Jumat, 31 Desember 2004

Kotoshi no Kanji

災Sebuah ritual akhir tahun yang diselenggarakan sejak 1995 di Kyomizudera, Kyoto, disponsori oleh Asosiasi Penilaian Kemampuan Kanji (lembaga yang menaungi JAST).
Tanggal 12 bulan 12, yang angkanya bisa juga dibaca 「いい字一字」, artinya "sebuah huruf yang baik", ditetapkan sebagai Hari Kanji, demi merangsang minat masyarakat mempelajari lebih dalam makna filosofis yang terkandung di setiap huruf.
Hari itu diumumkan hasil terbanyak dari angket yang diikuti puluhan ribu rakyat Jepang mengenai huruf tahun ini pilihan masing-masing, yang menurut mereka paling tepat menggambarkan peristiwa selama satu tahun, untuk kemudian dipajang sampai tahun baru.

Masih dua minggu sebelum bencana nasional Indonesia, pak Pendeta sudah melukiskan dengan kanji "Wazawai", bencana, betapa tahun 2004 telah dinilai orang Jepang sebagai tahun bencana di negara mereka juga: dengan adanya gempa Niigata; taifuu bertiup berturut-turut, terutama nomer 23 yang paling merusak; dan rekor suhu tertinggi yang dicapai di musim panas, melebihi suhu badan...

Namun memang dalam sejarahnya, ritual ini nyaris belum pernah menampilkan huruf yang benar-benar bermakna bagus sesuai niat awalnya.

Dimulai sejak 1995, huruf yang muncul pertama kali juga tak jauh berbeda: 「震」=goncangan. Memang saat itu Jepang digoncang berbagai macam peristiwa: gempa besar Hanshin-Awaji (yang saya ceritakan kemarin), teror Aum Shinri-Kyo, dan masalah perbankan.

Pada 1996, 「食」=makan, menggambarkan masalah-masalah keracunan bakteri O-157, berjangkitnya penyakit sapi gila, dan tindak korupsi yang memakan pajak dan tunjangan kesejahteraan.

Huruf tahun 1997 「倒」=tumbang, berusaha agak lebih netral karena selain menggambarkan kebangkrutan perusahaan-perusahaan besar akibat tekanan ekonomi yang dipengaruhi krisis di Indonesia, tapi juga mewakili keberhasilan tim sepak bola Jepang menumbangkan saingan-saingan besar untuk memastikan penampilan pertama mereka di Piala Dunia.

Tahun 1998 kembali muram dengan 「毒」=racun, insiden kare beracun di Wakayama, polusi lingkungan berupa dioxin dan hormon...

Sebagai penutup abad, pada 1999 terpilih 「末」=akhir: musibah-musibah tak terduga yang terjadi pun, memberi kesan "dunia pun segera berakhir"...

Mungkin untuk menghibur, huruf 2000 beralih ke 「金」=emas:

  • medali-medali yang dipersembahkan atlit Jepang dari Olimpiade musim panas dan Paralympic Sydney;
  • KTT antara Kim Dae Jung dengan Kim Jong Il;
  • wafatnya Kin-san, salah satu dari nenek kembar yang berusia di atas 100 tahun, idola seluruh rakyat Jepang;
  • terbitnya mata uang lembaran 2000 yen;
  • terbitnya receh 500 yen baru demi mencegah uang palsu dari Won Korea.

Tahun 2001 menjadi 「戦」=perang: dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan meletusnya teror 9/11 yang membuat seluruh rakyat Jepang waspada akan dilibatkan karena kedekatan pemerintah mereka dengan Amerika; dalam hal ekonomi, melawan tindak PHK semena-mena; politik, ketegangan di kabinet; yang membanggakan mungkin hanya kepahlawanan pemain baseball Ichiro menjadi bintang Major League.

Seakan menebus harapan tahun sebelumnya,「帰」=kembali, menjadi pilihan tahun 2002. Pulihnya perekonomian Jepang ke standar sebelum era bubble; curahan doa seluruh rakyat Jepang agar Tama-chan, si anak anjing laut kutub Utara yang tersasar ke sungai Tamagawa, agar bisa kembali ke laut lepas; pengembalian sandera dari Korea Utara; mengenang kembali sifat asli orang Jepang yang rendah hati dan tekun, dengan dimenangkannya Nobel oleh Tanaka Koichi.

Tahun 2003, kanji yang menang adalah 「虎」=harimau, merayakan kemenangan kelompok baseball Hanshin Tigers di central league yang telah tertunda belasan tahun, menanamkan di hati perasaan: kalau usaha, pasti bisa!; raungan para politisi mengenai pembaharuan jepang: dikirimkannya pasukan pertahanan Jepang ke "lubang harimau" Iraq.

Tahun ini, pilihan huruf 「災」 mendapatkan suara dengan jumlah yang lumayan jauh mengalahkan 「韓」 "kan", huruf untuk Korea Selatan, yang berbagai budaya popnya booming di Jepang, ditandai dengan bekennya 冬ソナ alias Winter Sonata, yang menghibur masyarakat terutama para nenek-nenek di tengah kekacauan sehari-hari.

