Jumat, 13 Januari 2006

Dearuki-zoku

darthvaderhandphone
Ketergilaan terhadap telepon genggam yang laris manis seperti pisang goreng selama bertahun-tahun mengubah orang Jepang menjadi monyet.


Masataka Nobuo, seorang professor di Institut Riset Primata - Kyoto University (dalam lingkup Kyoto University, tapi sebenarnya letaknya di propinsi Aichi, daerah Inuyama-red) dan pengarang buku laris Keitai wo Motta Saru (Monyet bertelepon genggam), mengatakan pada majalah Sapio (11/23) bahwa penemuan telepon genggam telah membuat kaum muda Jepang menjadikan diri mereka monyet, meniru perilaku simpanse.
Menurut beliau, kaum muda Jepang telah kehilangan kemampuan membedakan antara ruang pribadi dengan ruang publik. Beliau juga menambahkan bahwa mereka telah membentuk apa yang disebut dearuki-zoku (apa yah, istilahnya, suku melalak gitu kali yah).
"Telah ada peningkatan yang dramatis pada dearuki-zoku. Mereka tidak makan di rumah dengan anggota keluarga lainnya, dan anda bisa melihat dengan mata kepala sendiri peningkatan kaum muda yang nongkrong bareng di pinggir jalan dengan teman yang itu-itu saja," jelas Masataka pada Sapio. "Mereka mendaulat tempat seperti Shibuya sebagai wilayah mereka dan sangat jarang pergi ke tempat lain, bahkan tidak ke Shinjuku ataupun Harajuku (daerah pertokoan dan hiburan dekat situ juga). Mereka malas pergi ke tempat baru atau bertemu orang baru. Bila mereka lapar selama berputar-putar di sana, mereka tinggal pergi ke kombini (convenience store, toko kelontong) terdekat membeli sesuatu dan duduk di luar memakannya. Kalau tidak, mereka nongkrong berjam-jam di jaringan kedai cepat saji.
Sang spesialis primata menyimpulkan bahwa aksi dearuki-zoku ini serupa dengan pola perilaku simpanse, yang cenderung bepergian dalam kelompok, berjalan keliling dalam waktu yang lama tanpa tujuan tertentu, kemudian makan dan buang air di tempat yang sama sebelum tidur di timbunan rumput kapan saja dan di mana saja mereka membutuhkan.
"Kemampuan nongkrong di jalanan seperti ini muncul hanya karena penciptaan teknologi telepon genggam. Orang tua membiarkan anak mereka keluar karena mereka merasa mereka hanya berjarak satu panggilan telepon. Dan bahkan bila anak itu tidak pulang ke rumah, mereka tidak berusaha menelepon karena percaya telepon genggam sang anak menawarkan jaringan yang tak terputuskan," jelas Masataka. "Namun, di balik perasaan aman ini, terbentang putusnya komunikasi antara anggota keluarga. Telepon genggam membuat itu mungkin untuk menghubungi anggota keluarga ataupun bagian masyarakat lainnya 24 jam per hari, dengan drastic merubah alam hubungan yang diciptakan oleh manusia sepanjang evolusi mereka."
Masalahnya, catat Masataka, walaupun memiliki alat canggih ini, hanya secuil komunikasi nyata yang berlangsung dengan orang tua atau anak yang jarang menelepon satu sama lain.
Masataka menambahkan bahwa kecenderungan kaum muda untuk segera kehilangan kesabaran, juga terbawa dari naluri primata yang muncul karena penggunaan berlebihan terhadap telepon genggam yang menghentikan orang berbicara akibat kemudahan mengirimkan pesan tertulis yang membuat mereka lebih emosional dan tak mampu mengungkapkan perasaan dalam logika kata-kata.
"Kera akan tiba-tiba menyerang orang yang memandangi mereka. Secara alami, kera tidak mampu berbicara dan mereka mengungkapkan perasaan dengan satu-satunya cara yang mereka bisa. Manusia yang pemarah juga melakukan hal yang persis sama," kata sang primatolog.
Masataka menuding bahwa telepon genggam telah memeras kekuatan otak manusia karena fungsi memori menghapuskan kebutuhan untuk mencoba mengingat nomer telepon, dan fungsi GPS memastikan orang tak perlu mempelajari lingkungan sekitarnya.
"Telepon genggam kini melakukan tugas yang pernah diserahkan pada ingatan, seperti berpikir dan berbicara. Kalau ini terus berlangsung, manusia akan terus kehilangan kemampuannya berpikir. Teknologi Informasi mungkin telah membebaskan kita dari seluruh rangkaian beban sehari-hari, namun IT juga menarik kita turun. Secara kebetulan, satu-satunya masyarakat yang sedemikian terperangkap pada telepon genggam dan menggunakannya untuk mengirim mail sedemikian banyak, adalah orang Jepang," kata Masataka. "Beberapa mungkin mengkritik saya karena menyamakan perilaku manusia dengan monyet, namun secara telah sedemikian lama meneliti primata, saya bisa menegaskan bahwa ini adalah fakta bahwa kemajuan Teknologi Informasi telah membuat perilaku manusia menyerupai kera."

Catatan: Pernyataan yang disampaikan ke berbagai media massa tersebut dikritik oleh para koleganya sebagai terlalu mencari sensasi, dan hanya menjadikan kaum muda Jepang sebagai sasaran mengisi bakul nasi...
Buku terbarunya "Kangaenai Hito: Keitai Izon de Roukashita Nihonjin" (Orang yang tak berpikir: Orang Jepang yang mengalami kemunduran karena ketergantungan terhadap telepon genggam) dianggap sama sekali tidak membahas masalah baru ataupun memunculkan solusi baru.


(Jadi ingat menyalin ini gara-gara kemarin tiba-tiba kembali kasuat-suat sama si Howl, yang bisa dibilang sebagai pencerminan dari apa yang kini disebut "dearuki-zoku" itu... Rumah berantakan lah, saking pengecutnya pasang jimat di setiap sudut, tengah malam kabur pula mengendap-endap entah ke mana... yahahahahauuuru)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

demo machigatte ha inai toomoimasu yo..
bagi temen temen keitai = inochi tte kanji. sehari bisa puluhan bahkan ratusan mail.. jangan tanya kecepatan ngetik pake keitai.
bahkan sampe ada sensei yg jikken.. ngirim shukudai lewat keitai.. ee yg sebelumnya g pada ngerjain 100% ngerjain semua.. sugoi deshou..