My dear neighbour slash high-school-classmate, Anne, was getting married.
(And so the title sounds, like a post-victorian children fairytale, but I warn you this is not any sequel from our beloved red-haired heroine's story...)
"Congratulations! Who's the lucky guy?"
"He's from... around. A friend of friend, etc."
"Mmmh, typical. So, when and where will the ceremony be held?"
"In Depok, at the Dian Al-Mahri Mosque by the last weekend of December."
"... Wh... D...? THAT mosque? Eeeeeeewwwww!!! What a silly taste! Who chose it?"
She frowned, apparently annoyed. "I do! Got a problem with it?"
"...... You...? Eeeeeeewwwww!!! Why on earth......??? Maybe the groom's family live there?"
"... No, he worked in Jakarta. But we plan to live close to that area. When I visited the mosque before, I got a chance to ask on the possibility of performing akad inside the mosque, and actually we can do it there, so it's decided... We will hold a kind of family picnic."
I don't really understand what's the fuss of taking the measures, while I would rather walk a few steps to her nearby house than getting through the whole holiday season traffic jam to the middle of nowhere, in this kind of rainy climate. And actually, my appreciation for gold is in the level of amusement toward those Kin-no-Unko accessories... One phrase in my mind, NARIKIN SHUMIIIIII!!!
"... But isn't that the new rich arrogant kind of mosque, the one people would dream to visit, not for religious contents but instead for the luxurious flittery-glittery look? The one with black cladded khadams shouting and throwing children outside?"
"Please, they are only trying to do it the right way like in the Arab."
"Arabs! So I bet it would even be surrounded by desert."
"No, there are local fruit trees especially planted in the garden. Rambutans, ..."
"So, what's the good of it for the guests? You know my one and only pathetic mango tree, everybody in the neighbourhood crave for it, they tried every single way to steal the fruit, no matter whether I am out of the house or still inside!"
"Well, don't judge the mosque before you see it yourself! It's a splendid view. Besides, what's wrong with a gorgeous mosque? It is better than a granite bank or glamourous hotel... "
"Alright then. I'll visit it, for your wedding's sake only. For the first time, and also the last."
It's just that I stand to the concept that a mosque should be founded on community building instead of the material substance. A mosque does not have to be pillars and domes, but it is about the space. The room for everybody to be welcomed warmly.
Why, even the what-so-called Little Mosque on the Prairie is described as a pavilion of a church, while the Kyoto Mosque is merely a shabby basement!
A lot of people got attracted to come to the golden dome for sightseeing. But what's interesting there besides that sparkling bulk up there? Spiritual pilgrimage? I still doubt it... How would we expect a show-offy mosque, with bad reputation on its treatment to visitors, to upgrade the image of Islam?
But congrats anyway, you always do your best so you deserve to reach your own dreams. Wish you a blissful new life on the yellow brick road.
Minggu, 30 Desember 2007
Jumat, 28 Desember 2007
Kanji 2007
Kanji tahun ini kembali suram.
Setelah tahun-tahun sebelumnya yang muncul adalah "cinta" dan "nyawa", kini: Penipuan, penyamaran, kebohongan, munafik, barang palsu, bajakan...
Jepang tahun ini memang mengalami banyak sekali kasus penipuan dan pemalsuan yang muncul ke sorotan media. Seperti kasus khasiat Natto Januari lalu, kasus beberapa pabrik kue yang menggunakan bahan susu basi ataupun mengganti tanggal kadaluarsa pada kemasan, dan kasus pencampuran daging cincang sapi dengan ayam dan babi.
Tidak hanya urusan pangan saja, juga dalam urusan papan. Syarat bangunan tahan gempa tidak dipenuhi oleh pihak pembangun. Masalah hak cipta juga cukup hangat dibicarakan. Penggelapan-penggelapan di kalangan politik.
Di Indonesia, masalah ini juga tidak kalah hebohnya. Hukum masih dipermainkan. Kasus korupsi belum juga mereda. Penipu kelas internasional ada yang ditangkap sedang melarikan diri dalam wilayah negara ini.
Penyerobotan budaya bangsa merajalela, sementara di sisi lain jiplak-menjiplak skenario sinetron tanpa menghargai karya aslinya pun sedang mencapai puncaknya tanpa tahu malu lagi.
Barangkali sepantasnya manga semacam Kurosagi direkomendasikan. Lumayan menjadi ensiklopedia kasus penipuan apa saja yang pernah terjadi di dunia ini.
Setelah tahun-tahun sebelumnya yang muncul adalah "cinta" dan "nyawa", kini: Penipuan, penyamaran, kebohongan, munafik, barang palsu, bajakan...
Jepang tahun ini memang mengalami banyak sekali kasus penipuan dan pemalsuan yang muncul ke sorotan media. Seperti kasus khasiat Natto Januari lalu, kasus beberapa pabrik kue yang menggunakan bahan susu basi ataupun mengganti tanggal kadaluarsa pada kemasan, dan kasus pencampuran daging cincang sapi dengan ayam dan babi.
Tidak hanya urusan pangan saja, juga dalam urusan papan. Syarat bangunan tahan gempa tidak dipenuhi oleh pihak pembangun. Masalah hak cipta juga cukup hangat dibicarakan. Penggelapan-penggelapan di kalangan politik.
Di Indonesia, masalah ini juga tidak kalah hebohnya. Hukum masih dipermainkan. Kasus korupsi belum juga mereda. Penipu kelas internasional ada yang ditangkap sedang melarikan diri dalam wilayah negara ini.
Penyerobotan budaya bangsa merajalela, sementara di sisi lain jiplak-menjiplak skenario sinetron tanpa menghargai karya aslinya pun sedang mencapai puncaknya tanpa tahu malu lagi.
Barangkali sepantasnya manga semacam Kurosagi direkomendasikan. Lumayan menjadi ensiklopedia kasus penipuan apa saja yang pernah terjadi di dunia ini.
Kamis, 20 Desember 2007
Masjid Mungil (musim kedua)
Selamat Idul Adha.
Berikut adalah episode spesial akhir tahun,
dari Little Mosque on the Prairie Season 2.
Berikut adalah episode spesial akhir tahun,
dari Little Mosque on the Prairie Season 2.
Episode-episode selengkapnya bisa dilihat di multiply BambuMuda:
Masjid Mungil di Padang Ilalang, musim kedua
Resensi Indonesia: BambuMuda: Masjid Mungil di Padang Ilalang
English Review: Kanster: Little Mosque on the Prairie
Situs Resmi
Minggu, 16 Desember 2007
Yotsuba & Pemanasan Blogal, eh, Global
Secara kota Kyoto adalah kampung halaman kedua saya dan titik tolak bambumuda, segala pro-kontra isu Pemanasan Blogal, eh, Global, selalu berada di ujung lidah.
Namun, menandingi AnIrritating Inconvenient Truth yang menebar pesona, nyaris hanya Yotsuba-chan yang mampu menampilkan permasalahan ini dengan sedemikian keren.
Maka, menyambut 10 tahun Protokol Kyoto dan UN Climate Change Conference di Bali... Perkenalkan, inilah salah satu adegan "Yotsubato!" favorit saya. Selamat membaca!
Cerita Sebelumnya:
Yotsuba Koiwai adalah anak aneh berusia lima tahun yang baru dibawa ayahnya pindah ke sebelah rumah keluarga Ayase. Dengan kemunculannya, setiap hari selalu menjadi hari yang paling menyenangkan. Nikmatilah segala yang ada di sekeliling.
(Perhatian:)
(Bagi yang belum tahu, cara membaca manga Jepang adalah dengan dimulai dari bingkai dan balon di sudut kanan atas masing-masing halaman, berlanjut ke kiri, dan pindah ke bawah. Agar huruf terbaca jelas, bukalah gambar hi-res-nya. Semoga tidak bingung.)
Namun, menandingi An
Maka, menyambut 10 tahun Protokol Kyoto dan UN Climate Change Conference di Bali... Perkenalkan, inilah salah satu adegan "Yotsubato!" favorit saya. Selamat membaca!
Cerita Sebelumnya:
Yotsuba Koiwai adalah anak aneh berusia lima tahun yang baru dibawa ayahnya pindah ke sebelah rumah keluarga Ayase. Dengan kemunculannya, setiap hari selalu menjadi hari yang paling menyenangkan. Nikmatilah segala yang ada di sekeliling.
(Perhatian:)
(Bagi yang belum tahu, cara membaca manga Jepang adalah dengan dimulai dari bingkai dan balon di sudut kanan atas masing-masing halaman, berlanjut ke kiri, dan pindah ke bawah. Agar huruf terbaca jelas, bukalah gambar hi-res-nya. Semoga tidak bingung.)
Rabu, 05 Desember 2007
Lagu Lucky Luke - Lonesome Cowboy
Lonesome cowboy, lonesome cowboy,
you're a long long way from home
Lonesome cowboy, lonesome cowboy,
you've a long long way to roam
Unduh di BambuMuda: Lucky Luke - Lonesome Cowboy
I'm a poor lonesome cowboy, I'm a long long way from home
And this poor lonesome cowboy, Has got a long long way to roam
Over mountains over prairies, From dawn till day is done
My horse and me keep riding, Into the setting sun
Lonesome cowboy, lonesome cowboy,
you're a long long way from home
Lonesome cowboy, lonesome cowboy,
you've a long long way to roam
There are guys who just figure, Have a problem with a gun
And a finger on a trigger, Can be dangerous, hurt someone
But problems solve much better, By keeping calm and true
My horse and me keep riding, I ain't nobody's fool
Lonesome cowboy, lonesome cowboy,
you're a long long way from home
Lonesome cowboy, lonesome cowboy,
you've a long long way to roam
I'm a poor lonesome cowboy, But it doesn't bother me
'Cause this poor lonesome cowboy, Prefers a horse for company
Got nothing against women, But I wave them all goodbye
My horse and me keep riding, We don't like being tied
you're a long long way from home
Lonesome cowboy, lonesome cowboy,
you've a long long way to roam
Unduh di BambuMuda: Lucky Luke - Lonesome Cowboy
I'm a poor lonesome cowboy, I'm a long long way from home
And this poor lonesome cowboy, Has got a long long way to roam
Over mountains over prairies, From dawn till day is done
My horse and me keep riding, Into the setting sun
Lonesome cowboy, lonesome cowboy,
you're a long long way from home
Lonesome cowboy, lonesome cowboy,
you've a long long way to roam
There are guys who just figure, Have a problem with a gun
And a finger on a trigger, Can be dangerous, hurt someone
But problems solve much better, By keeping calm and true
My horse and me keep riding, I ain't nobody's fool
Lonesome cowboy, lonesome cowboy,
you're a long long way from home
Lonesome cowboy, lonesome cowboy,
you've a long long way to roam
I'm a poor lonesome cowboy, But it doesn't bother me
'Cause this poor lonesome cowboy, Prefers a horse for company
Got nothing against women, But I wave them all goodbye
My horse and me keep riding, We don't like being tied
Jumat, 23 November 2007
Wangi Perancis
Bos saya, yang bulan lalu tercantum dalam daftar 99 most powerful women in Indonesia menurut majalah GlobeAsia (posisinya melejit jauh di atas KD dan Agnes Monica, walaupun masih kalah dari Megawati dan beberapa menteri...) baru pulang dari Paris. Beliau mengirim pesan bahwa beliau telah meletakkan sebotol parfum di atas meja saya.
Tetangga sebelah mengintip, "Wah, hebat besar botolnya! Kalau bos saya, seumur-umur membelikan saya parfum seumprit begini, dari Belanda..." katanya sambil memperlihatkan botol seujung kelingking.
"Itu cologne 'kali, beda dong sama parfum..."
"Iya, ya..."
Besoknya Bos saya datang bertanya,
"Sudah dapat belum?"
"Oh, sudah Bu, terima kasih banyak ya."
"Bagaimana?"
"...... wangi ya."
"Lho, parfum ya jelas wangi dong!"
"...... iya... hehehe..." (sambil nyengir ngeles)
Sejujurnya saya bingung dikasih parfum, mau dipakai ke mana? Kasih ke orang lain juga gak rela, jarang-jarang begini dapat oleh-oleh keren. Bos memang cewek juga ya. Dan tentu saja layak menjadi salah satu peremupan paling berkuasa, secara beliau juga bisa-bisanya jadi bos saya. Tapi Bos terlalu gengsi sih untuk mampir ke toko buku membelikan saya komik Perancis.
Tetangga sebelah mengintip, "Wah, hebat besar botolnya! Kalau bos saya, seumur-umur membelikan saya parfum seumprit begini, dari Belanda..." katanya sambil memperlihatkan botol seujung kelingking.
"Itu cologne 'kali, beda dong sama parfum..."
"Iya, ya..."
Besoknya Bos saya datang bertanya,
"Sudah dapat belum?"
"Oh, sudah Bu, terima kasih banyak ya."
"Bagaimana?"
"...... wangi ya."
"Lho, parfum ya jelas wangi dong!"
"...... iya... hehehe..." (sambil nyengir ngeles)
Sejujurnya saya bingung dikasih parfum, mau dipakai ke mana? Kasih ke orang lain juga gak rela, jarang-jarang begini dapat oleh-oleh keren. Bos memang cewek juga ya. Dan tentu saja layak menjadi salah satu peremupan paling berkuasa, secara beliau juga bisa-bisanya jadi bos saya. Tapi Bos terlalu gengsi sih untuk mampir ke toko buku membelikan saya komik Perancis.
Senin, 12 November 2007
Piccolo, Lucky Luke, dan Dasa Darma
Cerita minggu lalu. Adikku kirim pesan:
"Lihat berita gak? Bos besar mafia Italia, lo Piccolo ditangkap di Sisilia."
Huaaah? Piccolo yang manaaaaa???
Ternyata ayah dan anak, Salvatore dan Sandro... Wuah, Daimaoh dan Majunior sekaligus dong... (Kenapa ya aku selalu lupa bahwa Piccolo itu nama marga yang umum di Italia, aku hanya ingatnya alat musik berupa seruling imut...)
Lucunya, yang heboh dibahas di berita adalah penemuan Sepuluh Perintah Mafia.
Bandingkan dengan Sepuluh Perintah Koboi, yang kabarnya adalah:
Dan kebetulan bertepatan juga dengan berita bahwa Lucky Luke, idolaku yang seorang lagi, akan kembali beraksi di bulan depan dalam film terbarunya 2D! Wahaha, 2D marak kembali.
(Kenapa Lucky Luke pantas dikagumi? Karena ganteng, sayang sama kudanya, jago tembak tapi tidak melukai orang, dan sejak 1983 sudah kampanye berhenti merokok dengan memilih mengulum rumput. Walaupun tidak jelas dia itu G apa bukan.)
Lucunya, Lucky Luke itu adalah nama sandi (?) dari Salvatore Lucania, bos mafia Amerika yang kisah hidupnya menjadi salah satu model Vito Corleone dalam film The Godfather... Hahaha, jaka sembung disambung-sambung...
Yang jelas dengan adanya mafia dan koboi, dengan sepuluh perintah mereka masing-masing, seharusnya dunia ini sudah aman tenteram kerta raharja!
Bandingkan dengan Sepuluh Perintah Tuhan:
Bandingkan dengan Dasa Darma Pramuka:
"Lihat berita gak? Bos besar mafia Italia, lo Piccolo ditangkap di Sisilia."
Huaaah? Piccolo yang manaaaaa???
Piccolo Daimaoh?
Ternyata ayah dan anak, Salvatore dan Sandro... Wuah, Daimaoh dan Majunior sekaligus dong... (Kenapa ya aku selalu lupa bahwa Piccolo itu nama marga yang umum di Italia, aku hanya ingatnya alat musik berupa seruling imut...)
Lucunya, yang heboh dibahas di berita adalah penemuan Sepuluh Perintah Mafia.
- Tidak ada yang dapat menampilkan dirinya langsung ke rekannya. Harus ada orang ketiga;
- Tidak boleh melirik istri dari rekan;
- Tidak boleh terlihat bersama polisi;
- Jangan pergi ke pub dan klub;
- Wajib selalu siap sedia setiap saat demi Cosa Nostra - walaupun istrimu akan melahirkan;
- Janji bertemu mutlak harus dihormati;
- Istri harus diperlakukan dengan hormat;
- Ketika ditanyai keterangan, jawabannya haruslah kebenaran;
- Uang tidak boleh diambil kalau itu milik rekan lain atau keluarga lain;
- Orang yang tidak bisa menjadi bagian Cosa Nostra adalah: siapa saja yang punya keluarga dekat di dalam kepolisian, siapa saja yang punya pertalian darah dua kali di dalam mafia, siapa saja yang bertindak buruk dan tidak memegang nilai kesusilaan.
Bandingkan dengan Sepuluh Perintah Koboi, yang kabarnya adalah:
- Koboi tidak boleh menembak duluan, memukul orang yang lebih kecil, atau memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan;
- Koboi tidak boleh menjilat ludah sendiri atau melanggar amanah;
- Koboi harus selalu berkata benar;
- Koboi harus ramah pada anak-anak, lanjut usia, dan binatang kecil;
- Koboi tidak boleh membela/memiliki pandangan/pemikiran intoleran terhadap ras/agama;
- Koboi harus menolong orang kesusahan;
- Koboi harus menjadi pekerja yang rajin;
- Koboi harus menyucikan pikiran, perkataan, perbuatan, dan tingkah lakunya;
- Koboi harus menghormati pandangan perempuan, orang tua, dan bangsanya;
- Koboi adalah patriot.
(Kenapa Lucky Luke pantas dikagumi? Karena ganteng, sayang sama kudanya, jago tembak tapi tidak melukai orang, dan sejak 1983 sudah kampanye berhenti merokok dengan memilih mengulum rumput. Walaupun tidak jelas dia itu G apa bukan.)
Lucunya, Lucky Luke itu adalah nama sandi (?) dari Salvatore Lucania, bos mafia Amerika yang kisah hidupnya menjadi salah satu model Vito Corleone dalam film The Godfather... Hahaha, jaka sembung disambung-sambung...
Yang jelas dengan adanya mafia dan koboi, dengan sepuluh perintah mereka masing-masing, seharusnya dunia ini sudah aman tenteram kerta raharja!
Bandingkan dengan Sepuluh Perintah Tuhan:
- Tiada Tuhan selain [Allah];
- Jangan membuat idola (berhala);
- Jangan menyalahgunakan nama Tuhan;
- Ingatlah dan sucikanlah hari ketujuh;
- Muliakan Ayah Ibu;
- Jangan membunuh;
- Jangan berzina;
- Jangan mencuri;
- Jangan bersaksi dusta melawan tetangga;
- Jangan menginginkan milik orang lain.
Bandingkan dengan Dasa Darma Pramuka:
- Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
- Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia;
- Patriot yang sopan dan kesatria;
- Patuh dan suka bermusyawarah;
- Rela menolong dan tabah;
- Rajin, terampil, dan gembira;
- Hemat, cermat, dan bersahaja;
- Disiplin, berani, dan setia;
- Bertanggung jawab dan dapat dipercaya;
- Suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
Sabtu, 10 November 2007
Malaysia, dalam Kartun
Di tengah maraknya perbincangan dan pertengkaran mengenai hubungan dengan negeri seberang (yang kemudian disikapi orang dengan berbagai macam kartun di media massa...) Saya jadi teringat untuk mengangkat topik ini (pola judulnya sudah terlalu sering saya gunakan, seperti Burqini™ dalam Komik, mBahJak dalam Kotak, Muhammad dalam Manga, tapi apa boleh buat, memang ini tema utama blog saya lah yaw)...
Saya sendiri tidak terlalu paham benar mengenai batas-batas kenegaraan yang harus memisahkan kita. Menurut bos saya yang purnawirawan AL, pengkhianatan Malaysia terhadap semangat kemerdekaan itu sangat melukai hati rakyat Indonesia. Beliau mengungkapkan kekesalannya ketika di tahun 1967 dulu harus menghormati kapal Malaysia setelah konflik ditutup demi fokus pada insiden G30S. Tapi jelas di tahun itu saya belum lahir.
Tidak banyak saya berinteraksi dengan orang Malaysia, bertetangga di asrama pun jarang berjumpa. Dan selama berada di negeri jauh, kebersamaan selalu lebih penting daripada perbedaan. Bisa jadi rasa kebangsaan saya tidak terasah lebih kuat daripada rasa kebersamaan Asia Tenggara. Namun boleh jadi panasnya hubungan ini hanya dimanfaatkan sebagai agenda politik oknum-oknum tertentu kedua negara...
Yang jelas, setidaknya ada seorang yang sangat saya kagumi (tentu BUKAN yang ada di gambar di atas ini lah). Yang saya maksud adalah LAT alias Mat alias Mohammad Noor Khalid, kartunis.
Jauh sebelum penetrasi manga alias komik Jepang ke dalam kehidupan saya, karya beliau menjadi bacaan seluruh anggota keluarga. Saya menikmatinya bersama ibu-ayah, paman-bibi, dan kakek-nenek. Mulai dari Keluarga si Mamat, Budak Kampung, Budak Kota, Kampung Boy Yesterday and Today, Mat Som, serta puluhan judul kumpulan karikatur beliau di media massa... Kami sekeluarga ternyata juga berbagi beberapa pengalaman, nilai kehidupan, dan selera humor yang diceritakan di sana. Apalagi beliau seangkatan ibu saya.
Bisa dibilang, belum ada karya Indonesia yang mampu menandingi karya Malaysia satu ini. Diterjemahkan ke 34 bahasa, termasuk Jepang! Dan Amerika pun kini meluncurkan dua buku unggulan beliau dengan laris manis, rekomendasi dari Matt Groening pencipta The Simpsons (baru tahun lalu sih, terlambat 30an tahun, padahal Lat sendiri sudah beberapa kali mengunjungi Amerika).
Bukan berarti komik Indonesia kalah secara mutu. Karya-karya Dwi Koen, Ganes TH, Taguan Hardjo dkk, jelas membuktikan keahlian komikus Indonesia. Namun di saat jaya-jayanya komik Indonesia dengan beraneka ragam kisah fantasi yang melayang ke awan, Lat bertahan mengakar di bumi, dan menampilkan kenyataan Malaysia apa adanya, dengan berbagai perbenturan budaya antargolongan dalam goresan khas beliau tanpa perlu menyakiti pihak tertentu.
Dengannya beliau berhasil mengangkat apa yang dianggap orang 'norak' atau 'kampungan' menjadi "seronok" dan "eksotis". Hasilnya, siapa pula yang bakal menyadari dan mengakui bahwa percobaan pembuatan teh tarik di angkasa merupakan salah satu teknik eksperimen mutakhir mengenai gaya gravitasi, kalau bukan orang Malaysia?
Beliau juga menjadi pejuang lingkungan dengan caranya sendiri, dan pulang ke kampung halaman di Ipoh, meninggalkan carut-marut metropolitan Kuala Lumpur. Memang enak jadi penggambar, bisa berkarya di mana saja selama ada tinta, kertas, secangkir kopi dan pasokan informasi.
Namun sebagai duta budaya bangsa Malaysia ke dunia, kegiatan beliau cukup padat: Bulan Oktober kemarin ke Amerika berbicara di International Comic Arts Forum. Kalau di masa debutnya sering dibayar tiket bioskop, kini istilah beliau menggambar untuk memperoleh tiket pesawat (sebuah pesawat Air Asia juga meriah dihiasi lukisan beliau).
Selain itu, yang patut dirayakan adalah penghargaan Malaysia terhadap karya putra bangsanya. Ada pesawat lokal yang dihias meriah dengan komiknya. Melalui komik tersebut Lat juga memperoleh gelar Datuk (gak penting sih) dan beberapa bulan yang lalu juga memperoleh gelar Doktor honoris causa dari UKM.
Waktu saya pertama kali buat situs pribadi di geocities dulu, saya membuat taut ke rumah maya beliau di http://www.lathouse.com/my. Sayangnya sekarang tampaknya sedang ditutup... Semoga suatu saat aktif kembali.
P.S. Untuk komik-komik Malaysia lainnya bisa diperiksa di http://ra-cd.blogspot.com/
Saya sendiri tidak terlalu paham benar mengenai batas-batas kenegaraan yang harus memisahkan kita. Menurut bos saya yang purnawirawan AL, pengkhianatan Malaysia terhadap semangat kemerdekaan itu sangat melukai hati rakyat Indonesia. Beliau mengungkapkan kekesalannya ketika di tahun 1967 dulu harus menghormati kapal Malaysia setelah konflik ditutup demi fokus pada insiden G30S. Tapi jelas di tahun itu saya belum lahir.
Tidak banyak saya berinteraksi dengan orang Malaysia, bertetangga di asrama pun jarang berjumpa. Dan selama berada di negeri jauh, kebersamaan selalu lebih penting daripada perbedaan. Bisa jadi rasa kebangsaan saya tidak terasah lebih kuat daripada rasa kebersamaan Asia Tenggara. Namun boleh jadi panasnya hubungan ini hanya dimanfaatkan sebagai agenda politik oknum-oknum tertentu kedua negara...
Yang jelas, setidaknya ada seorang yang sangat saya kagumi (tentu BUKAN yang ada di gambar di atas ini lah). Yang saya maksud adalah LAT alias Mat alias Mohammad Noor Khalid, kartunis.
Jauh sebelum penetrasi manga alias komik Jepang ke dalam kehidupan saya, karya beliau menjadi bacaan seluruh anggota keluarga. Saya menikmatinya bersama ibu-ayah, paman-bibi, dan kakek-nenek. Mulai dari Keluarga si Mamat, Budak Kampung, Budak Kota, Kampung Boy Yesterday and Today, Mat Som, serta puluhan judul kumpulan karikatur beliau di media massa... Kami sekeluarga ternyata juga berbagi beberapa pengalaman, nilai kehidupan, dan selera humor yang diceritakan di sana. Apalagi beliau seangkatan ibu saya.
Bisa dibilang, belum ada karya Indonesia yang mampu menandingi karya Malaysia satu ini. Diterjemahkan ke 34 bahasa, termasuk Jepang! Dan Amerika pun kini meluncurkan dua buku unggulan beliau dengan laris manis, rekomendasi dari Matt Groening pencipta The Simpsons (baru tahun lalu sih, terlambat 30an tahun, padahal Lat sendiri sudah beberapa kali mengunjungi Amerika).
Bukan berarti komik Indonesia kalah secara mutu. Karya-karya Dwi Koen, Ganes TH, Taguan Hardjo dkk, jelas membuktikan keahlian komikus Indonesia. Namun di saat jaya-jayanya komik Indonesia dengan beraneka ragam kisah fantasi yang melayang ke awan, Lat bertahan mengakar di bumi, dan menampilkan kenyataan Malaysia apa adanya, dengan berbagai perbenturan budaya antargolongan dalam goresan khas beliau tanpa perlu menyakiti pihak tertentu.
Dengannya beliau berhasil mengangkat apa yang dianggap orang 'norak' atau 'kampungan' menjadi "seronok" dan "eksotis". Hasilnya, siapa pula yang bakal menyadari dan mengakui bahwa percobaan pembuatan teh tarik di angkasa merupakan salah satu teknik eksperimen mutakhir mengenai gaya gravitasi, kalau bukan orang Malaysia?
Beliau juga menjadi pejuang lingkungan dengan caranya sendiri, dan pulang ke kampung halaman di Ipoh, meninggalkan carut-marut metropolitan Kuala Lumpur. Memang enak jadi penggambar, bisa berkarya di mana saja selama ada tinta, kertas, secangkir kopi dan pasokan informasi.
Namun sebagai duta budaya bangsa Malaysia ke dunia, kegiatan beliau cukup padat: Bulan Oktober kemarin ke Amerika berbicara di International Comic Arts Forum. Kalau di masa debutnya sering dibayar tiket bioskop, kini istilah beliau menggambar untuk memperoleh tiket pesawat (sebuah pesawat Air Asia juga meriah dihiasi lukisan beliau).
Selain itu, yang patut dirayakan adalah penghargaan Malaysia terhadap karya putra bangsanya. Ada pesawat lokal yang dihias meriah dengan komiknya. Melalui komik tersebut Lat juga memperoleh gelar Datuk (gak penting sih) dan beberapa bulan yang lalu juga memperoleh gelar Doktor honoris causa dari UKM.
Waktu saya pertama kali buat situs pribadi di geocities dulu, saya membuat taut ke rumah maya beliau di http://www.lathouse.com/my. Sayangnya sekarang tampaknya sedang ditutup... Semoga suatu saat aktif kembali.
P.S. Untuk komik-komik Malaysia lainnya bisa diperiksa di http://ra-cd.blogspot.com/
Rabu, 31 Oktober 2007
Mr Darling dan Cinta Fitri
Hadir di acara halal bihalal, Mr Darling membualkan bagaimana globalisasi dan teknologi informasi mengubah wajah dunia, bagaimana orang cnn dari berbagai ras dan latar belakang budaya bisa menggunakan bahasa yang sama memperjuangkan ideologi demokrasi, bla bli blu. Dan bahwa sebagai orang nyentrik yang sibuk luar biasa, selama 71 tahun beliau nyaris tidak pernah menonton televisi (selain jaringan cnn tentunya?) Setiap malam beliau menghadapi beberapa komputer sekaligus dalam tiga bahasa di meja kerjanya, ditunggui oleh sang istri tercinta. Bosan mengaji, mulailah sang istri menyetel televisi.
Sebelumnya Mr. Darling tidak pernah peduli kalau sang istri menceritakan tontonannya dengan penuh semangat, namun hal itu mulai masuk ke dalam perhatian beliau ketika sang istri selalu gelisah setiap mengadakan janji makan malam dengan orang penting. Kalau tampak sang suami masih nyaman mengobrol, sang istri, melupakan usia yang juga sudah kepala 7, akan pasang muka cemberut dan menyikut-nyikut. Begitu naik kendaraan, langsung menelepon polisi fore-rider agar lebih aktif mengosongkan jalan di depan demi sesegera mungkin mencapai rumah, tepatnya ruangan televisi, untuk menyetel kotak ajaib itu dan duduk manis tak sudi diganggu.
Heran terhadap tingkah laku sang istri, Mr. Darling pun mencoba menyelami apa yang sedemikian diutamakan. Ternyata oh ternyata, sinetron Cinta Fitri bow! Satu dua kali menemani menonton, ikut-ikutan penasaran deh. Tidak rela ketinggalan cerita, dikerahkanlah jaringan VVIP sampai SCTV berbaik hati mengirimkan 100 episode lengkap! Dapat dari mana pula waktu seratus jam untuk menyempatkan diri menontonnya Pak???
Setelah ditonton, beliau ikut terpesona dan heboh lah mengundang segenap pemeran dan kru Cinta Fitri, gak ketinggalan Punjabi-punjabinya untuk dijamu di kediaman beliau (gak mau kalah sama SBY mungkin).
Masalah kita adalah masalah peradaban, masalah budaya, demikian pikir beliau. Dan sinetron adalah sebuah media yang bisa dikerahkan untuk menanamkan nilai-nilai moral kepada generasi muda, pikir beliau. "Tokoh-tokohnya, seangkatan cucu saya! Saya memperhatikan dialognya, bagus ya. Dari mana mereka ambil itu, ada novelnya kali ya?" ...... Gubraggg... Kayak gak tahu saja Pak!
Di saat berpisah, aku tahan Mr. Darling sebentar. "Pak, sinetron Cinta Fitri itu jiplakan dari telenovela Korea lagi! Makanya kalau nanti memang Bapak janji ketemuan dengan orang-orang sinetron itu, tolong sekalian juga diingatkan ya, jangan sembarangan membajak cerita."
"Yang saya tonton cuma satu itu saja kok. Saya tidak pernah menonton yang lainnya."
"Lha iya Pak, yang satu itulah yang bajakan!"
(Dengan muka aneh, entah salah paham mengenai apa yang saya omongkan, entah gak percaya) "Yah, namanya kita bangsa Indonesia kan memang masih susah, ya... Yang penting kan bagaimana sinetron itu bisa menjadi alat pendidikan."
"Lah saya sendiri sih kalau sekadar hiburan, mau bajakan, mau jiplakan juga gak apa-apa lah asal bagus dan asyik Pak, nikmati saja. Tapi kalau mau mempergunakan media jiplakan untuk bicara soal moral, tunggu dulu! Soal royalti lain lagi lho Pak, setidaknya ini soal penghargaan."
Pak Editor yang bijak nimbrung. "Iya Pak, kebanyakan kru dan pemerannya sendiri tidak sadar kalau ini adalah bajakan. Mungkin penulis skenario pun tidak tahu bahwa menerjemahkan tanpa permisi juga merupakan penyalahgunaan hak cipta. Yang harus bertanggung jawab adalah produser yang tidak mau repot."
"Begitulah Pak, kalau mau menghargai para kru dan pemeran, silakan, tapi jangan Punjabi-punjabinya dong Pak..."
Sayangnya Mrs. Darling lewat. "Ya, cinta itu cinta..." Dan pembicaraan saya pun terpotong. Sementara seorang pejabat negara setingkat menteri, sama sekali gak nyambung dengan wajah galaknya, menyatakan berminat meminjam yang 100 episode lengkap itu, karena beliau juga sempat menonton melompat-lompat.
Heran, mengapa justru di saat kepemilikan budaya kita dipertentangkan dengan Malaysia, malah yang satu ini yang digembar-gemborkan. Mengapa bukan Si Doel, Bajuri, atau KSD???
Memang salahnya sinetron-sinetron 'asli' tayang sekitar Maghrib-Isya, saatnya mematikan televisi demi ibadah, atau masih dalam perjalanan pulang. Sementara si Cinta Fitri ini ditayangkan pada jam tenang para pejabat VVIP.
Masih mending (mungkin, karena di jam tayangnya saya pasti sudah tidur nyenyak) Cinta Fitri ini cukup berhasil menampilkan ke-Indonesiaan dibandingkan sinetron jiplakan lainnya. Untuk menjadi demikian dibutuhkan proses penerjemahan atau penyaduran yang tidak mudah. Kebetulan juga, jiplakannya berasal dari Korea yang umumnya masih menampilkan "kepantasan Asia", sehingga malah jauh lebih sopan daripada sinetron yang dikarang sendiri oleh generasi muda Indonesia yang ingin sok modern???
Tapi tetap saja sayang, kalau pemerannya main bagus, sinematografi oke, tapi alur cerita jiplak sana-sini. Dan kalau mau bicara soal penanaman moral melalui sinetron, jangan yang perlu menghabiskan 100-777 jam (belum diselang iklan pula) untuk menyampaikan ide sederhana lah! Itu mah sudah jelas-jelas gerakan pembodohan! Waktu sedemikian rupa kan bisa dipakai mengerjakan hal-hal yang lebih bermutu! Berdzikir misalnya... Baca komik pun masih mending, bisa diselaraskan dengan kegiatan sehari-hari.
Dan bila jajaran orang-orang pintar (dan berkuasa?) di Indonesia ternyata masih bisa ikut kecanduan sinetron, APA KATA DUNIAAA???
Memang benar kata Oom Taufiq, kotak ajaib itu alat penjajah. Dan benar kata Manjoume, "Menjadi asli akan merugi. Yang menirunya pun masih belum apa-apa. Untuk menguasai dunia, sudah jelas... Tiruan dari tiruan."
Sebelumnya Mr. Darling tidak pernah peduli kalau sang istri menceritakan tontonannya dengan penuh semangat, namun hal itu mulai masuk ke dalam perhatian beliau ketika sang istri selalu gelisah setiap mengadakan janji makan malam dengan orang penting. Kalau tampak sang suami masih nyaman mengobrol, sang istri, melupakan usia yang juga sudah kepala 7, akan pasang muka cemberut dan menyikut-nyikut. Begitu naik kendaraan, langsung menelepon polisi fore-rider agar lebih aktif mengosongkan jalan di depan demi sesegera mungkin mencapai rumah, tepatnya ruangan televisi, untuk menyetel kotak ajaib itu dan duduk manis tak sudi diganggu.
Heran terhadap tingkah laku sang istri, Mr. Darling pun mencoba menyelami apa yang sedemikian diutamakan. Ternyata oh ternyata, sinetron Cinta Fitri bow! Satu dua kali menemani menonton, ikut-ikutan penasaran deh. Tidak rela ketinggalan cerita, dikerahkanlah jaringan VVIP sampai SCTV berbaik hati mengirimkan 100 episode lengkap! Dapat dari mana pula waktu seratus jam untuk menyempatkan diri menontonnya Pak???
Setelah ditonton, beliau ikut terpesona dan heboh lah mengundang segenap pemeran dan kru Cinta Fitri, gak ketinggalan Punjabi-punjabinya untuk dijamu di kediaman beliau (gak mau kalah sama SBY mungkin).
Masalah kita adalah masalah peradaban, masalah budaya, demikian pikir beliau. Dan sinetron adalah sebuah media yang bisa dikerahkan untuk menanamkan nilai-nilai moral kepada generasi muda, pikir beliau. "Tokoh-tokohnya, seangkatan cucu saya! Saya memperhatikan dialognya, bagus ya. Dari mana mereka ambil itu, ada novelnya kali ya?" ...... Gubraggg... Kayak gak tahu saja Pak!
Di saat berpisah, aku tahan Mr. Darling sebentar. "Pak, sinetron Cinta Fitri itu jiplakan dari telenovela Korea lagi! Makanya kalau nanti memang Bapak janji ketemuan dengan orang-orang sinetron itu, tolong sekalian juga diingatkan ya, jangan sembarangan membajak cerita."
"Yang saya tonton cuma satu itu saja kok. Saya tidak pernah menonton yang lainnya."
"Lha iya Pak, yang satu itulah yang bajakan!"
(Dengan muka aneh, entah salah paham mengenai apa yang saya omongkan, entah gak percaya) "Yah, namanya kita bangsa Indonesia kan memang masih susah, ya... Yang penting kan bagaimana sinetron itu bisa menjadi alat pendidikan."
"Lah saya sendiri sih kalau sekadar hiburan, mau bajakan, mau jiplakan juga gak apa-apa lah asal bagus dan asyik Pak, nikmati saja. Tapi kalau mau mempergunakan media jiplakan untuk bicara soal moral, tunggu dulu! Soal royalti lain lagi lho Pak, setidaknya ini soal penghargaan."
Pak Editor yang bijak nimbrung. "Iya Pak, kebanyakan kru dan pemerannya sendiri tidak sadar kalau ini adalah bajakan. Mungkin penulis skenario pun tidak tahu bahwa menerjemahkan tanpa permisi juga merupakan penyalahgunaan hak cipta. Yang harus bertanggung jawab adalah produser yang tidak mau repot."
"Begitulah Pak, kalau mau menghargai para kru dan pemeran, silakan, tapi jangan Punjabi-punjabinya dong Pak..."
Sayangnya Mrs. Darling lewat. "Ya, cinta itu cinta..." Dan pembicaraan saya pun terpotong. Sementara seorang pejabat negara setingkat menteri, sama sekali gak nyambung dengan wajah galaknya, menyatakan berminat meminjam yang 100 episode lengkap itu, karena beliau juga sempat menonton melompat-lompat.
Heran, mengapa justru di saat kepemilikan budaya kita dipertentangkan dengan Malaysia, malah yang satu ini yang digembar-gemborkan. Mengapa bukan Si Doel, Bajuri, atau KSD???
Memang salahnya sinetron-sinetron 'asli' tayang sekitar Maghrib-Isya, saatnya mematikan televisi demi ibadah, atau masih dalam perjalanan pulang. Sementara si Cinta Fitri ini ditayangkan pada jam tenang para pejabat VVIP.
Masih mending (mungkin, karena di jam tayangnya saya pasti sudah tidur nyenyak) Cinta Fitri ini cukup berhasil menampilkan ke-Indonesiaan dibandingkan sinetron jiplakan lainnya. Untuk menjadi demikian dibutuhkan proses penerjemahan atau penyaduran yang tidak mudah. Kebetulan juga, jiplakannya berasal dari Korea yang umumnya masih menampilkan "kepantasan Asia", sehingga malah jauh lebih sopan daripada sinetron yang dikarang sendiri oleh generasi muda Indonesia yang ingin sok modern???
Tapi tetap saja sayang, kalau pemerannya main bagus, sinematografi oke, tapi alur cerita jiplak sana-sini. Dan kalau mau bicara soal penanaman moral melalui sinetron, jangan yang perlu menghabiskan 100-777 jam (belum diselang iklan pula) untuk menyampaikan ide sederhana lah! Itu mah sudah jelas-jelas gerakan pembodohan! Waktu sedemikian rupa kan bisa dipakai mengerjakan hal-hal yang lebih bermutu! Berdzikir misalnya... Baca komik pun masih mending, bisa diselaraskan dengan kegiatan sehari-hari.
Dan bila jajaran orang-orang pintar (dan berkuasa?) di Indonesia ternyata masih bisa ikut kecanduan sinetron, APA KATA DUNIAAA???
Memang benar kata Oom Taufiq, kotak ajaib itu alat penjajah. Dan benar kata Manjoume, "Menjadi asli akan merugi. Yang menirunya pun masih belum apa-apa. Untuk menguasai dunia, sudah jelas... Tiruan dari tiruan."
Rabu, 24 Oktober 2007
Pesta Blog GeeR 2007
Kembali dari dunia nyata, ternyata dapat surat di bawah ini pas Idul Fitri...
Lalu apa iya BambuMuda "cukup dikenal di kalangan komunitas blogger Indonesia" sehingga berhak mendapatkan satu dari segelintir undangan gratisan? Seberapa luas sih sebenarnya jangkauan khalayak pembaca saya (selain yang memang sudah kepalang kenal, yang kesasar waktu cari info beasiswa, dan para penggemar topeng kaca?)
Jadi malu juga bahwa saya masih mengisi blog suka-suka sendiri, belum terlalu memenuhi tuntutan kewajiban menyebarluaskan informasi ataupun ideologi secara serius dan edukatif.
Katanya undangan gratis itu untuk blogger terkemuka dan perwakilan komunitas. Nah kalau tidak terkemuka, saya ini anggota komunitas mana dong ya... Ada yang mau mengklaim saya gak? Terlanjur daftar ikut acara (gak sudi melewatkan yang gratisan lah tentunya), tapi nanti kalau celingukan sendiri kan bingung. Adakah di antara rekan-rekan yang berniat hadir juga? Janjian yuks!!! p(^o^)q
Pesta Blogger <pestablogger@gmail.com > wrote:
Salam blogger!
Dengan email ini, saya Enda Nasution, atas nama seluruh Komite Pesta Blogger 2007, bermaksud mengundang Anda untuk menghadiri acara pertemuan para blogger berskala nasional pertama di Indonesia: Pesta Blogger 2007: "Suara Baru Indonesia". Sebagai salah seorang blogger yang cukup dikenal di kalangan komunitas blogger Indonesia, adalah suatu kehormatan bagi kami apabila Anda berkenan untuk hadir dalam acara yang sedianya akan diselenggarakan pada:Hari/Tanggal : Sabtu/27 Oktober 2007
Tempat : Blitz Megaplex, Grand Indonesia lt. 8,
Jl. MH Thamrin no.1 – Jakarta Pusat
Pukul : 10:30 – 15:00
Semoga melalui acara ini, kita dapat menjalin silaturahmi yang lebih erat antar para bloggers Indonesia; sehingga pada akhirnya juga dapat berdampak terhadap terciptanya iklim nge-blog yang lebih positif di Indonesia.
Pesta Blogger 2007
Selasa, 23 Oktober 2007
On the G Way
Suatu hari sebelum buku 7 keluar...
Ya, saya juga sudah pernah menebak-nebak siapa tokoh yang gay di dalam buku Harpot, pertamanya saya menuduh Sirius atau Severus. Memang tidak pernah menduga itu adalah Albus.
Yes, so it's official honey, dear old APWBD is gay.
Dan ketujuh tanda-tandanya bisa dilihat di sini.
Saya memang cenderung mengabaikan tindak-tanduk orang bijak. Selama ini saya menyangka di masa mudanya Dumbly pernah punya kisah kasih dengan kaptennya Hollywood Harpies atau apalah...
Semacam Lev Nikolajevič Tolstoj, yang melampiaskan segenap hawa nafsunya di masa muda dan memperoleh segalanya: istri yang cantik dan cerdas, 13 orang anak, kekayaan dan ketenaran (selebriti internasional!), menginspirasi orang-orang hebat lainnya (Gandhi dkk) namun di masa tuanya berusaha menjadi 'nabi' yang bijak, bertapa dari segenap daya tarik dunia (termasuk keluarga sendiri), demi mencari kebahagiaan abadi... Lagian janggut Dumbly mirip pun dengan beliau, ya kan.
Tapi ternyata, persamaan beliau bukan terhadap Oom Lev NT tersebut, melainkan terhadap Oom Leo yang satu lagi (lho memangnya Oom Leo DV itu gay???)
Sebenarnya saya tidak peduli, tidak kaget seperti waktu beberapa tahun lalu membaca kisah si Ageha dalam manga BASARA. Dan seputar tokoh fiktif lainnya, toh salah satu manga kesayangan saya adalah Eroica yori Ai wo Komete. Yang saya heran, mengapa hal itu tidak dituliskan oleh JKR secara terang-terangan di dalam bukunya? Apakah memang masih tersensor, dianggap tidak kontekstual, atau memang rencananya akan diungkapkan setelah buku terakhir laris manis sehingga dampaknya lebih luar biasa?
Jangan-jangan kalau mau menjadi orang (pengarang) yang bijak, harus melewati fase 'berbeda' dan 'tidak normal' dalam kehidupannya, untuk mencapai suatu pemahaman yang visioner. HC Andersen dan Oscar Wilde, para pengarang dongeng-dongeng yang sangat menginspirasi saya di masa kecil, ternyata juga dituduh gay.
Menurut dokter Taiwan yang menangani masalah AIDS, mereka punya tanda-tanda khusus. Waktu SMA, banyak juga cowok angklung yang saling menuding ke-gay-an mereka, tapi mungkin itu sekadar gurauan, karena mereka terlalu banyak bergaul dengan cewek. Tentu beda lagi yang namanya gay dengan 'kecewek-cewekan', lemah gemulai, panci, ataupun perubahan gender. Dan mungkin jatuh cinta dengan sesama jenis punya dimensi lain lagi masalahnya dengan penyimpangan seksual.
Saya sendiri belum tahu seberapa mampu saya bertenggang rasa dengan kalangan itu di kehidupan sehari-hari. Namun saya tahu rasanya dianggap tidak normal (hanya karena kidal) dan toh manusia masa kini sudah terbiasa hidup mengesampingkan kisah Nabi Luth sebagai sekadar dongengan masa kanak-kanak, bahkan kabarnya beberapa alur pemikiran Islam tertentu berusaha mencari celah untuk menerima kenyataan akan adanya orang gay yang Islam, misalnya. Kita sudah menelan film-film hollywood bahwa gay itu adalah women's best friend. Tentu saja: kebanyakan mereka beredar di dunia kreatif, dan lebih termarjinalkan daripada perempuan pada umumnya, sehingga akan sangat sensitif, serta punya toleransi besar terhadap histeria, sindrom dan segenap gangguan hormonal perempuan. Siapa pula yang bakal menolak punya sahabat sekeren Rupert Everett? (Eh nolak juga kali ya)
Saya sih malah merasa agak lebih nyaman berteman dengan cowok, karena merasa enggak ribet; lebih logis, dan kalaupun mereka emosional justru bisa jadi sasaran ledekan, idih kok kayak cewek aja! Tapi kemachoan cowok pun tidak bisa menjadi jaminan, teori itu sudah runtuh di film Brokeback Mountain misalnya. Nah, masalahnya: saya belum pernah memperhatikan, apakah ada yang tersinggung ataupun tersungging dengan bahasan saya ini? Apakah ada di antara lingkaran pergaulan saya rekan yang gay, atau merasa gay, atau berniat mengaku-aku gay? Kalau ternyata ada, mohon maafkan ketumpulan saya, dan tolong ngacung yaaa!
Miss N, seorang abege sebelah kubik saya senyam-senyum bertanya, "Kanti, menurut elo mendingan mana, Harry-Ginny atau Harry-Hermione?"
K: "Lho, bukannya itu udah tersirat jelas di ceritanya?"
N: "Yang gue tanya itu preferensi elo, elo shippernya siapa..."
K: :"Ah ga rame lagi kalee, shipper-shipperan... Hmmm saya mah cuma peduli sama bagaimana Prof Snape bakal memulihkan nama baiknya... Hmmm yaa paling juga saya cenderung Severus-Sirius shipper. Saya rasa ada cinta bertepuk sebelah tangan makanya Sev sirik ama James gitu loch... Ketika Harry muncul, Sirius seakan mendapat pengganti, tambah siriklah dia..."
N: "..." (ngambek)
K: (menyadari kesenjangan generasi, berusaha menyamakan level) "Atau... atau apakah Draco ngeceng Harry makanya sebel ama Ron yang ngerebut duluan..."
N: "..." (tambah ngambek)
K: "..." ;p
Ya, saya juga sudah pernah menebak-nebak siapa tokoh yang gay di dalam buku Harpot, pertamanya saya menuduh Sirius atau Severus. Memang tidak pernah menduga itu adalah Albus.
Yes, so it's official honey, dear old APWBD is gay.
Dan ketujuh tanda-tandanya bisa dilihat di sini.
- Jenis hewan piaraan beliau.
- Anagram dari nama beliau.
- Selera berbusana beliau.
- Kehalusan perasaan beliau.
- Keterbukaan dan toleransi beliau terhadap segenap ras.
- Kemiripan beliau dengan Leonardo Da Vinci.
- Betapa sedikitnya orang yang menyadari beliau gay.
Saya memang cenderung mengabaikan tindak-tanduk orang bijak. Selama ini saya menyangka di masa mudanya Dumbly pernah punya kisah kasih dengan kaptennya Hollywood Harpies atau apalah...
Semacam Lev Nikolajevič Tolstoj, yang melampiaskan segenap hawa nafsunya di masa muda dan memperoleh segalanya: istri yang cantik dan cerdas, 13 orang anak, kekayaan dan ketenaran (selebriti internasional!), menginspirasi orang-orang hebat lainnya (Gandhi dkk) namun di masa tuanya berusaha menjadi 'nabi' yang bijak, bertapa dari segenap daya tarik dunia (termasuk keluarga sendiri), demi mencari kebahagiaan abadi... Lagian janggut Dumbly mirip pun dengan beliau, ya kan.
Tapi ternyata, persamaan beliau bukan terhadap Oom Lev NT tersebut, melainkan terhadap Oom Leo yang satu lagi (lho memangnya Oom Leo DV itu gay???)
Sebenarnya saya tidak peduli, tidak kaget seperti waktu beberapa tahun lalu membaca kisah si Ageha dalam manga BASARA. Dan seputar tokoh fiktif lainnya, toh salah satu manga kesayangan saya adalah Eroica yori Ai wo Komete. Yang saya heran, mengapa hal itu tidak dituliskan oleh JKR secara terang-terangan di dalam bukunya? Apakah memang masih tersensor, dianggap tidak kontekstual, atau memang rencananya akan diungkapkan setelah buku terakhir laris manis sehingga dampaknya lebih luar biasa?
Jangan-jangan kalau mau menjadi orang (pengarang) yang bijak, harus melewati fase 'berbeda' dan 'tidak normal' dalam kehidupannya, untuk mencapai suatu pemahaman yang visioner. HC Andersen dan Oscar Wilde, para pengarang dongeng-dongeng yang sangat menginspirasi saya di masa kecil, ternyata juga dituduh gay.
Menurut dokter Taiwan yang menangani masalah AIDS, mereka punya tanda-tanda khusus. Waktu SMA, banyak juga cowok angklung yang saling menuding ke-gay-an mereka, tapi mungkin itu sekadar gurauan, karena mereka terlalu banyak bergaul dengan cewek. Tentu beda lagi yang namanya gay dengan 'kecewek-cewekan', lemah gemulai, panci, ataupun perubahan gender. Dan mungkin jatuh cinta dengan sesama jenis punya dimensi lain lagi masalahnya dengan penyimpangan seksual.
Saya sendiri belum tahu seberapa mampu saya bertenggang rasa dengan kalangan itu di kehidupan sehari-hari. Namun saya tahu rasanya dianggap tidak normal (hanya karena kidal) dan toh manusia masa kini sudah terbiasa hidup mengesampingkan kisah Nabi Luth sebagai sekadar dongengan masa kanak-kanak, bahkan kabarnya beberapa alur pemikiran Islam tertentu berusaha mencari celah untuk menerima kenyataan akan adanya orang gay yang Islam, misalnya. Kita sudah menelan film-film hollywood bahwa gay itu adalah women's best friend. Tentu saja: kebanyakan mereka beredar di dunia kreatif, dan lebih termarjinalkan daripada perempuan pada umumnya, sehingga akan sangat sensitif, serta punya toleransi besar terhadap histeria, sindrom dan segenap gangguan hormonal perempuan. Siapa pula yang bakal menolak punya sahabat sekeren Rupert Everett? (Eh nolak juga kali ya)
Saya sih malah merasa agak lebih nyaman berteman dengan cowok, karena merasa enggak ribet; lebih logis, dan kalaupun mereka emosional justru bisa jadi sasaran ledekan, idih kok kayak cewek aja! Tapi kemachoan cowok pun tidak bisa menjadi jaminan, teori itu sudah runtuh di film Brokeback Mountain misalnya. Nah, masalahnya: saya belum pernah memperhatikan, apakah ada yang tersinggung ataupun tersungging dengan bahasan saya ini? Apakah ada di antara lingkaran pergaulan saya rekan yang gay, atau merasa gay, atau berniat mengaku-aku gay? Kalau ternyata ada, mohon maafkan ketumpulan saya, dan tolong ngacung yaaa!
Jumat, 19 Oktober 2007
In Memoriam Waisak Jerapah
Turut belasungkawa atas wafatnya Waisak, sang jerapah kesayangan Bandung.
Seekor teman yang sangat baik dan manis untuk melewati hari-hari cerah melamunkan hijaunya rerumputan. (;_;)
Baru tahu kabar dukacita ini dari PR Kamis kemarin, padahal wafatnya sudah beberapa bulan lalu. Akibat memakan plastik suguhan pengunjung?!!? Sesungguhnya keadaan beliau telah lama diketahui oleh para pengelola, dan selalu menjadi pembahasan setiap saya mampir ke tempatnya, namun tidak ada yang bisa melakukan tindak lanjut selain peringatan halus yang sia-sia... (;_;)
Memang di pagar tercantum rambu "dilarang memberi makan" dalam warna merah berdasar putih, namun ternyata belum cukup menjelaskan kepada pengunjung akan bahayanya. Menurut sepupu yang lulusan FKH, memang kebun binatang akan menghindari pemasangan rambu yang menggambarkan masalah secara lebih terperinci, karena rambu tersebut bisa dijadikan bukti tertulis bagi gerakan-gerakan profauna dkk, bahwa betapa sengsaranya hewan yang dikurung untuk kepentingan manusia. (;_;)
Saya juga sepintas lalu pernah menyinggung masalah ini sebelumnya. Tidak menyangka bisa sampai separah itu... Oh Waisak, semoga penderitaanmu tak terulang lagi (;_;)
BambuMuda: Sumpah Jerapah
Foto-foto lainnya
Seekor teman yang sangat baik dan manis untuk melewati hari-hari cerah melamunkan hijaunya rerumputan. (;_;)
Baru tahu kabar dukacita ini dari PR Kamis kemarin, padahal wafatnya sudah beberapa bulan lalu. Akibat memakan plastik suguhan pengunjung?!!? Sesungguhnya keadaan beliau telah lama diketahui oleh para pengelola, dan selalu menjadi pembahasan setiap saya mampir ke tempatnya, namun tidak ada yang bisa melakukan tindak lanjut selain peringatan halus yang sia-sia... (;_;)
Memang di pagar tercantum rambu "dilarang memberi makan" dalam warna merah berdasar putih, namun ternyata belum cukup menjelaskan kepada pengunjung akan bahayanya. Menurut sepupu yang lulusan FKH, memang kebun binatang akan menghindari pemasangan rambu yang menggambarkan masalah secara lebih terperinci, karena rambu tersebut bisa dijadikan bukti tertulis bagi gerakan-gerakan profauna dkk, bahwa betapa sengsaranya hewan yang dikurung untuk kepentingan manusia. (;_;)
Saya juga sepintas lalu pernah menyinggung masalah ini sebelumnya. Tidak menyangka bisa sampai separah itu... Oh Waisak, semoga penderitaanmu tak terulang lagi (;_;)
BambuMuda: Sumpah Jerapah
Foto-foto lainnya
Senin, 01 Oktober 2007
Oktober Merah (Indonesia)
Terjemahan Bahasa Indonesia © BambuMuda
Russian Navy Hymn, OST the Hunt for the Red October
Холодно, хмуро... Dingin dan kosong...
И мрачно в душе Suram jiwaku
Как мог знать я Bagaimana kutahu
что ты умрёшь? kau kan lenyap?
До свиданья, берег родной! Sampai jumpa, tanah airku!
Как нам трудно представить, Sulit membayangkan,
что это не сон... ini bukan mimpi...
Родина, дом родной, Pertiwi, negeriku,
До свиданья, Родина! Sampai jumpa Pertiwi!
Эй! И в поход, и в поход! Yak! Berangkat, berangkat!
Нас волна морская ждёт, Laut telah menanti
не дождётся kita berlayar
Нас зовёт морская даль Ombak di luas samudra
и прибой! memanggil!
(Ref 1)
Салют отцам и нашим дедам Salam kami, pada leluhur
Заветам их всегда верны. kami setia pada janji.
Теперь ничто не остановит Takkan lagi ada penghalang
Победный шаг родной страны! bagi derap langkah anak negeri!
(Ref 2)
Ты плыви, плыви бесстрашно, Berlayarlah, dengan berani,
Гордость северных морей kebanggaan laut utara
Революции надежда, Sang harapan revolusi,
Сгусток веры всех людей. kau percikan iman kami.
Ref 2 + Ref 1 + Ref 2
(Ref 3)
В октябре, в октябре Di Oktober, di Oktober,
Рапортуем мы наши победы. kami melaporkan kemenangan
В октябре, в октябре Di Oktober, di Oktober,
Новый мир дали нам наши деды! pada pusaka yang diwariskan!
Ref 2 + Ref 1 + Ref 3
Russian Navy Hymn, OST the Hunt for the Red October
(Red Army Choir/Basil Poledouris)
Холодно, хмуро... Dingin dan kosong...
И мрачно в душе Suram jiwaku
Как мог знать я Bagaimana kutahu
что ты умрёшь? kau kan lenyap?
До свиданья, берег родной! Sampai jumpa, tanah airku!
Как нам трудно представить, Sulit membayangkan,
что это не сон... ini bukan mimpi...
Родина, дом родной, Pertiwi, negeriku,
До свиданья, Родина! Sampai jumpa Pertiwi!
Эй! И в поход, и в поход! Yak! Berangkat, berangkat!
Нас волна морская ждёт, Laut telah menanti
не дождётся kita berlayar
Нас зовёт морская даль Ombak di luas samudra
и прибой! memanggil!
(Ref 1)
Салют отцам и нашим дедам Salam kami, pada leluhur
Заветам их всегда верны. kami setia pada janji.
Теперь ничто не остановит Takkan lagi ada penghalang
Победный шаг родной страны! bagi derap langkah anak negeri!
(Ref 2)
Ты плыви, плыви бесстрашно, Berlayarlah, dengan berani,
Гордость северных морей kebanggaan laut utara
Революции надежда, Sang harapan revolusi,
Сгусток веры всех людей. kau percikan iman kami.
Ref 2 + Ref 1 + Ref 2
(Ref 3)
В октябре, в октябре Di Oktober, di Oktober,
Рапортуем мы наши победы. kami melaporkan kemenangan
В октябре, в октябре Di Oktober, di Oktober,
Новый мир дали нам наши деды! pada pusaka yang diwariskan!
Ref 2 + Ref 1 + Ref 3
Menyambut perayaan 50 tahun peluncuran Sputnik (???)
In memoriam Basil Poledouris 8 September 2007
In memoriam Basil Poledouris 8 September 2007
Selasa, 25 September 2007
[Buku] GARIS (Wina SW1)
Buku kumpulan puisi tunggal Kak Wina yang pertama, diluncurkan bulan September ini berturut-turut di Aceh, Jakarta dan Kyoto.
Syafwina Sanusi Wahab (38) ini teman nongkrong nonton bioskop dan lawan berdebat di Kyoto, seorang perempuan Aceh yang sangat hiperaktif bergaul dan melakukan beragam hal.
Hanya saja kecenderungannya untuk selalu terjun berkesenian dan berorganisasi tampak berbenturan dengan tugasnya menuntut ilmu di negeri orang dan kodratnya sebagai perempuan (???)
Namun mungkin apa pun pengalaman beliau takkan pernah sia-sia, semakin mengasah kepribadian dan keterampilan mengolah bahasa.
Oke Kak Wina, cepat lulus, cepat nikah yah.
Syafwina Sanusi Wahab (38) ini teman nongkrong nonton bioskop dan lawan berdebat di Kyoto, seorang perempuan Aceh yang sangat hiperaktif bergaul dan melakukan beragam hal.
Hanya saja kecenderungannya untuk selalu terjun berkesenian dan berorganisasi tampak berbenturan dengan tugasnya menuntut ilmu di negeri orang dan kodratnya sebagai perempuan (???)
Namun mungkin apa pun pengalaman beliau takkan pernah sia-sia, semakin mengasah kepribadian dan keterampilan mengolah bahasa.
Oke Kak Wina, cepat lulus, cepat nikah yah.
ACEH KEKASIHKU
MENCINTAIMU, Acehku
bagaikan menari di dasar samudera
bergerak tanpa suara, tanpa udara, tanpa cahaya
tak peduli lautan
menahan likok yang terus kutarikan dengan susah payah
melayangkanku dalam gerakan tanpa pola
ketenangan dunia bawah laut yang memabukkan
memenjarakanku dari dunia penuh cahaya di atas sana
Mencintaimu, Acehku
bagaikan terdampar di gurun tak bertuan
pasir dan angin menjadi lasykar badai
memutingbeliungkan semua langkah dan gerak
matahari membakar segala hidup
menghanguskan segala mati
fatamorgana jadi batas dua dunia
ketika rindu air tak pernah habisnya mengaliri jiwa
Mencintaimu, Acehku
tak pernah mudah
terkadang hati pun nyaris beku
peperangan dalam diri yang tak pernah usai
darah saudara yang terus memerahi bumi
mimpikan damai jadi bingkisan masa depan
bagi anak-anak kita
Mencintaimu, Acehku
adalah cinta tanpa batas
walaupun segala menikam dari segala sisi
rinduku padamu
tanah pembaringan sejuta syuhada
pentas seribu hikayat
negeri seratus pulau sepuluh bahasa
takkan pernah usai
Suara pucuk-pucuk karet dan sawit di bumi Tamiang
aroma pala, nilam dan birunya pantai Barat Selatan
rimbunnya Leusar di tanah Alas
dan hamparan bukit barisan
wangi kopi dan tepuk didong di tanah Gayo
tarian ikan aneka warna di dasar Iboh
legenda Simeulu yang tak pernah habis
dan tanah Pase yang mengawali aqidah ke bumi nusantara
suara senda pembuat emping, penyulam kasab dan kupiah riman di tanah Pidie
syair penari likok dari Pulo yang memabukkan
Rinduku padamu takkan pernah habis, Acehku
seteguk kopi panas dan sepotong jeumpahan di keude Beurawe,
kuah beulangong dan si manok di samahani
atau wajah-wajah bahagia pejual sirih dan pedagang kakilima
dengan panyot ceulot
di rusuk mesjid Baiturrahman yang melantunkan syair agung
Darussalam yang terus membuka pintu dunia
mengajarkan ilmu hati bagi sang penerus
Mencintaimu, Acehku
bagaikan suara azan bagi meunasah dan mesjid-mesjid
terus saja berkumandang setiap hari
mengalirkan kesejukan setiap hari
mengalirkan kesejukan dan kepasrahan pada sang Ilahi Rabbi
Aceh Kekasihku,
walau seribu perih menikam
dan secuil bahagia terus saja dirampas
aku akan selalu mencintaimu.
Lambhuk, 25 Februari 2007 (Wina SW1)
kanTipuccino
Dear nCha,
Aku akhirnya menonton juga cinTapuccino. Berdasarkan cerita dan gosip kau sebelumnya, pengambilan gambar yang singkat dan terburu-buru dsb, aku sudah siap mental... Hanya tinggal mengobati rasa penasaran, how low can u go?
Yang paling banyak dikeluhkan orang adalah penokohan Nimo. Hal itu memang tidak sempat dijelaskan dengan gamblang dalam buku, mungkin karena kau segan untuk menyatakan pendapat mengenai siapakah Nimo itu menurut kau sendiri, atau karena kau memang sudah keburu luluh sebelum sempat mengenal baik seorang Nimo? Atau agar bayangannya bisa disesuaikan dengan khayalan masing-masing pembaca cewek, sosok Nimo masih tetap tersamarkan, bahkan ketika Rahmi berhasil meraihnya. Ini kelemahan utama buku kau, yang seharusnya bisa ditebus dalam film.
Namun misinterpretasi penokohan Nimo menjadi mellow ala melayu dan imut-imut pula begitu, ternyata tidak separah yang aku duga. Masih bisa aku terima sebagai “logika dalam”: yah maklumlah, siapa sangka logat norak menyedihkan begitu memang selera si Rahmi bloon itu, misalnya. Kekurangannya adalah dalam mengambil sudut penyorotan untuk membingkai para pemain secara nyeni. Banyak kok teknik perfilman yang mampu mengangkat sosok keren seseorang dengan kemampuan akting pas-pasan, hanya dengan membuatnya menyunggingkan ujung bibir, memiringkan kepala, berbicara cukup sepatah dua patah kata, sudah dapat memberikan kesan misterius yang mempesona. Film China all stars biasanya bisa begitu.
Tapi yang terparah di sana adalah kegagalan naskah skenarionya mengadaptasi wacana yang timbul dalam karya kau itu.
Setidaknya, di dalam buku tergambarkan bagaimana obsesi seorang ‘Rahmi’ menjadikan seorang ‘Nimo’ --seperti apa pun dia-- sebagai “raison d’etre”nya. Rahmi tidak hanya mengimpikan Nimo dalam catatan harian berwarna pelangi yang terkunci rapi. Dia aktif bergerak maju dengan berusaha membuka kesempatannya sendiri: berjuang ‘menguntit’ Nimo masuk ekskul yang sama, terus kuliah di kampus yang sama, sampai kerja ke perusahaan yang sama segala...
Walaupun ujung-ujungnya, gara-gara selalu grogi dan salah tingkah, ia tidak pernah sanggup memanfaatkan kesempatan yang telah terbuka itu untuk berkenalan lebih dekat, dalam satu sisi hal tersebut positif, mendorongnya mengembangkan diri ke satu tujuan hidup.
Sampai suatu saat, berkat kehadiran Raka baik secara langsung maupun tidak langsung, Rahmi tersadar bahwa dia harus mulai menentukan jati diri, bukan sekadar menjiplak jalan hidup orang yang dikaguminya. Ia berbalik arah. Dan mungkin keputusan itulah justru hal yang membuat seorang Nimo mulai memperhitungkan Rahmi.
Alur seperti itu tidak diwujudkan dalam skenario film, entah terlewatkan, atau memang disengaja demi pembodohan bangsa.
Adegan-adegan sia-sia yang disorot seakan mengesankan bahwa apa yang terjadi pada diri Rahmi semuanya taken for granted. Dia hanya merokok demi menghindari konflik. Satu-satunya yang dia lakukan hanyalah ketika menggenjot gas mobil mencari toko surabi. Tali pengikat cerita film ini kok ya malah jadi surabi, bukan kopi. Filosofi mantap yang diajukan mengenai manis pahitnya cappuccino, pun tidak disinggung dengan tepat. Kalau begitu judulnya jangan cinTapuccino, tapi Serba-Serbi Surabi saja!
Aku akan membuat adegan-adegan yang simetris bolak-balik antara masa sebagai anak remaja SMA sampai masa sebagai orang dewasa berpenghasilan. Satu catatan, harus ada perubahan gaya rambut, gaya busana, dan gaya bicara yang signifikan.
Aku akan menyimpulkan saja bahwa di balik berbagai kelebihan dirinya, Nimo itu orang yang egois, narsis, arogan (seperti Shuri dalam Basara, misalnya) tapi justru itulah daya tarik yang membuat Rahmi tetap cinta buta.
Aku akan bersusah payah mengekspos andil sebuah ‘ekskul keamanan’ dalam kekacauan ini. Bukan sekadar kilas balik lari-lari dalam hujan dan kena razia. Mungkin saja di antara Rahmi dan Nimo terjadi dilematika yang bisa disebut ‘para-Stockholm Syndrome’ (atau pseudo-? halah). Atau ada kesenjangan komunikasi antara yang mendiklat dan yang didiklat, sehingga walaupun sudah berhasil berjuang menjadi satu ekskul, satu kampus dan satu perusahaan, masih tetap ada jarak dan dinding pembatas.
Aku juga akan membuatnya lebih time-sensitive. Aduh, orang Bandung tahun 95 mah bicaranya sayah-kamuh, bukan elu-gue! Lalu bagaimana para tokoh utama berhasil melampaui berbagai gejolak krisis moneter, reformasi, tonggak-tonggak sejarah Indonesia? Apa pengaruhnya bagi mereka. Sempatkah mereka ikut bersemangat demonstrasi, atau tidak mau ambil pusing pada urusan politik?