Dapatkah tahun 2005 memunculkan kanji yang jauh lebih indah?
「美」「楽」 dan semacamnya lah...

Kamis, 30 Desember 2004

Bokin Bouzu

Sebenarnya mau cerita tentang tahun baruan, tapi suasananya belum pas. Jadi mengirim jepretan ini saja dulu.
Pak pendeta di gerbang "kuil Timur" Kyoto (Touji) yang dengan khusuk mengumpulkan bokin untuk gempa di Iran, Februari 2004.
Posted by Hello
Kini, tulisan di kotak kenclengannya, tentu "untuk korban tsunami di Asia Tenggara".
Mahasiswa Indonesia di Jepang pun kini sedang tak mau kalah berjuang untuk menggalang dana di sela-sela perayaan tahun baru.

Di masa krisis ekonomi, saya pernah membantu rekan Aceh di LFM berdagang peci dan dompet bersulam di keramaian matsuri-matsuri Jepang, keuntungan bersih sekali gelar dapat sekian ribu yen. Tapi itu bukan kegiatan amal, melainkan bisnis halal cinderamata yang laris manis karena memang komoditasnya bagus, tanpa perlu menjual derita. Dan berhenti ketika pasokan habis.
Kegiatan tahunan penggalangan dana selama ini, MI atau Lovin, melibatkan orang-orang luar Aceh juga, sehingga terasa tak adil kalau hasilnya difokuskan ke Aceh. Toh orang sengsara di Indonesia tersebar bukan hanya di Aceh saja, sementara orang "Aceh murtad" yang bermewah-mewah di ibukota juga berjumlah tak sedikit. Apa makna nasionalisme yang dielu-elukan, ketika secara perorangan malah tidak membela kepentingan kelompok di sekelilingnya?
Namun, adalah fakta bahwa Aceh sudah lama sengsara.
Maka sudah sejak beberapa tahun yang lalu sering tercetus rencana mengamen di panggung sebagai penggalangan dana secara keorganisasian, yang sejak awal diniatkan khusus untuk daerah tersebut. Namun karena salah paham, kebanggaan yang terluka, kekurangan waktu dan tenaga, serta kelumpuhan organisasi, rencana ini kembali padam tidak terwujud.
Namun apalah arti dana yang tersedia bila penyebarannya tidak terstruktur, sekedar dilepaskan ke yayasan-yayasan yang tidak dipahami cara kerjanya. Ini bukan curiga, tetapi demi berjaga-jaga. Kemudian saya membayangkan, seandainya masing-masing anggota bertanggung jawab secara pribadi dan secara psikologis juga dalam penyaluran dana, misalnya menjadi orang tua asuh yang melayani keluhan setiap anak yang dibeasiswai dana organisasi kami.
Tapi itu tidak mudah.
Dan bagaimanapun juga, uang yang terkumpul sebenarnya hanya "buangan sisa" dari anggaran sponsor: organisasi persahabatan Jepang-Indonesia, yang kegiatannya makan-makan, pesiar dan hura-hura. Rancu. Tentu akan lain, kalau semua adalah hasil jerih payah kita secara langsung, merasakan setiap bulir keringat ketika memperolehnya.
Entahlah.
Yang jelas, bukan hanya uang yang diperlukan, tetapi juga ilmu demi melakukan perbaikan jangka panjang yang lebih nyata. Rekan-rekan yang sedang turun ke jalan, jangan lupa tetap belajar...

Selasa, 28 Desember 2004

Tsunami



Istilah *tsunami* yang telah dipakai mendunia itu, khas Jepang sekali, yah...
Arti harfiahnya, hempasan ombak di dermaga.
Di Kyoto Univ, kampus Uji, ada pusat riset khusus yang menangani bencana alam,
Disaster Prevention Research Institute

Banyak rekan-rekan Indonesia yang belajar di tempat tersebut setiap tahun.
Bahkan aku tahu peristiwa ini dari sensei-sensei yang menghubungi murid-murid tercintanya...

***
Simulasi Tsunami dari ITB

***

Heran juga melihat laporan-laporan di berbagai situs, bahwa masyarakat se-Asia masih tak sadar akan bahaya hempasan ombak ini, malah dipakai main-main...

津波とは、
海底地震や海底火山の爆発などの際、
地殻変動によって生じる周期の長い海水の波動。
波が急に高くなり、港や陸地に災害をもたらす。

津波の語源・由来
津波の「津」には、船着き場、船の泊まるところ、港などの意味があり、港を襲う波で「津波」となった。
「万葉集」にも、
「海上(うなかみ)の その津をさして 君が漕ぎ行かば」

と、「津」の使用が見られる。

また、「津」が港を意味する由来は、出入り口の意味の
「と(門・戸)」
であるともいわれる。


Tsunami juga judul lagunya Southern All Stars yang jadi paling top sepanjang tahun 2000 dan setelahnya... (eits gak penting).
止めど流る、清か水よ。。。
想い出は、いつの日も、雨。。。


Semoga,
turunnya cobaan dari Tuhan, menyadarkan semua pihak akan fananya apa yang selama ini mereka perebutkan, agar segenap konflik di Aceh yang menyesakkan bisa tercuci bersih, dan seluruh rakyat baik di Indonesia maupun di seluruh dunia bisa bahu membahu membuka lembaran hidup baru yang aman damai sejahtera...
Berilah makna agar air mata itu tidak sia-sia.

Senin, 27 Desember 2004

Gempa dan Luminarie

Berkunjung ke Kobe, layaklah mampir ke
人と防災未来センター
alias Institusi Pencegahan Bencana dan Pembaharuan Manusia yang didirikan sebagai peringatan musibah tersebut. Sesuai semboyan
子どもたちに伝えなければならないことを。
(Hal yang harus disampaikan kepada anak-anak)
museum ini menampilkan dokumen-dokumen, video dan diorama peristiwa gempa tersebut, juga berbagai sarana pendidikan mengenai bencana alam secara umum dengan sasaran utama anak-anak, agar generasi baru bisa waspada terhadap kemungkinan yang akan terjadi di masa depan.
***


La Citta della Luce


Sebagai tanda semangat perbaikan kembali kota yang runtuh, dan usaha memulihkan pariwisata Kobe, sejak akhir 1995 setiap tahun kota ini menyelenggarakan Festival Cahaya, sekitar sebulan sebelum peringatan peristiwa gempa tersebut. Penciptanya adalah seniman Italia, Valerio Festi, bekerja sama dengan produser Jepang Imaoka Hirokazu. Untuk tahun ini, yang kesembilan kali, diadakan tanggal 13 sampai 26 Desember. Tentunya di hari terakhir, orang Indonesia yang mampir ke sana akan mengenang gempa Aceh...
Luminarie (official website)

Saat ini, kegiatan serupa (ikut-ikutan?) sejak tahun 1999, karya seniman yang sama juga, masih diselenggarakan di Tokyo sejak malam natal 24 Des kemarin sampai Tahun Baru 1 Jan 2005.
Millenario (official website)

Perayaan semacam ini juga pernah diselenggarakan di beberapa kota lain di Jepang, antara lain :
- Fukuoka, peringatan milenium 26 Des 2000 - 1 Jan 2001 bernama:
Illuminata (official website)

- International Tourism Expo di Wakayama, November 1995 (sayangnya saat itu internet belum ngetrend).

Seperti bisa dilihat di situs-situs tersebut, setiap tahun dan di setiap tempat desainnya berbeda sedikit, namun konsepnya kurang lebih sama. Adaptasi dari kebudayaan Italia zaman Baroque dalam menyambut natal dan memanjatkan doa secara meriah.

Turun dari stasiun, kita akan antre bersama ratusan ribu manusia lainnya dari bayi sampai kakek-nenek, ke Galeria, yaitu lorong sempit satu arah sepanjang ratusan meter yang dihias gerbang-gerbang dari 150000an bola lampu warna-warni tersusun sebagai ukiran ornamental, Paratura, yang berjajar rapi menciptakan efek tiga dimensi. Dengan musik latar semacam lagu-lagu orgel yang mencekam, lampu-lampu ini dinyalakan menjelang mentari terbenam sampai sekitar jam 10 malam. Keluar dari lorong, kita tiba di pelataran lebar yang dikelilingi oleh dinding lampu juga, Barriera (?) Dan beberapa langkah dari sana sudah ada keramaian kaki lima dan teater terbuka menampilkan musik/lawak, dihiasi aneka ragam ornamen lampu juga, Squadro atau apalah.

Bukti dari antusiasme warga Jepang terhadap acara ini adalah, antrean panjang tak terkira beu... Saat saya mampir pertama kali tahun 1999, di setiap persimpangan terjadi tabrakan kaki manusia... Setiap tahun pelayanannya membaik, antara lain penambahan jumlah "gembala" yaitu para polisi jalanan supaya gak ada yang berani menyela antrean, pemblokiran kelokan agar jalan masuk benar-benar hanya satu, sehingga jalur antre semakin teratur dan kemacetan semakin terhindar, tapi tetap saja berdesak-desakan memperlambat gerak. Sebenarnya festival ini tidak terlalu menarik bagi saya pribadi, apalagi mempertimbangkan lelah yang harus dibayar, tapi yeah, entah kenapa, tetap saja hampir setiap tahun mampir lagi ke situ...

Bagi yang belum pernah sih, mungkin perlu juga mencoba untuk pengalaman, Pesona Artifisial dan ekstase keramaian. Mumpung yang di Tokyo masih berlangsung. Apalagi tahun ini, adalah pertama kalinya bola lampu produksi dalam negeri Jepang digunakan, sebagai promosi "tahun persahabatan Jepang dengan Uni-Eropa 2005"...

Gempa dahsyat Hanshin Awaji Daishinsai, 17 Januari 1995 adalah obat pahit yang mendorong Jepang untuk segera mempersiapkan usaha-usaha pencegahan, penanggulangan dan peningkatan ketahanan di sana-sini.
# Museum Gempa
# Festival Cahaya


Disaster Reduction and Human Renovation Institution


***

Seandainya Banda Aceh akan meniru tindakan yang dilakukan Kobe, siapa tahu tahun depan, atau secepatnya begitu listrik kembali menyala di sana, kita akan memandang masjid Baiturrahman dalam gemilang kerlap-kerlip lampu warna-warni a la Baroque...
Hmmm entahlah.
(Teringat Sari yang baru berbulan madu, baik-baik saja kah...?)

