Entah karena aku terlihat punya problem berat badan atau ketahuan gemar makan, petugas tempat penyewaan DVD tiba-tiba menyodorkan Supersize Me!.
Ternyata ini dokumenter yang menyelidiki segala problematika obesitas (penyebab kematian nomer 2 setelah merokok) pada masyarakat Amerika akibat makanan-minuman bermerek cepat saji, terilhami sebuah kasus pengadilan dua orang bocah kegemukan menuntut McDonalds baru-baru ini. Sang sutradara sendiri nekad menjadi marmut percobaan melakukan McDiet selama 30 hari, sambil mempertanyakan sejauh mana semestinya tanggung jawab pribadi berakhir dan tanggung jawab korporasi dimulai dalam sistem produksi konsumsi.
Dikemukakan bahwa merajalelanya bisnis McD (sebagai contoh utama, dan tentu saja makanan kalengan lain juga: KFC, Pizza Hut, Wendy's, Taco Bell, Dunkin Donuts, Hershey, Dannon, Kraft, dst) adalah karena keberhasilan mereka menyusupkan ideologi busur-busur emas tersebut di sela-sela patriotisme dan religiusitas, melalui:
- Kemudahan memperolehnya, kapan saja, di mana saja, dalam waktu singkat. Restoran McD 24 jam nonstop telah tersebar di setiap kelokan jalan di berbagai penjuru kota seluruh dunia: termasuk Rumah Sakit! Setidaknya, kalau jantungan bisa segera diperiksa...
- Gencarnya pariwara nan membahana. Seandainya Britney Spears promosi kubis, atau Michael Jordan promosi jeruk, tentu perkebunan sayur-mayur dan buah-buahan bisa naik pangkat dan dicintai masyarakat;
- Kuatnya lobi-lobi politis ke gedung putih. Usaha memamerkan kontribusi mereka ke masyarakat agar pemerintah merasa butuh mereka sebagai rekanan bisnis, sehingga perundangan tidak menghambat, dan justru cenderung mendukung dan memihak;
- Serta... tet-tet teeret, tet-tet teeret.. indoktrinasi McAnak. Sebut saja: McKid's Happy Meal, Arena bermain, Badut Ronald, Layanan Pesta Ultah, kartun-kartun di televisi dan segala merchandise yang berasal dari tokoh-tokoh Disney. Anak mana yang, sekali berbelanja di sana, tak tergiur dengan pemanjaan seperti itu?
Sementara keju mengandung kasamorfin, Coke-nya mengandung kafein, tak bakal tertahankan oleh tubuh dan otak anak-anak kecil. Belum lagi MSG yang terkandung dalam bumbu garam dan saus. Generasi masa kini yang tumbuh besar dalam lingkungan McD dkk akan ketagihan tanpa sadar untuk menyantap habis hidangan berukuran supersize tersebut dengan pertimbangan McEnak, McMurah McMeriah, sampai mengabaikan McEneg dan McMuntah. Selanjutnya, kebiasaan ini terbawa ke menu kantin sekolah bahkan rumah...
Suatu saat aku dimintai tolong teman untuk menanyakan daftar bahan dari menu McD Jepang ke petugasnya, yang melayani dengan ramah, segera menjawab bersemangat: "Orang Islam bisa makan deh," (Oi sok tahu banget sih, kami kan belum mengaku muslim) "Produk kami tidak mengandung babi! Minyaknya dari sapi..." Tapi mungkin itu belum cukup meyakinkan para pemeluk teguh, apalagi saat itu sedang berjangkit pula McD (Mad Cow Disease, yahaha nyambung gak yah). Maka teman-teman undur diri dengan nyengir lebar, "Maaf, bukan begitu, tapi kami vegetarian..." Alasan seperti ini mungkin sudah tidak berlaku lagi, karena kabarnya McD sudah mulai menyusun menu vegetarian (memenuhi tuntutan zaman?).
Bagaimana dengan di Indonesia? Label halal, demi omset tinggi, tentu segera diurus dengan mulus, mencegah kecurigaan yang merugikan. McD Indonesia membanggakan diri sebagai restoran pertama yang memperoleh sertifikasi LPPOM MUI tahun 1994. Saat krisis 98 lalu, agar tak kena jarah, toko-toko McD ditulis pamflet besar-besar: Milik Muslim (yahaha, sayang aku tak sempat lihat). Sebuah sudut di dekat wastafel ditutup dengan tirai merah-kuning dengan petunjuk yang jelas: McMushala. Kita bisa tetap menegakkan ibadah walaupun di tengah hiruk pikuk dugem! Ada kenalan yang bergerak di bidang kesejahteraan sosial, kegiatannya mendapat dukungan McDuit dari sang direktur, katanya sahabat di pengajian. Tapi, seberapa jauh kadar halal sesuai fiqh yang berlaku saat ini, akan menjamin kelurusan jalan hidup para penganutnya?
Sedemikian tak berdayakah strutur ekonomi ZIS terhadap konsumerisme konsumtif, sampai-sampai cara efektif mendulang uang harus melalui franchise fastfood berlabel "F for Fat", atau setidaknya dengan meneladani sistem bisnisnya, meluncurkan tiruan semacam "MQ Denok" atau "Mecca Danar" disertai pelayanan dan pengerukan keuntungan yang serupa...?
Maklumlah, siapa pula yang tidak tertarik mengenyam ransum astronot, kan keren, jadi serasa hidup di bulan. Atau bergaya Richie Rich.
1 komentar:
Saat lagi selera nge-junk food pun McD adalah alternatif yang gak dipilih, hehe..
Kagum juga bisa membahas dan memojokkan McD sedemikian rupa di film itu. Dokumenter propaganda lagi-lagi
Posting Komentar