Senin, 04 April 2005

Toujinbou

Tempat idaman orang Jepang untuk bunuh diri, ada di Toujinbou, daerah Fukui Mikunicho.

Satu dari tiga fenomena dinding andesit sedunia, selain di Korea dan Norwegia.

Dengan jajaran kolom karang persegi berketinggian lebih dari 30 meter dan melintasi pantai sepanjang hampir 2 kilometer, Toujinbou memang menyuguhkan pemandangan yang menakjubkan.

Pada musim dingin, buih-buih air laut pecah di karang tertiup angin menampilkan nami no hana (bunga ombak).
Legenda Tojinbo, seorang pendeta yang jatuh cinta kepada seorang putri bangsawan, didorong oleh saingannya jatuh ke laut.
Kutukannya mengundang hujan angin selama 49 hari 49 malam, sehingga setiap tanggal 5 April penguasa daerah ini perlu menyelenggarakan upacara pemujaan kepada sang arwah pendeta demi meredakan badai.

Entah ada hubungannya dengan legenda itu, atau sekedar terpesona keindahan alamnya, kabarnya setiap tahun tercatat sekitar 50 kasus bunuh diri, atau nyaris sekitar satu kasus per minggu.
Kok nekad, ya...
Maka jangan heran bahwa di setiap sudut karang terpancang peringatan-peringatan seperti:
"Jangan habisi, nyawa yang diperoleh dari orang tua."
"Tunggu dulu, kenanglah suara ibunda."

Di kotak telepon umum, tertempel tulisan "Pentingkanlah nyawa!" disertai daftar nomor yang perlu diputar jika ada niatan untuk bunuh diri, dan tempat duduk nyaman agar penelepon dapat menikmati pembicaraan dengan keluarga, sahabat atau petugas penyelamat.

Melihat suasana sekeliling, auch, terjatuh dari sini tentu menyakitkan... Karang-karang terjal, hempasan gelombang...
Yang punya fobia terhadap ketinggian mungkin bisa cepat pingsan, tapi jika masih sadar sampai dasar, dan tak langsung mati, sengsara lah pasti.
Tapi kabarnya kebanyakan kasus bukan sembarangan melemparkan diri ke jurang, namun ada juga yang memilih gantung diri, bahkan di dalam kotak telepon ini! Hiii.

Maka demi mengatasi masalah tersebut, sejak tahun lalu tepat di tempat itu seorang purnawirawan polisi, Shige Yukio, mendirikan semacam counseling center bersuasana warung teh yang melayani curhat, pengaduan masalah-masalah psikologis agar dapat diarahkan menghindari bunuh diri...
Dalam pengalamannya selama tugas patroli, kalau sedang ramai di wilayah ini bisa terjadi sampai empat percobaan bunuh diri dalam sehari.
Beliau pernah mencegah sepasang suami istri melakukan shinjuu. Walaupun mereka sempat tergugah untuk mencoba berusaha lagi, ternyata tidak ada kantor pemda yang mau membantu sehingga akhirnya mereka gantung diri juga di propinsi lain, setelah menyempatkan berkirim surat pada beliau. Kegagalan itu mendorong beliau untuk mempersiapkan tindakan pencegahan yang lebih terkoordinasi.
Di lain pihak, tidak ada alokasi dana penanggulangan bunuh diri dari pemerintah Jepang ataupun spesialis bidang ini di Depkes. Depresi dan penyakit jiwa masih disembunyikan. Kesadaran tidak tinggi. Ini adalah masalah yang tabu untuk dibahas. Kematian masih diromantisir, seperti kisah-kisah yang dimainkan dalam bunraku. Lalu ada latar belakang budaya seperti seppuku alias harakiri, atau jibaku kamikaze di zaman perang.

Lokasi lain yang populer untuk bunuh diri, adalah:
- Rel kereta di tengah Tokyo
Platformnya dicat meriah dan dipasang cermin di mana-mana, agar orang yang berniat bunuh diri bisa tergugah, berkaca dahulu dan bermonolog dengan dirinya sendiri.
- Hutan di lereng gunung Fuji
Terpasang juga rambu-rambu bertuliskan: "Tunggu! Dunia memang pahit namun juga menyenangkan." "Pikirkanlah masak-masak, nyawamu hanya satu."

Sementara sarana bunuh diri yang kini ngetrend adalah mengadakan perjanjian melalui internet, dan meracuni diri dengan pembakar arang untuk barbecue.

1 komentar:

bahtiar@gmail.com mengatakan...

opo perlu dipagari yoo ? ben podo ora nyemplung ...

:)