Petir muncul sebagai sebuah perlambang kekuasaan dalam berbagai kepercayaan. Zeus alias Jupiter, pemimpin dewa-dewi Yunani-Romawi di Olympia, adalah dewa petir. Bahkan dalam QS 13 ayat 13 pun tercantum:
Dan guruh bertasbih dengan memuji Allah... demikian pula para malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang ia kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dialah yang paling keras siksaannya.
God-Ener si manusia petir, dengan daun telinga yang terjulur dan cara tertawanya yang lepas, merupakan salah satu tokoh antagonis kegemaranku dalam One Piece episode pulau langit (25-32). Dari jurus-jurusnya, bermunculanlah semua nama dewa Petir dari aneka peradaban di segenap penjuru dunia. "Mamalagan!" "El Thorrr!" "Amaru!" "Hino!"
Sosoknya dimanfaatkan sang pengarang sebagai pembahas filosofi ilmu kepercayaan:
"Akulah Tuhan."
"Tuhan, adalah semata perwujudan Rasa Takut."
Mungkin dia kehilangan keseimbangan (biasanya raijin dewa petir selalu bersanding dengan fuujin dewa angin, kali ini dia bertingkah sebagai Tuhan Yang Maha Esa) sehingga menjadi otoriter begitu. Dari jurus-jurusnya, bermunculanlah semua nama dewa Petir dari aneka peradaban di segenap penjuru dunia. "Mamalagan!" "El Thorrr!" "Amaru!" "Hino!"
Cerita punya cerita, ternyata ia bisa dikalahkan oleh musuh alami, si Luffy manusia karet. (Hmmm... padahal sebenarnya dalam tegangan tinggi, karet yang semula bersifat isolator, akan berubah menjadi konduktor yang sangat handal...)
Pakaian celana batik parang rusak yang serasi dengan gaya cueknya, mengingatkanku pada Andre. Sambil melangkah gontai ke kuliah bahasa dia berkata ringan: "Lihat, saya pakai Indonesian Pajama."
Teman seangkatan program beasiswa dari Brazil ini pulalah yang berkoar-koar: "Elektro adalah jurusan terhebat di seluruh dunia!" Tapi karena kemalasan yang bertubi-tubi, kuliahnya tampak amburadul...
Sehebat apapun jurusan Elektro seperti dia kata, tetap belum berhasil mengolah energi petir yang sedemikian besar namun sesaat dan acak, dan masih berkutat mengatasi ancaman petir terhadap stabilitas benda-benda elektronik yang menunjang hajat hidup kita.
Mungkin memang aku kurang menghargai jurusan yang aku pilih hanya berdasarkan kepraktisan: karena difavoritkan oleh sebagian besar teman SMAku, sampai mereka berjibaku demi lulus UMPTN ke sana, dan berhasil memenuhi 25% bangku jurusan tersebut. Lumayan kan, cukup banyak stok kenalan yang bisa dimintai contekan... (^_^;
Secercah penyesalan tumbuh ketika menemukan bahwa kebanyakan mahasiswa di situ menganggap bahwa Elektro dengan huruf "o" di akhir kata, merupakan penegasan bahwa kepemilikan jurusan ini terletak pada suku mereka, Jawa... tohohohoho...
Setelah menjelaskan prinsip dasar Wawasan Nusantara untuk kelima kalinya dengan persis sama, Dosen Kewiraan kami, seorang pensiunan ABRI, kakek ompong dengan senyum sangat manis, menceritakan betapa dia bangga mengajar di kelas TPB kami, karena : "Saya jadi tak perlu menerangkan lebih terperinci, soalnya kalian kan anak-anak Elektro: Elek-elek, Maestro! hiehiehie..." Arrrgggh...
Tapi ada di antara teman-teman, yang memang telah tertakdirkan untuk masuk Elektro: Di antaranya, Arrester (perempuan lho ini) arti namanya, penangkal petir... Bahkan ia pun masuk subjur A alias Arus Kuat (sekarang istilahnya sudah berganti: Tenaga Elektrik = Power Engineering, tetap saja angker sih).
