di sini sering aku ikuti, namun saking seramnya pada wajah yang mirip lukisan Picasso itu, tanpa sadar aku selalu menghindari menara matahari ini.

Bahkan sampai lupa bahwa ternyata di antara selemari foto-fotoku, aku sempat juga beberapa kali dijepret dengan latar belakang menara matahari ini. Misalnya foto sebelah dipaksa bergaya oleh Pak Baskoro AR-ITB di sela-sela acara barbecue musim gugur bersama PPI Osaka dan Konjen RI, foto di tengah merayakan selesai ujian bahasa bersama Surya dan Caroline, dan foto paling bawah saat jelang musim panas mengunjungi museum etnologi bersama host family dan rekan seasrama.

taiyouumeBarulah sejak terbenam dalam ketegangan horor manga 20th Century Boys, dan merasakan euforia antre berdesak-desakan di Aichi Banpaku (Expo'05), aku bisa mulai memahami dan menghargai betapa pentingnya keberadaan monumen surealis karya Okamoto Taro ini bagi masyarakat Jepang pada umumnya, dan anak-anak masa itu pada khususnya: dalam romantisme mengangankan Abad 21.

Selain itu, kesan seram yang aku peroleh dari Menara Matahari membuktikan keberhasilan sang seniman menerapkan teori beliau: seni masa kini itu tak boleh rapi, tak boleh indah, tak boleh nyaman.

Sesuai dengan tema Expo'70, "kemajuan dan keselarasan manusia", menara ini punya wajah picasso di muka (masa kini), wajah hitam di punggung (masa lalu), wajah keemasan di puncak (masa depan), lalu kabarnya pernah ada wajah tambahan yang telah hilang di dasar bangunan.
Di dalamnya ada "pohon kehidupan" yang menampilkan berbagai tingkatan keanekaragaman hayati.
Entahlah kalau memang ada Bom Antiproton tersembunyi di sana... (eh itu sih di menara matahari versi tokyo 2015 yah)



banpakukoen

Ngomong-ngomong soal masa lalu: jadi ingat bahwa sastra pertama yang menjadi kegemaranku di masa balita adalah karya Ajip Rosidi (sastrawan yang kebetulan juga pernah di Minou) lama bermukim, buku kumpulan puisi berjudul "Sajak-sajak Anak Matahari".

Ngomong-ngomong soal masa kini: gagal napak tilas 10 tahun, aku mundur 3 tahun lagi ke belakang, kembali bergadang di gunung untuk menunggui anak-anak itu menyambut pagi sambil terharu biru menyanyikan lagu "Mentari, menyala di sini..."

Ngomong-ngomong soal masa depan: kebetulan aku baru mendoakan, semoga film karya seorang teman tak perlu bernasib harus mengulang penjelasan judulnya berkali-kali di tengah cerita gara-gara kebagian digarap oleh sutradara film "Mengejar Matahari".

Tidak ada komentar: