Yang satu dengan helm Gothic-nya, yang satu lagi dengan Kabuto-nya.
Tahun 2005 ditandai dengan berlangsungnya World Expo 2005 di Aichi, Jepang.
Gerai Jerman, Bionis, wahana yang menampilkan usaha menyelaraskan teknologi dengan alam, merupakan gerai paling diminati khalayak ramai, terbukti dengan antrean panjang memperebutkan kapasitas yang terbatas.
Selain itu juga dimeriahkan dengan semakin berkembangnya Velotaxi, semacam becak modern yang diproduksi di Berlin dan selama ini sudah beroperasi di Kyoto sejak Mei 2002, kian merambah ke kota-kota besar lainnya, Tokyo, Osaka, Nagoya, dst.
Tahun 2006 ditandai berlangsungnya FIFA World Cup 2006 di Jerman.
Sebagai tuan rumah di kesempatan empat tahun sebelumnya, Jepang berpartisipasi dengan cukup antusias walaupun kalah di babak awal.
Jerman banyak diperkenalkan melalui manga seperti karya-karya Osamu Tezuka (Blackjack, Hitler), Matsumoto Reiji (Kapten Harlock), Ikeda Riyoko (Orpheus no Mado), Aoike Yasuko (Eroica yori Ai wo Komete...) dannn karya-karya Urasawa Naoki (Monster, Pluto, ...).
Walaupun demikian, bagi Jerman pada umumnya, Jepang masih bisa dirumuskan dalam dua kata: "sudoku" dan "hentai"... sehingga masih harus berjuang lebih jauh agar dikenal baik.
Bagaimanapun juga, ternyata masih ada kelanjutan kerja sama kedua negara ini, bahwa di bulan Maret tahun 2007 akan tinggal landas penerbangan internasional pertama khusus perokok itu (hueks), dari Dusseldorf (DUS) menuju Tokyo (NRT)...
Jerman dan Indonesia
Tentu saja Jepang dan Indonesia punya hubungan sejarah yang sangat erat, lah sekian tahun menjajah begitu.Bagaimana dengan Jerman?
Negeri ini tidak tercatat sebagai penjajah secara langsung, namun sejak abad 16 orang Jerman telah berkeliaran di Indonesia, dalam misi menyebarkan agama Kristen yang telah direformasi oleh Martin Luther. Walaupun sekian orang misionaris habis "dimakan" suku Batak yang menentang penjajahan, dan terjegal oleh gerakan Padri, namun mungkin ada kesamaan sifat antara dua bangsa tersebut, akhirnya pendeta Jerman berhasil menyusup ke dalam adat istiadat Batak pedalaman, dan mendirikan HKBP.
Pada 17 Agustus 1945, sebagai koalisi Jepang di ambang kekalahan terhadap Sekutu, mesin tik Jerman-lah yang dipinjamkan untuk mengetik naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Goethe Institut di Bandung cukup aktif menyelenggarakan kegiatan pertukaran kebudayaan, sehingga di masa SD saya bisa menonton berbagai film anak-anak Jerman yang asyik-asyik seperti Pumuckl atau Die Stadtpiraten, kadang sampai bolos sekolah.
Berhubung mantan Menristek/Wapres/Presiden ke-3 RI BJH lama besar dididik di Jerman, berbagai kerja sama Indonesia dengan Jerman terbentuk, termasuk yang agak gila: memborong bekas kapal selam Jerman Timur.
Di masa reformasi beliau juga mengerahkan perbantuan dari para pakar ekonomi Jerman, antara lain Dr. Ackermann dan Dr. Kartte untuk restrukturisasi Bank Indonesia dan penerapan Ekonomi Kerakyatan Berorientasi Pasar, kemudian juga mengadakan pameran Technogerma 1999.
Jerman mengaku menjadi negara pertama Paris Club yang melakukan penghapusan utang Indonesia untuk pendidikan.
Sebuah LSM Jerman, Hanns Seidel Foundation Indonesia, mendukung dan membiayai berbagai kegiatan demokratisasi, termasuk kerjaan Cetro: penerbitan almanak anggota parlemen RI 2004-2009 yang tertib dan sistematis, lengkap dengan biografi dan jumlah kekayaan, baik dalam bentuk buku maupun CD, demi terciptanya transparansi dan akuntabilitas DPR/MPR dan DPD (kayak Indonesia gak bisa buat sendiri saja).
Secara global, Jerman, sama seperti Jepang, sempat mengalami kemunduran karena eksklusivitas bahasa, tidak mau tunduk pada "penjajahan" bahasa Inggris, sehingga komunikasi ilmu pengetahuan agak terhambat. Namun, sebagai bangsa yang menghasilkan pemikir-pemikir hebat sepanjang zaman, sisa-sisa kejayaannya (tsaaah) masih belum luruh.
1 komentar:
kapan jerman-indo atau indo-jepang...?
Posting Komentar