Kebetulan pada suatu liburan 1999, sehabis lari pagi, aku tergugah untuk ikut segerombolan cowok-cowok A yang kepergok di kampus, hiking ke Tangkuban Perahu melihat penangkal petir milik PLN di sana.
Hihi, sebagian pakai jaket subjur, sementara sebagian lagi termasuk aku masih mengenakan training angkatan, kayak anak panti asuhan saja.
(Sebelum berangkat, semua orang yang hisashiburi ni kutemui selalu menyapa, "Eh, kok jadi gendut? Tapi tambah putih ya." Dan turun gunung berubah menjadi : "Hai, kamu merah sekali ya..." Gubrag deh. Mungkin krim sunblock memang merupakan benda penting...)
Kembali ke tema semula, selama perjalanan aku sempat berpikir, seandainya dulu terus bertahan di EL, jangan-jangan aku bakal jadi cewek A juga. Tapi tak tahunya sesampainya di kawah, mereka batal mendaki sampai ke penangkal petir, dan memutuskan untuk turun lagi entah karena takut aku lelah, atau selama perjalanan memang menyesuaikan diri denganku, memperlambat langkah (sambil foto-foto pula... yahaha sempat-sempatnya padahal belum pada mandi... sssttt). "Achso, jadi, ini zona cowok. Cewek dilarang masuk, begitu kah?" "Bukan, kita memang berangkat kesiangan karena susah kumpulnya, lagian kan kami ke penangkal petir itu bisa kapan-kapan, tapi kamu cuma bisa ikut hari ini. Wisata saja lah. Kalau kemalaman pulang nanti repot."
Hal yang harus bisa kau eksploitasi di lingkungan cowok, kesempatan dimanja.
Kali ini pengalaman seorang tokoh berkekuatan supranatural Petir (ah tema yang sudah muncul bahkan di Warkop DKI), diluncurkan Dewi Lestari dalam Supernova 2.2 yang telah tertunda cukup lama. Mencoba memberi makna lain pada pencarian jati diri dan spiritualitas.
Entah karena suasana yang ditangkap itu sangat Bandung, entah karena sedang berusia sepantaran dengan sang tokoh (QLC gitu), alur cerita kali ini terasa lebih asyik (walaupun mungkin lebih ringan) dibandingkan dua sebelumnya.
- Warnet. Seorang seniorku di SMA, tukang nongkrong brilian yang sebenarnya berminat kuliah Ekonomi, atas tekanan orang tuanya berhasil lulus UMPTN ke EL ITB, drop out karena berontak, lalu tembus lagi ke Fasilkom UI, dan kabur lagi, kabarnya sedang giat menekuni bisnis satu ini. Adikku pun sedang merintis
Cikutra Popusaha semacam ini. - Distro. Berjubelnya Factory Outlet dengan desain kreatif di sepanjang Bandung yang membuatku tercengang-cengang ketika pulang liburan, mengundang orang-orang Jakarta untuk selalu berakhir pekan ke Bandung sampai-sampai perlu pengaturan pemda membentuk aliran Wisata FO agar lalulintas bisa berjalan lancar.
- Bangunan Belanda. Ini bidang adikku, ia sedang mengincar tempat nongkrongnya yang sudah kucel untuk dipermak menjadi studio, sekre PA, atau tempat kursus.
- Napoleon. Napoleone yang asli, kabarnya pernah memenangkan perang karena armada lawan terkena petir, tapi sayang, tidak dipermasalahkan di buku ini. Kok suka ya, orang tua memberi nama yang hebat-hebat begitu, masih mending kalau cari hoki, tapi kan kehidupannya berakhir tragis... Nama yang hanya disebut sepintas di buku ini (apa gak bakal muncul di episode selanjutnya?), mengingatkanku pada seseorang bernama sama di Tokyo (yang aku gak kenal sih) yang dicemburui oleh seorang teman yang sudah PhD tapi masih krisis PD, karena Napoleon malah lebih laku daripada dia, katanya, dan entah mengapa tak ada angin tak ada hujan, dilaporkan padaku, kurang kerjaan atau kurang bahan pembicaraan saja mungkin... Tapi kalau gak salah, berbeda dengan Bonaparte yang gempal dan tembem, Leo yang satu ini ceking dan tirus. Entah kalau tambah makmur. (Buat yang kenal, harap dikoreksi... Yahahahaha)
- Cilok. Iya, di Gombong ada cilok, tapi entahlah mengenai aci dicolok. Yang pasti ada, Cinta Lokasi.