Sabtu, 25 Desember 2004

FAQ Topeng Kaca

Setelah dinanti oleh para penggemar setianya dari sejak remaja sampai keburu jadi nenek-nenek beruban, Topeng Kaca 42 versi asli Jepang (yang entah akan diterjemahkan di Indonesia sebagai Bidadari Merah 9 atau sesuai dengan subjudul bahasa Jepangnya, Kedua Akoya 1), akhirnya terbit...

Dan inilah penjelasan yang paling pantas menjawab rasa penasaran yang sudah sering ditanyakan teman-teman sampai bosan mendengarnya: "Mengapa sampai sedemikian lama?" ...
Miuchi Suzue mengalami krisis ketuhanan.


Miuchi Suzue, seorang veteran Mangaka, sudah cukup dikenal dengan cerpen-cerpennya sebelum kemudian di tahun 1975 meluncurkan saga panjang Garasu no Kamen, kisah perjuangan para pemain drama menapak jalan menuju panggung pementasan dibalut ketegangan antara persaingan bisnis dan ketulusan cinta.

Kelanjutan cerita terkatung-katung pada penggambaran konflik asmara antara Bidadari Merah (semacam perwujudan Kwan-Im /Kannon) dan Isshin sang pemahat (teladan manusia sejati sesuai ajaran Buddha). Singkatnya, lakon ini mengangkat sinkretisme dua ajaran yang sangat berpengaruh dalam keagamaan Jepang, Buddha dan Shinto ke atas panggung.

Dan masing-masing berusaha berperan sebagai... [Tuhan]...
dalam segenap perwujudannya...
[alam semesta raya]... dan [berhala]...

Sang Pengarang sendiri, mungkin dalam penelitiannya baik di lapangan maupun terhadap bahan-bahan kepustakaan menemukan beberapa pemahaman terhadap agama di negaranya sendiri yang tak dapat diungkapkan melalui lakon-lakon di Topeng Kaca, dan berusaha menyalurkan konsep-konsep tersebut melalui media lain, sehingga terbitlah komik Sci-Fi, Amaterasu (Dewi Matahari), dengan sangaaaat hati-hati mengingat sensitivitas tema religius (buktinya dalam rentang waktu 20 tahun, hanya terbit 4 jilid dan sejilid bangaihen).

Selain itu, demi memuluskan jalan cerita dan logika yang ingin ia sampaikan, lanjutan Topeng Kaca sejak bab 10, Fuyu no Seiza (episode "Gugus Bintang Musim Dingin", kalau di Indonesia terbit dalam beberapa judul terakhir "Sejuta Pelangi") beliau memutuskan untuk menggambar ulang draft komiknya yang sudah pernah dipaksakan terbit mingguan di majalah shojo-manga "Hana-to-yume" era 90-an.
Dilakukanlah koreksi gambar dan dialog sedikit demi sedikit sampai pada satu titik berubah total juwauuuuuuuuuuh terutama di nomer 41 kemarin, ada adegan a la Tanabata segala.

Mungkin yang selanjutnya akan bertahan, hanya plot utama:
Maya sempat kehilangan raison d'etrenya karena perubahan sikap Murasaki no Bara no Hito alias Mawar Jingga (sebenarnya sih, Ungu); Ayumi akan berjuang melawan kebutaan; dan Hayami Masumi mengambil keputusan tak terduga demi kelangsungan pementasan...
Perbedaan-perbedaan tersebut bisa dibandingkan di
fansclub Garakame ini
(sayang kabarnya akan ditutup pertengahan tahun depan).

Walhasil, sang tankoubon hanya bisa mengejar waktu setahun sekali, dan tersendat lama karena beberapa kali dirombak oleh sang pengarang, akhirnya terbitlah nomer 40 tahun 1993 dan nomer 41 tahun 1999: rentang 5 tahun! Dalam selang waktu ini, para fans hanya terhibur oleh drama serial tv yomiuri 1997 yang dibintangi si imut Adachi Yumi, dengan didukung alunan OST karya B'z: Calling, dan beberapa jilid video animasi yang terbit menyambut milenium.

Dan entah karena media komik belum cukup memuaskan misi keagamaan beliau, apalagi prihatin dalam menghadapi berbagai bencana alam, Aum Shinri Kyo, dan segala bentuk krisis kepercayaan yang melanda Jepang, tersebutlah beliau pun mengelola organisasi

Kegiatannya: karyawisata ke situs religius bersejarah, terutama di daerah asal-usul pembentukan Jepang yang berkenaan dengan kultus Amaterasu: Yamato (seputar Isei-Nara Jepang Tenggara), dan tampil dalam berbagai ceramah dan diskusi, dengan tekad menggali dan menampilkan kembali mitos-mitos Jepang Kuno yang menjadi dasar kepercayaan Shinto, mengembalikannya ke dalam desah nafas sehari-hari para murid. Tak lupa beliau juga menciptakan sendiri lagu-lagu puja-puji yang dimainkan oleh seniman-seniman terpilih.