Kebudayaan khas ‘Indonesia asli’ yang menjadi semboyan chicklit kau itu, akan aku olah lebih dari sekadar tempelan. Bagaimana mereka akan merencanakan pernikahan bukan di aula hotel yang berlatar bar minuman keras, melainkan di teras rumah ke halaman sampai menghalangi jalan raya. Bagaimana keberadaan orang tua, terutama nenek-nenek cerewet yang heboh itu ternyata berpengaruh jauh lebih kuat dalam keputusan-keputusan yang akan mereka ambil, daripada sekadar nasihat sambil lalu antara berhenti merokok demi calon suami atau kembali merokok gara-gara patah hati. Menyirih sajalah sekalian.
Lalu aku juga akan mendidik tokoh Rahmi, yang semasa SMA hanya mampu membandingkan seseorang dari penampilan luar, agar lebih menghargai sisi lain dari diri seseorang. Siapa tahu Reta sebenarnya cewek berbakat hebat! Seandainya tingkatan Reta memang hanya sebatas materi yang melekat di badannya, dan Nimo sempat menyukai Reta, masa sih Rahmi rela membuang usia demi mengejar seorang Nimo yang berselera rendah!
Selain itu, latar distro juga akan aku manfaatkan sebagai kesempatan membuat “fashion statement” mencetuskan suatu trend baru di masyarakat. Nodame Cantabile yang bercerita seputar dunia musik saja, bisa menggebrak dengan setelan home-made one-piecenya sehari-hari yang sederhana tapi unik itu! Cerita kali ini sudah jelas menyorot distro, tinggal dieksplorasi lebih jauh apa jenis baju yang dijual, disesuaikan dengan tokoh-tokohnya masing-masing. Ini bukan sekadar factory outlet, tapi perlu ada visi dan misi yang tegas dalam desain produknya, sesuai dengan nama Barbietch misalnya.
Patut disayangkan Cha, potensi yang banyak dari chicklit satu ini kau korbankan ke pasar komersial demi ‘tumbal’ untuk batu loncatan membuat film berikutnya kapan-kapan. Padahal, novel debutan lain yang digarap secara jarak jauh, bisa saja tuh menghasilkan film yang lumayan. Seandainya memang mau menumbalkannya, kenapa tidak sekalian saja kau serahkan kepada LFM untuk diolah oleh para amatiran, misalnya?
Tapi masih ada kesempatan memperbaiki, kan. Bikin saja sinetronnya, tapi jangan tanggung-tanggung lagi! See ya!
Aku akhirnya menonton juga cinTapuccino. Berdasarkan cerita dan gosip kau sebelumnya, pengambilan gambar yang singkat dan terburu-buru dsb, aku sudah siap mental... Hanya tinggal mengobati rasa penasaran, how low can u go?
Yang paling banyak dikeluhkan orang adalah penokohan Nimo. Hal itu memang tidak sempat dijelaskan dengan gamblang dalam buku, mungkin karena kau segan untuk menyatakan pendapat mengenai siapakah Nimo itu menurut kau sendiri, atau karena kau memang sudah keburu luluh sebelum sempat mengenal baik seorang Nimo? Atau agar bayangannya bisa disesuaikan dengan khayalan masing-masing pembaca cewek, sosok Nimo masih tetap tersamarkan, bahkan ketika Rahmi berhasil meraihnya. Ini kelemahan utama buku kau, yang seharusnya bisa ditebus dalam film.
Namun misinterpretasi penokohan Nimo menjadi mellow ala melayu dan imut-imut pula begitu, ternyata tidak separah yang aku duga. Masih bisa aku terima sebagai “logika dalam”: yah maklumlah, siapa sangka logat norak menyedihkan begitu memang selera si Rahmi bloon itu, misalnya. Kekurangannya adalah dalam mengambil sudut penyorotan untuk membingkai para pemain secara nyeni. Banyak kok teknik perfilman yang mampu mengangkat sosok keren seseorang dengan kemampuan akting pas-pasan, hanya dengan membuatnya menyunggingkan ujung bibir, memiringkan kepala, berbicara cukup sepatah dua patah kata, sudah dapat memberikan kesan misterius yang mempesona. Film China all stars biasanya bisa begitu.
Tapi yang terparah di sana adalah kegagalan naskah skenarionya mengadaptasi wacana yang timbul dalam karya kau itu.
Setidaknya, di dalam buku tergambarkan bagaimana obsesi seorang ‘Rahmi’ menjadikan seorang ‘Nimo’ --seperti apa pun dia-- sebagai “raison d’etre”nya. Rahmi tidak hanya mengimpikan Nimo dalam catatan harian berwarna pelangi yang terkunci rapi. Dia aktif bergerak maju dengan berusaha membuka kesempatannya sendiri: berjuang ‘menguntit’ Nimo masuk ekskul yang sama, terus kuliah di kampus yang sama, sampai kerja ke perusahaan yang sama segala...
Walaupun ujung-ujungnya, gara-gara selalu grogi dan salah tingkah, ia tidak pernah sanggup memanfaatkan kesempatan yang telah terbuka itu untuk berkenalan lebih dekat, dalam satu sisi hal tersebut positif, mendorongnya mengembangkan diri ke satu tujuan hidup.
Sampai suatu saat, berkat kehadiran Raka baik secara langsung maupun tidak langsung, Rahmi tersadar bahwa dia harus mulai menentukan jati diri, bukan sekadar menjiplak jalan hidup orang yang dikaguminya. Ia berbalik arah. Dan mungkin keputusan itulah justru hal yang membuat seorang Nimo mulai memperhitungkan Rahmi.
Alur seperti itu tidak diwujudkan dalam skenario film, entah terlewatkan, atau memang disengaja demi pembodohan bangsa.
Adegan-adegan sia-sia yang disorot seakan mengesankan bahwa apa yang terjadi pada diri Rahmi semuanya taken for granted. Dia hanya merokok demi menghindari konflik. Satu-satunya yang dia lakukan hanyalah ketika menggenjot gas mobil mencari toko surabi. Tali pengikat cerita film ini kok ya malah jadi surabi, bukan kopi. Filosofi mantap yang diajukan mengenai manis pahitnya cappuccino, pun tidak disinggung dengan tepat. Kalau begitu judulnya jangan cinTapuccino, tapi Serba-Serbi Surabi saja!
Seandainya ini adalah kanTipuccino...
Aku akan membuat adegan-adegan yang simetris bolak-balik antara masa sebagai anak remaja SMA sampai masa sebagai orang dewasa berpenghasilan. Satu catatan, harus ada perubahan gaya rambut, gaya busana, dan gaya bicara yang signifikan.
Aku akan menyimpulkan saja bahwa di balik berbagai kelebihan dirinya, Nimo itu orang yang egois, narsis, arogan (seperti Shuri dalam Basara, misalnya) tapi justru itulah daya tarik yang membuat Rahmi tetap cinta buta.
Aku akan bersusah payah mengekspos andil sebuah ‘ekskul keamanan’ dalam kekacauan ini. Bukan sekadar kilas balik lari-lari dalam hujan dan kena razia. Mungkin saja di antara Rahmi dan Nimo terjadi dilematika yang bisa disebut ‘para-Stockholm Syndrome’ (atau pseudo-? halah). Atau ada kesenjangan komunikasi antara yang mendiklat dan yang didiklat, sehingga walaupun sudah berhasil berjuang menjadi satu ekskul, satu kampus dan satu perusahaan, masih tetap ada jarak dan dinding pembatas.
Aku juga akan membuatnya lebih time-sensitive. Aduh, orang Bandung tahun 95 mah bicaranya sayah-kamuh, bukan elu-gue! Lalu bagaimana para tokoh utama berhasil melampaui berbagai gejolak krisis moneter, reformasi, tonggak-tonggak sejarah Indonesia? Apa pengaruhnya bagi mereka. Sempatkah mereka ikut bersemangat demonstrasi, atau tidak mau ambil pusing pada urusan politik?
Kebudayaan khas ‘Indonesia asli’ yang menjadi semboyan chicklit kau itu, akan aku olah lebih dari sekadar tempelan. Bagaimana mereka akan merencanakan pernikahan bukan di aula hotel yang berlatar bar minuman keras, melainkan di teras rumah ke halaman sampai menghalangi jalan raya. Bagaimana keberadaan orang tua, terutama nenek-nenek cerewet yang heboh itu ternyata berpengaruh jauh lebih kuat dalam keputusan-keputusan yang akan mereka ambil, daripada sekadar nasihat sambil lalu antara berhenti merokok demi calon suami atau kembali merokok gara-gara patah hati. Menyirih sajalah sekalian.
Lalu aku juga akan mendidik tokoh Rahmi, yang semasa SMA hanya mampu membandingkan seseorang dari penampilan luar, agar lebih menghargai sisi lain dari diri seseorang. Siapa tahu Reta sebenarnya cewek berbakat hebat! Seandainya tingkatan Reta memang hanya sebatas materi yang melekat di badannya, dan Nimo sempat menyukai Reta, masa sih Rahmi rela membuang usia demi mengejar seorang Nimo yang berselera rendah!
Selain itu, latar distro juga akan aku manfaatkan sebagai kesempatan membuat “fashion statement” mencetuskan suatu trend baru di masyarakat. Nodame Cantabile yang bercerita seputar dunia musik saja, bisa menggebrak dengan setelan home-made one-piecenya sehari-hari yang sederhana tapi unik itu! Cerita kali ini sudah jelas menyorot distro, tinggal dieksplorasi lebih jauh apa jenis baju yang dijual, disesuaikan dengan tokoh-tokohnya masing-masing. Ini bukan sekadar factory outlet, tapi perlu ada visi dan misi yang tegas dalam desain produknya, sesuai dengan nama Barbietch misalnya.
Patut disayangkan Cha, potensi yang banyak dari chicklit satu ini kau korbankan ke pasar komersial demi ‘tumbal’ untuk batu loncatan membuat film berikutnya kapan-kapan. Padahal, novel debutan lain yang digarap secara jarak jauh, bisa saja tuh menghasilkan film yang lumayan. Seandainya memang mau menumbalkannya, kenapa tidak sekalian saja kau serahkan kepada LFM untuk diolah oleh para amatiran, misalnya?
Tapi masih ada kesempatan memperbaiki, kan. Bikin saja sinetronnya, tapi jangan tanggung-tanggung lagi! See ya!
Senin, 24 September 2007
[Buku] 40 Hari di Eropa
Judul: 40 Days in Europe: Kisah kelompok musik Indonesia menaklukkan daratan Eropa.
Ketika mengangkat kebudayaan angklung, dengan sasaran pembaca Indonesia, mengapa harus menggunakan judul bahasa Inggris?
Sok go-international?
Berusaha menyaingi chicklit?
Memangnya siapa sih yang ditaklukkan?
Menyedihkan rasanya, bahwa pola pikir terjajah seperti ini masih tetap melekat di kalangan remaja kita.
Membuat konser dalam negeri saja masih kelabakan, bisa-bisanya nekat berangkat ke londo sana.
Darth Maul ini mantan ketua OSIS SMA angkatan saya. Manusia yang sangat aktif berorganisasi. Selama di sekolah beliau sendiri sama sekali tidak pernah ikut ekskul angklung kami. Baru setelah terdampar jauh di negeri seberang, beliau mulai menekuni kesenian. Akibatnya, guru-guru sekarang mengira beliau ini ketua KPA3 angkatan 96.
Dan lebih membingungkan lagi ketika tercetak di sampulnya rekomendasi Ninit Yunita (novelis), satu-satunya pihak andalan dari kalangan awam (yang bukan akademisi ataupun orang kedutaan), bahwa
"Novel ini membuat saya ingin kembali menjadi siswa SMU!"
- entahlah memoar atau catatan harian, buku ini jelas berisi kejadian nyata, bukan novel.
- Anak-anakSMA SMUnya sendiri hanya anak bawang, pion-pion. Tokoh utamanya justru para sesepuh pengiringnya baik yang mahasiswa, lulus S1 maupun S2.
Setelah dikonfirmasi kepada sang penulis, beliau membela bahwa Ninit telah membaca naskah awalnya sebelum berkomentar. Apakah Ninit tidak tahu perbedaan antara catatan dan karangan, atau jangan-jangan memang ini strategi yang disengaja untuk mengecohkan dan meningkatkan penjualan? Kalau mengincar laris manis, kemas saja sebagai chicklit sekalian atuh!
Fontnya kacau-balau. Huruf yang dipilih untuk membedakan e-mail, sms, dan tulisan tangan, tidak enak dibaca. Huruf miring dan tegak pun tercampur aduk karena salah atur.
Padahal dengar-dengar sih ya, judul aslinya "30 tahun mencari cinta" tapi jangan harap menemukan kisah cinta yang menarik di sini. Ada sih disinggung kisah anak-anak memanfaatkan latar Eiffel buat jadian, atau bahwa sang penulis sempat patah hati dengan bule kampung, tapi itu pun hanya sepintas lalu, gak ada romantis-romantisnya acan.
Judul resminya 40 hari, tapi ceritanya merentang sepanjang 2 tahun dilengkapi kilas-kilas balik yang lebih mengekspos kemasyhuran diri pribadi sang penulis zaman menjadi ketua ini itu melaksanakan ana anu. Bikin buku lain saja, di buku ini nggak perlu itu mah!
Ada kerancuan yang timbul. Ketika setiap membeli barang kebutuhan sehari-hari saja beliau mempertimbangkan dengan konversi harga donner kebab, mengapa berani terus maju menyelenggarakan kegiatan yang telah dipastikan kekurangan dana?
Dari alur ceritanya ternyata ESA 2004 nyaris batal karena kegagalan tim memperoleh dukungan baik dari orang tua, alumni maupun pihak luar. Keberangkatan tetap terjadi karena sang penulis bersikeukeuh meyakinkan tim untuk meneruskan kegiatan, berhubung beliau terlanjur memesan tempat dan waktu di beberapa negara.