Namun di antara ketiga tokoh ini, ternyata tak satupun diasosiasikan kepada Electra Complex, penamaan Jung terhadap semacam Oedipus complex versi perempuan yang diajukan oleh Freud. Kalau gak salah (hasil pemahaman kuliah seishinbyorigaku yang bikin linglung itu) kira-kira: Menyimpan kekaguman bahkan rasa cinta kepada ayahanda, dan malah menyalahkan sang ibunda karena dirinya terlahir tidak sebagai lelaki.
Keberadaan gangguan psikologis ini diragukan oleh khalayak ramai (termasuk aku), karena hanya mungkin terjadi dalam lingkungan budaya yang memuja superioritas lelaki di atas perempuan secara berlebihan, dan tidak berlaku dalam keadaan normal ketika perempuan mempunyai hak yang seimbang dengan lelaki. Lain halnya dengan Oedipus Complex yang dalam tingkat ringan bisa timbul karena sebab-sebab yang jauh lebih alami (???)
Hubungan dengan feminisme yang paling dekat, mungkin adalah Electra sebagai nama pesawat yang dipiloti oleh Amelia Earhart, perempuan pertama yang mengelilingi bumi melalui jalur udara, dan menghilang secara tragis di samudra pasifik, sampai timbul rumor: mungkin ia selamat dan membelot jadi mata-mata... Maklum zaman perang dunia.
Bicara lagi tentang gender, hebat juga lah Indonesia sempat dipimpin oleh perempuan. apa pun pro dan kontranya. Berada di ujung tombak itu melelahkan dan penuh pengorbanan, tahu.
Terlepas dari sosok ayahanda, mungkin mantan Presiden kita juga beruntung dari nama beliau (adik angkatan di EL kabarnya juga ada yang bernama sama!). Karena if you were crossing the t instead of dotting the i, kita akan memperoleh nama satuan listrik yang berarti: Sejuta Daya.
Dan seperti OASIS yang terngiang-ngiang di telinga ketika menghadapi berita-berita pemilu:
She's electric
She's in a family full of eccentrics
She's done things I've never expected
But it was nothing to do with me
And I want you to know
I've got my mind made up now
But I need more time
And I want you to say
Do you know what I'm saying
But I need more
'Cuz I'll be you and you'll be me
There's lots and lots for us to see
Lots and lots for us to do
She is electric
Can I be electric too?
Selamat ulang tahun deh buat Dee dan bu Mega.
2 komentar:
Sebuah tulisan yang liar. Isinya meloncat-loncat. Mungkin seperti kilatan-kilatan petir yang memang bukan lampu sorot siang hari bernama matahari atau lilin malam bernama rembulan. Entah apa pesan yang mau disampaikan penulis. Apakah kebingungan mencerna filsafat dibalik studi EL? Ada pemberontakan gender atau malah wujud over-confidence sebagai perempuan?
Imajinasi liar dari petir, listrik ... merambah berbagai persoalan yang dialami penulis seputar 2 kata ini. Cerita perjalanan di tengah para lelaki, sekedar iseng mau lihat pembangkit listrik (?) sampai sekeping komik Tintin yang enggak lepas dari masalah listrik atau tokoh film yang kebetulan bernama "listrik" dan seorang presiden (perempuan!) yang juga "listrik" ...
Entah apa pesan penulis. Semoga ia listrik yang memberi daya dan terang. Asal jangan kort-sluiten aja, sebab bisa bikin kebakaran.
Assalamualaykum Kanti...masih di jepang?
saya Hery Darmawan...Aroes Koeat'96 ...masih inget ?
ndak sengaja nemuin blog ini....liat foto temen2 di tangkuban perahu, jadi inget masa2 indah nongkrong bareng anak2 A ;)
warmest regards dari Curepipe,
Hery
Posting Komentar