Kemunculan yang ditunggu-tunggu mungkin mengecewakan, karena berkutat di penampilan lakon tradisional Jepang, sehingga tidak dekat di hati kaum modern. Namun dalam jilid terbaru ini, Sakurakoji mengambil tindakan yang sangat bercirikan "remaja Jepang masa kini" dengan kamera telepon genggam (yang dikecam oleh para fanatik jetlag dengan jilid sebelumnya yang seakan berada di dunia gaib).

Setidaknya, perubahan dari rensai yang dulu pernah terbit di majalah, cukup signifikan meredam melodrama telenovela berlarut-larut...
Dan kembali kepada pemahaman ketuhanannya:
"Apakah kau percaya akan adanya dewa-dewi dan alam gaib?"
"Tidak..."
"Tentu saja, karena tak ada satu pun di antara kita, termasuk aku, yang pernah melihatnya. Tapi tugas kalian dalam pentas kali ini adalah, membuat penonton percaya! Tak perlu memaksakan diri untuk percaya, namun ciptakanlah oleh diri kalian sendiri. Itulah gunanya imajinasi. Dengan begitu, keberadaannya di atas panggung bisa punya realita."




Rabu, 22 Desember 2004

Lovin 2004

Jangan lewatkan Lovin tahun ini, 23 Desember 2004.

Lepas dari kesuksesannya menggalang dana sejumlah sekian yen sejak pertama kali diluncurkan tahun 1998 sampai saat ini, kegiatan Konser Amal Cinta Indonesia ini punya banyak PR berupa pertanyaan yang tidak terselesaikan:
  • Apakah kegiatan turun ke rimba persilatan ini bisa menyegarkan para penyelenggara yang kebanyakan suntuk belajar di lab, atau justru menambah ketegangan dan mengganggu keutuhan tapa brata?

  • Seandainya waktu yang dihabiskan para penyelenggara sampai bolos dari laboratorium demi mempersiapkan acara ini dihabiskan dengan kerja sambilan dan seluruh uangnya dikumpulkan, tak bisakah menyaingi jumlah hasil bersih dari sisa sponsor dan penjualan tiket?

  • Jangan-jangan ini dana habis hanya demi menyenangkan seniman-seniwati yang diundang, agar mereka bisa seenaknya melancong ke luar negeri dengan jaminan hidup layak?

  • Tidakkah dana sponsor yang hanya dikucurkan ketika ada kegiatan, antara lain dari KJRI, Nusantara Gas dan Garuda Indonesia, sebenarnya sejak semula merupakan uang rakyat Indonesia sendiri?

  • Selain perkenalan budaya untuk orang Jepang, bintang tamunya lebih banyak artis populer, dengan sasaran pembeli tiket para TKI, daripada uang gaji dihabiskan di tempat karaoke. Apakah pentas seperti ini semata hura-hura belaka, atau lebih parah lagi menjurus ke arah maksiat?


Asal-usulnya, tersebutlah sejak krismon 1997, para anggota PPI (perkumpulan pemulung indonesia) Kyoto dan sekitarnya berembug
angklung 2000untuk melakukan penggalangan dana demi mahasiswa-mahasiswi nun jauh di Indonesia yang terancam putus sekolah, merancang sebuah acara khusus besar-besaran menampilkan Indonesia secara profesional dan penuh sponsor...

Rencana ini disambut meriah oleh rekan tetangga Osaka dan Kobe.
angklung Lovin 2000Sejak saat itulah dirintis Lovin yang juga melibatkan berbagai pihak di luar PPI dan KJRI, termasuk sekelompok sukarelawan-sukarelawati Jepang, dan mengundang seniman Indonesia langsung dengan dukungan pihak Garuda.

Akhir 1998 terwujudlah rencana itu untuk pertama kali, mengundang Didik Nini Thowok dan Katon Bagaskara, dengan pentas di tiga tempat: Osaka, Okayama dan Kyoto.
Saya yang masih anak bawang pun dilibatkan semena-mena sebagai backing vocal (tepatnya: penari latar) Katon, bersama seorang teman menemani seorang arsitek lulusan PSM yang hobi karaoke.
Karena pentas ini adalah kegiatan bersama, dan dipecah menjadi tiga babak, apalagi penyelenggaranya amatiran: pelajar tambah TKI tambah borantia Jepang, yang hanya curi-curi waktu dari kesibukan sehari-hari, berbagai gesekan muncul dalam kerja panitia dari aneka latar belakang ini.

Kyoto sebagai salah satu poros pencetus, dan tempat penyelenggaraan pentas terakhir, ternyata tetap melaju dalam rutinitas kegiatan tahunan Malam Indonesia pada bulan depannya, karena sudah dijadwal dengan KICH. Walaupun berbeda tahun, tapi ini cukup menghasilkan persaingan ketat dalam penjualan tiket ke khalayak Jepang, dan beban pekerjaan bagi kalangan panitia sendiri.
  • Mau bayar untuk melihat profesional beken dari negeri asing, terpesona akan keeksotikannya, tapi bingung sendiri karena gak kenal?