Beliau memang jenis orang keras kepala yang tidak pernah mau kenal kata mundur tiga langkah untuk ancang-ancang melakukan loncat jauh. Dalam beberapa keadaan antara hidup dan mati, itu suatu keunggulan karena beliau dipercaya banyak orang. Namun dalam keadaan tidak mendesak yang seharusnya bisa dibatalkan dengan baik-baik dan penuh pengertian, itu menjadi kelemahan.
Lalu ucapan puji-pujian kepada orang-orang kedutaan yang memberikan sumbangan pun diobral secara gombal. Lho kok baru minta uang setelah tiba, tidak dicolek sejak awal? Bukankah lobi-lobinya sudah sejak kapan tahu.
Mungkin akhirnya ada sepercik kemenangan dan pengalaman hidup yang diperoleh anak-anak selama di sana, tapi bahwa sempat sampai berutang sebesar sekian ribu euro, bagi saya itu kekalahan.
Angklung untuk mengamen, masih ok, tapi BUKAN UNTUK MENGEMIS.
Untungnya, tsunami yang menghempas turut membantu mereka meyakinkan pihak festival agar membebaskan utang tersebut. Kalau begitu bayarnya ke korban tsunami dong! Pertanggungjawabannya bukan kepada bule-bule, tapi kepada Yang di Atas!
Apakah dengan manual buku ini, ada yang bisa regenerasi dengan mengirimkan tim kembali ke sana? Banyak kelompok seni lain yang bisa sukses pentas ke eropa, baik yang dimodali sponsor dengan rapi, atau orang tua rela membiayai dengan ringan hati, maupun yang langsung ditanggung beres oleh KBRI setempat, dst, kenapa harus meneladani yang berutang. Masa, tiap keberangkatan tim angklung harus terjadi tsunami.
Kalaupun misalnya tujuan buku ini adalah untuk mengajak anak-anak belajar dari kesalahan, maka sasaran pembaca haruslah siswa SMU, tapi untuk itu cerita seperti ini masih perlu disadur, dikemas lagi untuk kepentingan yang lebih populer.
Bintang 1: Karena baik-buruknya cerita ini tetap berkaitan dengan angklung. Walaupun ternyata fokusnya adalah sang penulis dengan segenap lobi-lobinya, dan belum sampai ke tahap pengenalan terhadap jati diri angklung itu sendiri. Apa pun motivasinya, jarang-jarang orang patah kaki menyempatkan diri mengangkat tema ini.
Bahwa kegiatan beliau ini telah berbuah sebagai suatu karya, patut dicemburui...
Bintang 2: Karena berani malu demi melengkapi paparan. Walaupun setelah saya mengorek cerita para peserta yang lain dan menguping wawancara beliau di sana-sini, ternyata masih banyak lagi konflik internal penting yang dipendam, dan kebrutalan-kebrutalan anggota yang disensor, entah sengaja tidak dituliskan demi perdamaian abadi atau memang luput dari pengamatan karena hanya menggunakan satu sudut pandang.
Bintang 3: Karena saya kebagian buku gratisan bertanda tangan hasil antrian dan todongan di acara peluncuran, sehingga kalau tidak menambah bintang lagi, bisa-bisa saya digilas oleh para penggemar beliau yang tersebar di enam negara. Cape deeeeeh.
Tapi sebagai tebusannya, I regret that he just lost my vote in everything else. Not that it would affect him in any ways...
Ketika saya sampaikan pendapat awal saya terhadap buku ini, beliau bertahan dan menuduh saya over-cofident secara berulang-ulang (kurang satu n, mungkin sengaja ada maksud tersiratnya). Tapi sebagai yang mengalami suka-duka berjuang di pengorganisasian ekskul dengan kesehariannya, saya rasa pendapat baik anggota tim muhibah tersebut maupun yang berada di belakang layar, masing-masing perlu dipertimbangkan masak-masak dalam buku ini sebagai kegiatan bersama, bukan one man show. Bukankah itu intisari kegiatan angklung itu sendiri?
Pada dasarnya saya kecewa ketika tersirat bahwa beliau memperlakukan angklung lebih sebagai ajang membentuk citra diri, tantangan olahraga yang harus dimenangkan, atau tunggangan politik demi menembus diplomasi birokrasi. Kemurnian kesenimanan beliau sendiri sesungguhnya masih tanda tanya.
Ketika mengangkat kebudayaan angklung, dengan sasaran pembaca Indonesia, mengapa harus menggunakan judul bahasa Inggris?
Sok go-international?
Berusaha menyaingi chicklit?
Memangnya siapa sih yang ditaklukkan?
Menyedihkan rasanya, bahwa pola pikir terjajah seperti ini masih tetap melekat di kalangan remaja kita.
Membuat konser dalam negeri saja masih kelabakan, bisa-bisanya nekat berangkat ke londo sana.
Penulis: Maulana M. Syuhada
Cerita dalam buku ini adalah pengalaman sang penulis menggiring pasukan angklung almamater kami di enam negara eropa tiga tahun yang lalu. Berkat patah kaki gara-gara main bola akhir tahun lalu, beliau sempat cuti dan menyusun naskahnya dengan leluasa.Darth Maul ini mantan ketua OSIS SMA angkatan saya. Manusia yang sangat aktif berorganisasi. Selama di sekolah beliau sendiri sama sekali tidak pernah ikut ekskul angklung kami. Baru setelah terdampar jauh di negeri seberang, beliau mulai menekuni kesenian. Akibatnya, guru-guru sekarang mengira beliau ini ketua KPA3 angkatan 96.
Penerbit: Bentang Pustaka
Mengapa mengambil penerbit dari Yogyakarta sedangkan cerita ini sepenuhnya berangkat dari Bandung? Karena Bentang Pustaka adalah lini yang menerbitkan novel Andrea Hirata, dan kompeten dalam mengolah memoar, katanya.Jenis: Memoar
Pengelompokan buku ini ke dalam 'memoar' cukup menggelikan bagi saya karena sekitar setahun yang lalu seorang bos saya yang lain pernah bersikeras menolak istilah 'memoar' yang berarti kenangan. Bagi beliau, buku beliau merupakan 'catatan harian' karena ada bukti-bukti lengkap tertulis. Kebanyakan isi buku bos Maul ini juga diambil dari bukti-bukti tertulis, mengerahkan segenap cache dari hard disknya, jadi seharusnya juga bukan memoar.Dan lebih membingungkan lagi ketika tercetak di sampulnya rekomendasi Ninit Yunita (novelis), satu-satunya pihak andalan dari kalangan awam (yang bukan akademisi ataupun orang kedutaan), bahwa
"Novel ini membuat saya ingin kembali menjadi siswa SMU!"
- entahlah memoar atau catatan harian, buku ini jelas berisi kejadian nyata, bukan novel.
- Anak-anak
Setelah dikonfirmasi kepada sang penulis, beliau membela bahwa Ninit telah membaca naskah awalnya sebelum berkomentar. Apakah Ninit tidak tahu perbedaan antara catatan dan karangan, atau jangan-jangan memang ini strategi yang disengaja untuk mengecohkan dan meningkatkan penjualan? Kalau mengincar laris manis, kemas saja sebagai chicklit sekalian atuh!
Tebal: 572 halaman
Aduh, Harpot 1 sampai 4 saja belum setebal ini. Sebagian adalah akibat banyaknya berkas e-mail yang dikopipes mentah-mentah, tidak diatur sesuai ukuran halaman, sehingga terpatah-patah. Lalu balasan di bawahnya masih mengutip surat sebelumnya berturut-turut. Isinya pun kadang-kadang diulas juga sebagai rangkuman di dalam narasi, sehingga hal yang sama akan terbaca berulang-ulang dan melelahkan. E-mail berbahasa Inggris dibiarkan sementara bahasa asing lain diterjemahkan. Kalau konsisten menulis dengan bahasa Indonesia, seharusnya terjemahkan saja semua atau tidak sama sekali.Fontnya kacau-balau. Huruf yang dipilih untuk membedakan e-mail, sms, dan tulisan tangan, tidak enak dibaca. Huruf miring dan tegak pun tercampur aduk karena salah atur.
Isi (spoiler abisss)
Judul resminya 40 hari, tapi ceritanya merentang sepanjang 2 tahun dilengkapi kilas-kilas balik yang lebih mengekspos kemasyhuran diri pribadi sang penulis zaman menjadi ketua ini itu melaksanakan ana anu. Bikin buku lain saja, di buku ini nggak perlu itu mah!
Ada kerancuan yang timbul. Ketika setiap membeli barang kebutuhan sehari-hari saja beliau mempertimbangkan dengan konversi harga donner kebab, mengapa berani terus maju menyelenggarakan kegiatan yang telah dipastikan kekurangan dana?
Dari alur ceritanya ternyata ESA 2004 nyaris batal karena kegagalan tim memperoleh dukungan baik dari orang tua, alumni maupun pihak luar. Keberangkatan tetap terjadi karena sang penulis bersikeukeuh meyakinkan tim untuk meneruskan kegiatan, berhubung beliau terlanjur memesan tempat dan waktu di beberapa negara.
Beliau memang jenis orang keras kepala yang tidak pernah mau kenal kata mundur tiga langkah untuk ancang-ancang melakukan loncat jauh. Dalam beberapa keadaan antara hidup dan mati, itu suatu keunggulan karena beliau dipercaya banyak orang. Namun dalam keadaan tidak mendesak yang seharusnya bisa dibatalkan dengan baik-baik dan penuh pengertian, itu menjadi kelemahan.
Lalu ucapan puji-pujian kepada orang-orang kedutaan yang memberikan sumbangan pun diobral secara gombal. Lho kok baru minta uang setelah tiba, tidak dicolek sejak awal? Bukankah lobi-lobinya sudah sejak kapan tahu.
Mungkin akhirnya ada sepercik kemenangan dan pengalaman hidup yang diperoleh anak-anak selama di sana, tapi bahwa sempat sampai berutang sebesar sekian ribu euro, bagi saya itu kekalahan.
Angklung untuk mengamen, masih ok, tapi BUKAN UNTUK MENGEMIS.
Untungnya, tsunami yang menghempas turut membantu mereka meyakinkan pihak festival agar membebaskan utang tersebut. Kalau begitu bayarnya ke korban tsunami dong! Pertanggungjawabannya bukan kepada bule-bule, tapi kepada Yang di Atas!
Apakah dengan manual buku ini, ada yang bisa regenerasi dengan mengirimkan tim kembali ke sana? Banyak kelompok seni lain yang bisa sukses pentas ke eropa, baik yang dimodali sponsor dengan rapi, atau orang tua rela membiayai dengan ringan hati, maupun yang langsung ditanggung beres oleh KBRI setempat, dst, kenapa harus meneladani yang berutang. Masa, tiap keberangkatan tim angklung harus terjadi tsunami.
Kalaupun misalnya tujuan buku ini adalah untuk mengajak anak-anak belajar dari kesalahan, maka sasaran pembaca haruslah siswa SMU, tapi untuk itu cerita seperti ini masih perlu disadur, dikemas lagi untuk kepentingan yang lebih populer.
Penilaian
Bintang 1: Karena baik-buruknya cerita ini tetap berkaitan dengan angklung. Walaupun ternyata fokusnya adalah sang penulis dengan segenap lobi-lobinya, dan belum sampai ke tahap pengenalan terhadap jati diri angklung itu sendiri. Apa pun motivasinya, jarang-jarang orang patah kaki menyempatkan diri mengangkat tema ini.
Bahwa kegiatan beliau ini telah berbuah sebagai suatu karya, patut dicemburui...
Bintang 2: Karena berani malu demi melengkapi paparan. Walaupun setelah saya mengorek cerita para peserta yang lain dan menguping wawancara beliau di sana-sini, ternyata masih banyak lagi konflik internal penting yang dipendam, dan kebrutalan-kebrutalan anggota yang disensor, entah sengaja tidak dituliskan demi perdamaian abadi atau memang luput dari pengamatan karena hanya menggunakan satu sudut pandang.
Bintang 3: Karena saya kebagian buku gratisan bertanda tangan hasil antrian dan todongan di acara peluncuran, sehingga kalau tidak menambah bintang lagi, bisa-bisa saya digilas oleh para penggemar beliau yang tersebar di enam negara. Cape deeeeeh.
Tapi sebagai tebusannya, I regret that he just lost my vote in everything else. Not that it would affect him in any ways...
Ketika saya sampaikan pendapat awal saya terhadap buku ini, beliau bertahan dan menuduh saya over-cofident secara berulang-ulang (kurang satu n, mungkin sengaja ada maksud tersiratnya). Tapi sebagai yang mengalami suka-duka berjuang di pengorganisasian ekskul dengan kesehariannya, saya rasa pendapat baik anggota tim muhibah tersebut maupun yang berada di belakang layar, masing-masing perlu dipertimbangkan masak-masak dalam buku ini sebagai kegiatan bersama, bukan one man show. Bukankah itu intisari kegiatan angklung itu sendiri?
Pada dasarnya saya kecewa ketika tersirat bahwa beliau memperlakukan angklung lebih sebagai ajang membentuk citra diri, tantangan olahraga yang harus dimenangkan, atau tunggangan politik demi menembus diplomasi birokrasi. Kemurnian kesenimanan beliau sendiri sesungguhnya masih tanda tanya.
Jumat, 21 September 2007
Bubar Slugger
Sejak terpesona 20th CB, reuni selalu menjadi ancaman yang menakutkan... Syukurlah untuk kelompok yang satu ini, mereka belum begitu berubah. Kecuali sudah berperut buncit, berdompet tebal, dan berbuntut banyak... Ada juga rekan yang baru saja jadi seleb berkat menerbitkan buku (yang menurut rekan lainnya pasti berjudul 30 tahun mencari cinta... hyahaha haha haha)
Kumpul-kumpul 15 September maghrib di Atm, dilanjutkan dengan petualangan 'Pajri van Java'.
Kumpul-kumpul 15 September maghrib di Atm, dilanjutkan dengan petualangan 'Pajri van Java'.
Rabu, 19 September 2007
Audisi-Audisi!
Audisi-audisi untuk para gadis manis penggemar manga.
Bagi yang berminat menjadi tokoh utama (Maya atau Ayumi) dalam opera sandiwara musikal Garasu no Kamen (Topeng Kaca)...
