Kamis, 21 Oktober 2004

Lantunan itu...

Angin meniup dedaunan momiji memerah.
Kereta-kereta listrik berlalu riuh rendah.
Televisi menyiarkan variety-show meriah.
Namun, selapis sunyi mengambang di udara.

Mungkin bukan karena teguhnya keyakinan.
Mungkin bukan akibat ketaatan menjalankan.
Mungkin hanya sekedar kerinduan.
Akan rutinitas keseharian yang terputus tiba-tiba.

... Senyap mencekam dalam gelegar.
Andai, desah shakuhachi bisa terdengar.
Atau mantra lotus sutra di taman-taman sekitar.
Namun terlalu malam untuk bertandang ke luar.

...
...
... Ah? Masa. Bukan! Tetapi??? Lantunan itu!!!
Seluruh penghuni Bambumuda muncul menghambur.
Ah, sou, -tersenyum satu sama lain-, sudah musim gugur.
Setidaknya sampai musim dingin berakhir, suara ini akan menghibur.

Mengalun merdu.
Menggema syahdu.
Menebus rindu.


Yaaaakiii imoooooooo!!! Ishi yaaaaaki imoooooooo... ... ...

Membangkitkan kenangan.
Seakan adzan Isya berkumandang.
Walaupun sama sekali gak nyambung.


Yaaaakiii imoooooooo!!! Ishi yaaaaaki imoooooooo... ... ...

Memanjakan telinga, lidah, dan hati sepi.

(Uuuubiii bakaaaarrrr!!! Uuuubiii bakar batuuuu!!! Tohoho(^^;w)

Bagi semua pendatang baru, yang masih sering tertipu:
Mari berharap
penjaja ubi 100yen yang dibakar pakai batu hitam panas itu,
akan berkeliling juga dini hari, menemani kita sahurrr!!

1 komentar:

cselvalva mengatakan...

Dramatis amat, ubi bakar doang. Enak kali yah?