Nattou bisa dibilang "Tempe Jepang", dibuat dari kacang kedelai yang dibusukkan dalam bungkusan jerami.
Bahan makanan ini memang yang paling mengundang reaksi ekstrem.
Nattou umumnya merupakan makan pagi rutin sebagai pengganti lauk orang Kantou (daerah timur Jepang: Tokyo dan sekitarnya) dan orang Hokkaido, bisa dirunut sejarahnya sejak sebelum zaman Edo.
Biasa diaduk dengan telur, mustard, shoyu, dan daun bawang untuk teman makan nasi, bisa juga dijadikan gunkanzushi (kapal perang) atau makizushi (gulung).
Namun, masyarakat di kampung halaman kedua saya, yaitu Kansai (daerah barat: Osaka, Kyoto dan sekitarnya), umumnya membenci nattou, mungkin karena sumber daya alam melimpah sehingga lebih banyak pilihan bahan makanan lain yang jauh lebih enak. Walaupun begitu mereka terkadang mengonsumsinya juga, karena dianjurkan sebagai menu makanan sekolah sesuai keputusan monbu(kagaku)sho (Kementerian Pendidikan Jepang).
Waktu saya di Kyoto, kebetulan ada pengrajin tempe profesional, menjual khusus di masjid dan tempat-tempat bahan makanan impor. Tapi karena repot memesan dan mengolah tempe, saya terpaksa mengganti menu dengan nattou, yah sekali seminggu dua minggu. Setidaknya nattou bukan berbau pesing seperti petai atau jengkol, sehingga saya masih bisa tahan walaupun sebenarnya tidak suka. Yang sulit hanyalah ketika meragukan apakah ada tambahan zat yang tidak halal sebagai pengawet atau pelembut.
Ternyata, bahkan Sensei (dosen) saya pun mengernyitkan dahi ketika memergoki saya sedang menyantapnya di kantin sekolah.
"Idih, kamu suka nattou? Dengan bau memuakkan begitu, mana benang-benang hifanya lengket menjuntai-juntai seperti ingus pula, menjijikkan! *Orang Jepang* saja benci, apalagi orang asing."
"Bukan begitu, sebenarnya tetap aneh sih terasa di lidah, tapi 'kan ini dibela-belain demi keseimbangan gizi, Sensei."
Awal 2007 ini, sebuah siaran televisi yang cukup ternama di Jepang, "Hakkutsu: Aru-aru Daijiten II" (Tergali: Ensiklopedia Ada-ada II) mengemukakan penelitian yang mencengangkan:
Bahwa dengan mengonsumsi nattou dua porsi setiap harinya setelah dikocok dan didiamkan selama 20 menit, zat-zat yang terkandung di dalamnya akan meningkatkan metabolisme tubuh sedemikian rupa, menurunkan berat badan 3-4 kilogram hanya dalam dua minggu, dan membuat awet muda!!!Oh betapa idealnya.
It's smelly, slimy and Japan can't get enough...
Setahu saya program siaran ini memang banyak membual. Kalaupun penelitian yang dilakukan memang benar adanya, yang ditayangkan bukanlah dokumentasi kegiatan penelitian asli, melainkan rekonstruksi yang dibuat-buat khusus untuk acara ini. Saya juga menyangka itu sudah rahasia umum, semua orang tahu. Namun, ternyata sekian banyak khalayak percaya dan setia menjadikan siaran ini sebagai referensi.
Terbukti selama dua minggu setelah penayangan tersebut, penjualan nattou meningkat pesat laku keras dan dalam sekejap menghilang dari pasaran. Produsen pun pontang-panting tak mampu memenuhi permintaan masyarakat. Mereka berusaha mengingatkan berulang kali, bahwa memang nattou makanan yang sangat sehat, namun bukan merupakan elixir atau panacea yang menimbulkan keajaiban dalam sekejap.
Ternyata, sebelum minggu kedua berakhir, pihak produser, yaitu Kansai Terebi (saluran televisi dari... daerah pembenci nattou) menayangkan mengumumkan permintaan maaf terhadap adanya beberapa kebohongan dalam siaran tanggal 7 Januari tersebut:
- bahwa komentar dari profesor asing ahli nutrisi yang dikutip dalam tayangan tersebut sebenarnya tidak secara spesifik merujuk pada nattou;
- bahwa foto pengurusan badan "sebelum" dan "sesudah" sebenarnya menampilkan dua orang yang berbeda, bahwa eksperimen yang disebutkan belum pernah dilakukan; dan
- bahwa angka-angka perubahan metabolisme yang dimunculkan hanyalah rekayasa.
Masyarakat (terutama orang gemuk yang tidak suka nattou tapi nekad bersusah payah mengikuti program diet ini tentunya) kecewa berat. Akhirnya pasaran kacau-balau, harga saham nattou anjlok, orang-orang kebingungan menghabiskan stok nattou yang sudah mereka sembunyikan di dalam kulkas selama beberapa hari terakhir, dan yang paling parah adalah hilangnya kredibilitas media televisi Jepang sebagai sumber informasi absah tepercaya.
Tentunya penayangan Aru-aru pun dihentikan, sponsor menarik dana.
(Wah kalau mengikuti alur 20th century boys jilid 18,
Ada-ada saja. Sudah jelas ARU-ARU itu artinya memang "ada-ada". Dasar para miihaa.
Yang jelas saya malah ingin makan nattou lagi! Siapa yang mau menemani???
4 komentar:
Hehehe. Kalau "aru aru kedo" = "Ada-ada aja" alias "aya aya wae"? :D
Tapi akhir2 ini di Jepun emang banyak skandal ya? Skandal Fujiya yang jual makanan dengan bahan dari susu yang sudah expired misalnya (via: japanprobe.com).
Kesimpulannya: Masakan rumah memang yang paling menyenangkan, apalagi kalau yang masak orang tercinta :).
Ada-ada saja = Aru-aru dake.
kedo = tetapi.
payah ah elu...
Hehehe.
Iya, payah nih basa Jepun kebalik2 mulu. Jadi kapan "aru-aru dake" akan muncul menggantikan "aru-aru jiten"? :p
Itu akibat orang Jepang kaga pernah diOSPEKkk.
Posting Komentar