  • Atau untuk mendukung amatiran, yang mungkin adalah teman sendiri, murid sendiri, atau anak kos sendiri, dan menertawakan mereka yang gugup di panggung bertingkah polah lucu-lucu?

tari aceh Lovin 2003Tapi apa pun pertimbangan, kegiatan ini terbukti bertahan terus sampai kini.
Usai Lovin II (2000) Kyoto malah lepas tangan, karena kekurangan orang untuk diutus ikut rapat koordinasi yang intensif, dan sifat narsis para anggota memilih tampil di atas panggung daripada bergerak di belakang layar, namun relawan Jepang bersama PPI Kobe - Osaka serta FM COCOLO bertahan berturut-turut mengundang artis dangdut.
NugieTahun kemarin, pasukan Kyoto masih nekad tampil membawakan tarian Aceh (bukan angklung, karena tersingkir oleh pasukan dharmawanita KJRI).
Setidaknya kesempatan bagus buat hip-hip hura dengan orang beken...

Selasa, 21 Desember 2004

Zeitaku-na Meiwaku

Zeitaku-na Meiwaku: Susah yang Mewah
Kunjungan kali ini dilingkupi suasana salju, pita dan pohon cemara.
Dan yap, tanda "jangan ganggu" itu telah turun.
Klik sana-sini, pintu terbuka, dan enam teka-teki dalam bungkusan kado menanti di bawah pohon.
Seperti biasa, satu persatu diselesaikan dengan mudah...
otter
Tiga di antaranya adalah kata-kata yang sudah sejak lama mengendap di benak para pembaca. Yang dua lagi, tentang trivia tokoh utama.
Sampai pertanyaan ke-enam, terakhir... Gedubrag breng pyang!!!!! Apa-apaan iniiiiiiiiyyyyy?
"What is Ronald Weasley's least favourite sandwich filling?"
Idih mana tauuuuuu...
Ternyata saya bukan HP freak, tentu masih lebih fasih DBZ atau OP, buktinya tidak ada sama sekali ingatanku mengenai hal ini...
Atau itu karena lebih cenderung menghayati trivia yang berkenaan dengan Snape daripada si Ronald?
Tapi akhirnya setelah beberapa kali coba-coba mencocokkan huruf, terjawab secara tebak tepat dah, banzai, banzai, banzai...
Bintang di puncak menyala, kartu ucapan selamat pun didapat.
Isinya? Membuat gemas menghitung hari sampai Juli 2005.
Benar-benar kegiatan gak penting kayak kurang kerjaan saja...

card

Senin, 13 Desember 2004

Mental Teror

anda memasuki kawasan animasi dan dunia mayaTersebutlah suatu saat kabid penerangan KJRI mengabarkan bahwa teater Mandiri akan melakukan pementasan di Kyoto Kougeidai, universitas seni rupa dan desain Kyoto, yang sebenarnya hanya lurusan jalan dengan saung bambu muda, terletak di ujung higashi kuramaguchi, walaupun tak pernah tersambangi karena kepentingan yang berselisih.
Walaupun hari sudah beranjak malam, aku menyempatkan diri mampir juga. Mumpung bertetangga. Saat itulah sang sosok hitam-hitam muncul menyapa. Setelah berbasa-basi menceritakan perihal diriku, beliau menimpali: "Oh, orang Bandung juga, mampirlah ke Supratman... Wah, kita sama dong. Saya sempat kuliah teknik penerbangan. Di bawah naungan mesin juga. Tapi lalu saya beralih menekuni musik. Tepatnya amplified sound. Memperbesar hal-hal yang penting untuk aksentuasi... "
Hmmm, setidaknya, aku lumayan suka gaya beliau yang hitam-hitam itu. Mungkin memang ada sedikit kesamaan selera...

Ternyata, ini adalah pentas kolaborasi dengan mahasiswa Kyoto Kougeidai, sebagai salah satu program belajar mereka.
"Perang adalah Perang, Damai adalah Damai... Keduanya adalah dua sisi mata uang yang takkan pernah berhubungan..." Gema suara Putu Wijaya di tengah gelombang layarnya.
"Bising sekali..." bisik ibu Ayip Rosjidi yang duduk di sebelahku. Kan memang untuk aksentuasi, renungku akan obrolan sebelumnya dengan Harry Rusli.
Lalu ada sedikit diskusi dengan para mahasiswa dan penonton yang terdiri dari berbagai bangsa. Di kesempatan tersebut, oom Harry membual bahwa sementara beliau belajar banyak dari Putu Wijaya, sebaliknya beliau juga menjadi guru pak Putu mengenai segala jenis penyakit dan obat-obatan. Ucapan yang menyebalkan, pikirku. Tentu ucapan itu telah dimuat di media massa, namun baru kali itu aku mendengarnya, itu pun dengan telinga sendiri.
Terakhir, di bulan puasa aku membaca berita koran tentang kegiatan berbuka makan gratis di rumah beliau, yang juga mengutip alasan beliau jadi penyakitan: Digebuki ketika demonstrasi sampai kehilangan kekebalan tubuh. Komentar adikku, ah di jalan Supratman itu kan kerjaan dia merokok dan mabuk-mabukan. Yah mungkin saja setelah menyadari kondisi tubuhnya, beliau nekad menikmati hidup...

