Kamis, 07 April 2005

Surga Terakhir

Encik di toko keramik langganan adikku, tiba-tiba berceloteh panjang lebar tentang keberangkatannya ke Spanyol, Barcelona, mengagumi Sagrada Familia. Wah, sasuga orang toko bahan bangunan, memang benar-benar mendalami bidangnya, pujiku. Eh ketika obrolan berlanjut, bukan kehebatan Antonio Gaudi dan keindahan rancangannya yang dia bahas, melainkan malah merujuk kepada romantisme Sanchai dan Taomingtse....
Sukses juga ternyata sekuel sinetron Meteor Garden sebagai daya tarik yang berdiri sendiri, karena komik aslinya, Hana Yori Dango, malah sama sekali tak menyinggung gereja megah yang masih terus dalam proses pembangunan dari generasi ke generasi itu.
Dan si encik melanjutkan lagi dengan penuh semangat, "Nah kalau liburan natal saya berencana ikut tur Winter Sonata..." Gubrag.
Hih padahal kan Bae Yong Joon sedang bergaya sok macho a la Van Damme, masa gak geuleuh sama dia... Tetap saja ibu-ibu arisan dari berbagai pelosok Asia, terpikat untuk berwisata musim dingin ke Korea.

Pengaruh sinetron televisi dalam membangkitkan pariwisata memang cukup kuat. Masih terkenang betapa orang Jepang berbagai kalangan berduyun-duyun ke daerah sekitar vila bambu muda di Kyoto khusus mengikuti paket tur Musashi (2003) dan Shinsengumi (2004) karena tergugah taiga dorama tahunan NHK.


insungDan Indonesia pun tak tinggal diam dalam pertarungan ini dengan Bali eseo Saengkin il (バリでの出来事/ What Happened in Bali/ Memories in Bali, SBS 2004, yang diputar tengah malam di TBS dan KNTV Jepang bulan Januari – Februari lalu, dan di Indosiar Maret-April).

Seri yang satu ini bisa dikatakan berasal dari tema-tema dasar klise telenovela, sebenarnya gak jauh beda dengan MG, hanya saja:

  • peran sandiwara lebih mantap
    Ceweknya lumayan keren (itu kelopak mata asli atau dijahit?), cowoknya hmmm manis lah gak terlalu ganteng (sambil merunduk dari lemparan piring para penggemar) dandanannya pun norak (mantel bulu, sementang kaya? Lalu kemeja bunga-bunga? Idih banget deh) tapi tapi tapi, mampu dengan sangat baik memainkan tokoh yang menarik, lucu dan menggemaskan, membuat jatuh kasihan, cukup untuk memaksa penonton menjerit-jerit histeris... Raut wajah Jo In Sung waktu panik, atau cengar-cengir sendiri, atau ketiduran sampai ngacay di atas tumpukan dokumen, hua gak ku-ku...

  • alur twist abisss...
    Ketegangan yang timbul sejak awal cerita yang tetap mengambang walau diselingi kelucuan-kelucuan kecil, kebimbangan dan kemantapan hati yang saling simpang siur bolak-balik sana-sini, usaha mengakui ketamakan masing-masing dengan jujur tanpa banyak membual tentang cinta sejati, sehingga ketulusan yang muncul malah terabaikan... dst...

  • akhir yang mengejutkan
    Walaupun sudah terbiasa sampai bosan dengan cerita Korea yang selalu membunuh tokoh utama (umumnya melalui penyakit berat), untuk yang satu ini tetap saja... Omo, omo... Masakah sungguh tega mengakhiri cerita dengan adegan a la MAFIA DAR DER DOR begituuu... arrrrrrgggggghhh masih gak rela sampai sekarang. Bukannya ini drama cinta eye candy, mengapa berubah jadi suspense psikologis...

  • dipoles dengan latar belakang Bali.
    Apa sinetron ini tidak malah membuat orang takut ke Bali? Tentu Bali tetap Bali lah ya, seberapa pun pamornya menurun sejak Oktober 2002 toh tetap laku juga. Biro wisata Korea menawarkan paket bulan madu selama 5 hari (minggu madu kali ya?) ke Sangih, Ubud, Tanah Lot dan sekitarnya dengan penerbangan pulang-pergi naik Garuda, seharga 1350000 Won untuk napak tilas sinetron ini.
    Terus apa moral dari cerita ini? Bahwa ketika mereka berhasil mendapatkan apa yang mereka inginkan, ternyata justru kehilangan apa yang secara tak sadar paling mereka butuhkan? Atau mungkin, bahwa kematian adalah pembebasan? Karena percaya reinkarnasi?

"Selamat datang di Bali. Surga terakhir di Bumi."
(ngomong-ngomong saya sekarang ke Bali-kpapan dulu lah).


1 komentar:

cselvalva mengatakan...

Emang kacou film drama seri korea tuh..apalagi yang mehe-mehe. Tapi ada juga yang lumayan. Bagi saya mah masih Hotelier nomer satu. Lucu, morantis, manusiawi.