Namun dari pengamatan keluarga yang cukup dekat, semua adalah bagian dari pemberontakan. Dari sekeluarga dokter, hanya beliau yang meneruskan jejak leluhur berkesenian dengan serius. Dan seakan menyindir kemapanan keluarga yang tetap tak dapat menyelamatkan seorang anggota mereka.
Mana aku tahu bahwa hanya beberapa minggu dari berita yang kubaca itu, beliau tiada. Padahal, jalan Supratman sama sekali belum aku kunjungi, walaupun sudah berniat mencuci jok kursi ke sana.
Teror adalah pembelotan, pengkhianatan, kriminalitas, tindakan subversif terhadap logika -- tapi nyata. Teror tidak harus keras, kuat, dahsyat, menyeramkan; bahkan bisa berbisik, mungkin juga sama sekali tidak berwarna...

...Ada juga ternyata, teror mental berupa kematian seseorang...

Teror mental adalah sebuah usaha untuk menyulut peperangan batin. Ia tidak selalu harus besar, spektakuler, mengerikan, atau menakutkan -- meskipun juga bisa saja begitu - teror mental adalah sebuah titik kecil yang ditancapkan kepada sebuah balon yang sedang melembung. Ia bisa hanya sebuah senyum, hanya sebutir air mata, atau sebuah kata tegur yang lirih dan sopan. Tak penting wujudnya, yang terutama adalah akibat-akibatnya. Tidak perlu memporak-porandakan, cukup meraba, memegang atau menyapa, kekuatan batin itu sendiri kemudian yang selanjutnya bekerja.

Minggu, 05 Desember 2004

Speculas Greenleaf

Tanpa terlibat dalam adat istiadat persantaan, aku percaya bahwa pendeta Nikolaus adalah orang alim yang menolong gadis-gadis dari ancaman pelacuran, dan tawanan dari hukuman yang tak adil, dan bahwa pengkultusannya sah-sah saja, karena memang sifat dermawannya patut diteladani.
Tapi ternyata beliau ini adalah tokoh berlatar belakang sangat rumit.


Virginia’s Letter vs Never-grew-up Ally McBeal


Tentu, sinema Hollywood adalah media yang paling berpengaruh bagi penanaman ideologi pada anak-anak masa kini.
Tahun ini meluncurlah film animasi terbaru berbintang Tom Hanks, Polar Express.

Sarana permainan edukatif untuk anak-anak juga banyak diciptakan, seperti Kampung Kutub Utara yang satu ini.

Dari mulut ke mulut, sampai yang terbit dalam ilustrasi buku yang beredar luas, baik sebagai sasaran empuk para seniman termasuk Norman Rockwell, maupun dalam kaitan penyebaran agama, si tokoh orang suci terpoles tambahan rekayasa yang membaurkannya dengan ketiga Magi yang menyambangi bayi Al Masih, dengan Odin atau Thor, dan dengan Poseidon.
Ternyata ada suatu norma tak tertulis di kalangan media massa Amrik dalam hal-hal yang berkenaan dengan Santa Claus, demi menjaga keindahan dunia kanak-kanak.
Itu disebabkan, St.Nicholas memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan Negara Amerika, sejak diperkenalkannya kultus terhadapnya oleh orang-orang Belanda. Kabarnya Lincoln menobatkan tokoh ini sebagai pelindung tentara Utara demi meluncurkan perang urat syaraf, sampai kemudian diangkat sebagai pelindung New York.

Tahun 1897, jawaban terhadap surat dari Virginia, seorang anak umur 8 tahun mengenai apakah Santa Claus benar-benar ada, yang dimuat di New York Sun, menjadi editorial yang paling dibahas abad itu.

Lalu bagaimana proyeksinya ke dalam sidang pengadilan?
Di dalam sebuah episode Ally McBeal, seorang anak menuntut tokoh masyarakat yang membuat pernyataan bahwa Santa Claus itu tidak pernah ada. Tetapi ketika pengacara mendesak, akhirnya si anak mengakui bahwa ia sebenarnya juga menganggap tokoh santa itu hanya rekaan konyol.
Si Ally sendiri, pengacara yang jadi tokoh utamanya, digambarkan sebagai yang terkorban dongeng Santa, Santa baginya adalah pelarian ketidakpuasan masa kecilnya, bahkan syarat suaminya juga harus orang yang percaya Santa.

CokeSantaDan tentu saja, yang paling mengesankan dan menyebar luas ke seluruh pelosok toko di segenap penjuru dunia, adalah tokoh Santa yang berjualan Coca-Cola.

Whenever there's Santa
There's always Ho-ho-ho,
Whenever there's fun
There's always Coca-cola.


Jelaga dan Deterjen


Di Belanda tempat asal-usul Santa, ternyata bentuknya lain lagi. Beliau tampil sebagai uskup tua yang datang setiap akhir November dengan kapal uap dari Spanyol mengendarai kuda bersama asistennya yang setia si Zwarte Piet. Anak-anak sekolah yang didirikan Belanda, di Indonesia pun kenal dengan acara ini.
Menurut pembelaan beberapa orang yang bahagia menikmati masa kanak-kanak di Belanda, penokohan Piet Hitam bukan hal yang SARA, karena justru lebih bersahabat daripada figur Sinterklaas itu sendiri, dia yang membagikan permen dan hadiah; ramah, lucu, akrobatik. Lebih jauh lagi, sifatnya yang pendiam (maksudnya karena gak bisa bahasa Belanda?) memberi kesan misterius dan EKSOTIK.
Tapi di Negara-negara lain, tokoh pendamping Santa malah dibentuk menyeramkan, seperti Knecht Ruprecht yang bertanduk dan bermata merah dan dirantai sebagai tanda kekalahan.
Atau dalih lainnya bahwa Piet Hitam itu bukan orang negro, hanya penyapu cerobong asap dari Italia abad pertengahan, pekerjaannya sehari-hari membuat kulitnya hitam legam (pitch-black), ahli keseimbangan karena terbiasa berjalan di atas atap.
Tapi kalau ia memakai busana abad pertengahan berwarna gemilang selagi berkutat dengan debu jelaga, tentu masyarakat abad itu punya resep rahasia deterjen yang telah hilang ditelan zaman.
Jadi ingat, saya pernah membayangkan Santa versi Indonesia itu berbentuk seorang Kris Biantoro... (Eh OOT, ingat deterjen, ingat shampoo. Sudah pernah nonton Rrrrrrrr gak? Lucu juga tuh.)
ZwartePiet

Revolusi Zwarte Piet, bisa dinikmati di video ini.






Konspirasi Dokter Gigi?


Adat istiadat mempersembahkan wortel (yang tentu saja, bagi anak-anak memuakkan) ke dalam kaos kaki atau sepatu bots yang digantungkan untuk kudanya Sinterklaas, keesokan hari akan berganti dengan cokelat dan permen pepernoten. Ini mungkin bisa dipahami sebagai konspirasi antara pabrik permen cokelat kue dengan... Dokter Gigi!!! Supaya prakteknya laku! Saking banyaknya anak-anak yang merusak gigi karena menghindari sayur-mayur dan ketagihan cemilan manis.

Speculaas, alias Speculatie, alias Sinterklaas cookie


Untuk persediaan seminggu

  • 4 cangkir mentega hambar, dilembutkan
  • 2 sdm sari vanili
  • 4 cangkir gula pasir
  • 5 cangkir gula palem
  • 8 butir telur dikocok ringan
  • 14 cangkir tepung terigu
  • 2 sdm soda kue
  • 2 sdm kayu manis
  • 1 sdm biji pala
  • 1 sdm cengkeh
  • jahe secukupnya (2 sdt)
  • adas manis secukupnya (2 sdt)
  • garam secukupnya (1 sdt)
  • 2 cangkir almond iris
Campurkan mentega dan vanili dengan kedua jenis gula, aduk sampai ringan dan gembur.
Tambahkan telur kocok, aduk rata. Ayak tepung dan bumbu-bumbu, aduk ke dalam adonan mentega. Taburkan irisan buah badam dengan tangan agar tidak hancur. Pisah-pisahkan menjadi enambelas bagian rata, diamkan semalam. Panaskan oven sampai 180oC. Giling masing-masing adonan setebal kurang dari 1 cm, lalu potong-potong atau bentuk dengan cetakan kincir angin, ayam jago, atau sinterklaas. Bakar sekitar 1/4 jam dan simpan dalam kaleng tertutup.


Dari komposisi ini, artinya kedatangan Sinterklaas dirayakan dengan menikmati sejenis kue, yang bumbu-bumbunya adalah pampasan perang salib di Spanyol, dan dalam perkembangan sejarah menjadi Hasil Tanam Paksa di Indonesia. Iyeeeey. Yang jelas, kue ini lezat abissss, entah mengapa akhir-akhir ini kalah pamor sama chocochip.

Makhluk Hijau


Terus mengapa judulnya Speculaas Greenleaf, padahal gak ada dedaunan hijau yang terlibat langsung di adonan ini, adalah disambung-sambungkan (maksa) dengan tuntutan orang-orang yang merasa tersinggung dengan fenomena Zwarte Piet, yang mengakibatkan berubahnya tokoh ini menjadi makhluk berwajah hijau yang bukan hitam lagi (Hijau? Shrek? Mending kalau Piccolo atau Oscar The Grouch...).
Mungkin maksudnya, supaya lebih Environment Friendly, begicu...

Bahkan di Amerika si hijau resmi menjadi elf, makhluk halus dalam mitologi Eropa kuno, yang menjadi pegawai perusahaan mainan di Kutub Utara. Kalau di filmnya Arnold Schwatzeneger Jingle All the Way sih tetap saja punya kelakuan menyebalkan.
Entahlah dengan film-film yang lebih baru, Elf mungkin lebih ramah.

Tapi, terjebak fenomena LOTR, malah kebayang makhluk sekeren (=ini sih cuma kata orang, bagiku dia gak keren lah) Orlando Bloom jadi pesuruhnya Santa... Wah tambah beken lah si kakek merah ini.

Yah, sebenarnya soal perlambangan yang diada-adakan sih, bukan hanya Natal, Idul Fitri juga gak kalah heboh. Entah mengapa pasti ada kubah, palem dan unta... Demi menguras uang THR...