Syarat: Pada bulan Agustus 2008 berusia sekitar 16-25 tahun, percaya diri dalam olah suara, siap latihan mulai Juni 2008 dan tampil di panggung mulai September 2008.
Batas waktu pendaftaran: 21 September 2007. Silakan klik di sini...
Bagi yang berminat menjadi tokoh utama Endou Kanna, sang primadona dalam film layar lebar 20th Century Boys...
Syarat: Usia berapa pun, asal mampu memerankan Kanna yang berusia sekitar 17-21 tahun. Bisa menyesuaikan jadwal pengambilan gambar sepanjang tahun 2008.
Batas waktu pendaftaran: 31 Oktober 2007. Silakan klik di sini...
Audisi Topeng Kaca
Bagi yang berminat menjadi tokoh utama (Maya atau Ayumi) dalam opera sandiwara musikal Garasu no Kamen (Topeng Kaca)...
Syarat: Pada bulan Agustus 2008 berusia sekitar 16-25 tahun, percaya diri dalam olah suara, siap latihan mulai Juni 2008 dan tampil di panggung mulai September 2008.
Batas waktu pendaftaran: 21 September 2007. Silakan klik di sini...
Audisi 20th Century Boys
Bagi yang berminat menjadi tokoh utama Endou Kanna, sang primadona dalam film layar lebar 20th Century Boys...
Syarat: Usia berapa pun, asal mampu memerankan Kanna yang berusia sekitar 17-21 tahun. Bisa menyesuaikan jadwal pengambilan gambar sepanjang tahun 2008.
Batas waktu pendaftaran: 31 Oktober 2007. Silakan klik di sini...
Mohon maklum kalau segenap proses penerimaan berlangsung dalam bahasa Jepang... heuheuheu heuheu heuheu!
Kamis, 13 September 2007
Normalisasi Jepang
Kebijakan LN Indonesia terhadap Jepang yang 'normal'
Diskusi JF
Banyak orang Jepang sendiri tidak menyadari bahwa Jepang selama ini adalah negara yang terlucuti. Mereka tidak punya tentara, namun dengan demikian mereka juga tidak perlu menanggung beban keamanan, dan dapat fokus terhadap pembangunan ekonomi secara maksimal.
Perubahan resmi Badan Pertahanan Jepang menjadi Kementerian Pertahanan Jepang pada Januari 2007 disebut oleh (mantan) Perdana Menteri Abe Shinzo sebagai "sebuah peristiwa yang menandai berakhirnya rezim pascaperang dan akan meletakkan dasar membangun negara baru."
Perubahan tersebut berlangsung nyaris tanpa sorotan dari Indonesia. Ini menandakan bahwa 'normalisasi' Jepang bukan menjadi masalah di kalangan orang Indonesia.
Walaupun merasakan kejamnya pendudukan militer Jepang 1942-1945, sikap Indonesia terhadap sejarah perang Jepang, jauh lebih lunak dibandingkan sikap China dan Korea. Misalnya, Indonesia tidak pernah mempermasalahkan kunjungan Perdana Menteri Jepang ke Yasukuni.
Penyebabnya adalah:
- Jepang mengakhiri kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia
- Banyak pemuda dan pemimpin militer dilatih oleh Jepang
- Sejak penegakan hubungan diplomatik pada tahun 1958, terbentuk hubungan ekonomi yang sangat dekat antara Indonesia dan Jepang: Jepang membayar perbaikan pascaperang, Jepang menjadi donor terbesar, investor utama, dan pasar penting bagi ekspor Indonesia.
- Setelah 1965 sampai akhir Perang Dingin, Indonesia berada di kelompok antikomunis yang sama dengan Jepang, memandang China sebagai ancaman luar utama.
Indonesia menyambut hangat dan mendukung misi pertama Pasukan Perdamaian PBB Jepang. Walaupun begitu, Indonesia sebagaimana negara ASEAN lainnya menolak keras gerakan terhadap proyeksi kekuatan militer pertahanan agresif di pihak Jepang.
Indonesia menentang AS agar Jepang memikul sebagian beban keamanan dan meningkatkan patroli laut pada jarak 1000 nautikal mil, dan melawan keikutsertaan langsung Jepang dalam memastikan keamanan navigasi di Selat Malaka. Indonesia, Malaysia dan Singapura hanya akan menerima bantuan finansial dan teknis untuk meningkatkan kemampuan mereka masing-masing. Kekuatan Jepang diproyeksikan di atas pertahanan negaranya sendiri akan dipandang dengan kecurigaan oleh negara-negara Asia Tenggara.
Bagi Indonesia, hubungan segitiga China-Jepang-AS sangat penting untuk keamanan Asia-Pasifik yang lebih luas. Indonesia dan ASEAN sebagai satu kesatuan memilih keteraturan regional multipolar berdasarkan keseimbangan stabil ketiga struktur kekuatan. Jepang dapat bertindak sebagai pengimbang kebangkitan ekonomi militer China. Untuk itu, kebijakan luar negeri Jepang tidak boleh hanya didikte oleh Washington, melainkan harus siap menjadi penengah seandainya ada konflik antara AS dengan China.
Jepang harus memberitahukan negara tetangga termasuk Indonesia mengenai dampak perubahan nama Badan Pertahanan menjadi Kementerian Pertahanan, baik dalam doktrin, strategi dan sikap. Jepang perlu memastikan kepada negara tetangga bahwa menjadi 'normal' tidak berarti kembalinya ideologi militer, ekspansi dan agresi.
Selama Jepang berpegang pada komitmen perdamaian dan kerja sama, kebijakan luar negeri Indonesia tidak akan berubah. Jepang sangat penting bagi Indonesia, terutama dalam bidang ekonomi, dan di masa depan terbuka kemungkinan kerja sama dalam bidang pertahanan, sebagai sumber alternatif perangkat militer yang canggih, apalagi bila ada prospek transfer teknologi.
Rabu, 12 September 2007
Panon Hideung (Rusia)
Setelah bulan lalu puas mengata-ngatai si
Mata Hijau, Hidung Pesek, Pipi Berbintik (dan Rambut Merah..).
Kini, menyambut oom Putin, giliran si
Panon Hideung, Irung Mancung, Pipi Koneng, Putri Bandung.
Ini lagu rakyat Ukraina yang diterjemahkan sebagai lagu Sunda.
Selain lagu ini, Katusha, Kalinka, dst lagu-lagu versi pasukan merah, lumayan asyik untuk menemani bangun tidur saya.
(Btw, sayang mata saya cokelat euy. Sementara soal hidung, teman-teman bilang "Hidung kamu bukannya gak mancung Kan, cuma ketilep pipi kamu yang juga mancung..." Demikianlah jadi tidak bisa mengaku-ngaku memiliki lagu ini. Wahhh kok jadi fisik banget yah bahasan akhir-akhir ini???)
Очи чёрные, очи жгучие,
Очи страстные и прекрасные,
Как люблю я вас, как боюсь я вас,
Знать увидел вас я не в добрый час.
Очи чёрные, очи пламенны
И монят они в страны дальные,
Где царит любовь, где царит покой,
Где страданья нет, где вражды запрет.
Не встречал бы вас, не страдал бы так,
Я бы прожил жизнь улыбаючись,
Вы сгубили меня очи черные
Унесли на век моё счастье.
Mata Hijau, Hidung Pesek, Pipi Berbintik (dan Rambut Merah..).
Kini, menyambut oom Putin, giliran si
Panon Hideung, Irung Mancung, Pipi Koneng, Putri Bandung.
Ini lagu rakyat Ukraina yang diterjemahkan sebagai lagu Sunda.
Selain lagu ini, Katusha, Kalinka, dst lagu-lagu versi pasukan merah, lumayan asyik untuk menemani bangun tidur saya.
(Btw, sayang mata saya cokelat euy. Sementara soal hidung, teman-teman bilang "Hidung kamu bukannya gak mancung Kan, cuma ketilep pipi kamu yang juga mancung..." Demikianlah jadi tidak bisa mengaku-ngaku memiliki lagu ini. Wahhh kok jadi fisik banget yah bahasan akhir-akhir ini???)
Очи чёрные
Очи чёрные, очи жгучие,
Очи страстные и прекрасные,
Как люблю я вас, как боюсь я вас,
Знать увидел вас я не в добрый час.
Очи чёрные, очи пламенны
И монят они в страны дальные,
Где царит любовь, где царит покой,
Где страданья нет, где вражды запрет.
Не встречал бы вас, не страдал бы так,
Я бы прожил жизнь улыбаючись,
Вы сгубили меня очи черные
Унесли на век моё счастье.
Ochi chyornye, ochi zhguchie,
Ochi strastnye i prekrasnye,
Kak lyublyu ya vas, kak boyus' ya vas,
Znat' uvidel vas ya ne v dobryy chas.
Ochi chyornye, ochi plamenny
I monyat oni v strany dal'nye,
Gde tsarit lyubov', gde tsarit pokoy,
Gde stradan'ya net, gde vrazhdy zapret.
Ne vstrechal by vas, ne stradal by tak,
Ya by prozhil zhizn' ulybayuchis',
Vy sgubili menya ochi chernye
Unesli na vek moyo schast'e.
Lay lay lay lay lay lala
Lala lalay lala, lala lalay lala
Lay lay lay lay lay lala
Lala lalay lala, lala lala
Selasa, 11 September 2007
Taufiq Ismail dan Nasionalisme
Memang tahun ini tahun reuni. Minggu lalu saya menemui Taufiq Ismail (72), berlima dengan rekan kerja.
Sambutan yang cukup heboh bikin geer juga. Dahulu kala di masa balita saya memang sering ikut Ayah, teman seangkatan beliau, mampir meminjam komik Asterix dan majalah National Geographic ke rumah ini. Om Taufiq memperlihatkan kamar tempat saya menumpang dulu, kini telah dihuni oleh cucu pertama beliau.
Apa lagi ya... Oh ya! Chai-nya enak.
Tujuan utama sebenarnya adalah menemani bos melakukan wawancara bertema nasionalisme alias kebangsaan. Walah, PMP banget yah.
"Hmm, apa ya, sebagai anak usia 13 tahun, rasa kebangsaan itu tidak diajarkan di sekolah, tapi dialami langsung. Saat itu saya naik kapal bermuatan senjata selundupan dari Singapura, menerobos hutan bakau di perairan Sumatra... Begitu mencapai pelataran, terlihat Bendera Merah Putih di sana, rasa haru yang tercurah itulah nasionalisme bagi saya..." dan beliau pun menceritakan pengalamannya seputar masa agresi militer 1948, pengakuan kedaulatan 1949, dst.
Nah kalau pelajaran sejarah tidak mencukupi untuk membangkitkan nostalgia semacam itu di kalangan kaum muda, apakah kita sekarang perlu dijajah lagi, baru bisa nasionalime muncul di dalam kerangka berpikir kaum muda?
"Lho, penjajahan itu kan memang sudah berlangsung. Agen-agennya sangat ramah, penuh senyum menyapa, dan hadir di setiap rumah dalam bentuk kotak serba bisa. Televisi."
Lalu apa yang harus dilakukan agar kita kembali merdeka?
"Sudah banyak rekan-rekan yang bergerak dalam wacana itu, mungkin masih perlu mengerahkan lebih banyak orang lagi."
Bagaimana mengenai lagu kebangsaan yang relatif baru, seperti lagunya Cokelat, misalnya? Apakah rasa yang timbul dari sana bisa diasosiasikan dengan rasa kebangsaan yang dialami seputar perang kemerdekaan dulu?
"Wah, yang seperti apa ya? Saya tidak perhatikan. Nuansa rasa kaum muda memang berbeda dengan kaum tua. Tantangan yang dihadapi juga telah berbeda bentuk. Yah, daripada panjang berteori, mari kita simak apa kata si Toni..." dan mulailah beliau berpuisi.
Dikutip dari MAJOI, halaman 74.
PS: Pesan sponsor: tolong dicamkan bahwa Taufiq Ismail itu ditulis dengan q seperti akyu, ya, jangan pakai k. Nah, lho, banyak kan yang sering salah?
Sambutan yang cukup heboh bikin geer juga. Dahulu kala di masa balita saya memang sering ikut Ayah, teman seangkatan beliau, mampir meminjam komik Asterix dan majalah National Geographic ke rumah ini. Om Taufiq memperlihatkan kamar tempat saya menumpang dulu, kini telah dihuni oleh cucu pertama beliau.
Apa lagi ya... Oh ya! Chai-nya enak.
Tujuan utama sebenarnya adalah menemani bos melakukan wawancara bertema nasionalisme alias kebangsaan. Walah, PMP banget yah.
"Hmm, apa ya, sebagai anak usia 13 tahun, rasa kebangsaan itu tidak diajarkan di sekolah, tapi dialami langsung. Saat itu saya naik kapal bermuatan senjata selundupan dari Singapura, menerobos hutan bakau di perairan Sumatra... Begitu mencapai pelataran, terlihat Bendera Merah Putih di sana, rasa haru yang tercurah itulah nasionalisme bagi saya..." dan beliau pun menceritakan pengalamannya seputar masa agresi militer 1948, pengakuan kedaulatan 1949, dst.
Nah kalau pelajaran sejarah tidak mencukupi untuk membangkitkan nostalgia semacam itu di kalangan kaum muda, apakah kita sekarang perlu dijajah lagi, baru bisa nasionalime muncul di dalam kerangka berpikir kaum muda?
"Lho, penjajahan itu kan memang sudah berlangsung. Agen-agennya sangat ramah, penuh senyum menyapa, dan hadir di setiap rumah dalam bentuk kotak serba bisa. Televisi."
Lalu apa yang harus dilakukan agar kita kembali merdeka?
"Sudah banyak rekan-rekan yang bergerak dalam wacana itu, mungkin masih perlu mengerahkan lebih banyak orang lagi."
Bagaimana mengenai lagu kebangsaan yang relatif baru, seperti lagunya Cokelat, misalnya? Apakah rasa yang timbul dari sana bisa diasosiasikan dengan rasa kebangsaan yang dialami seputar perang kemerdekaan dulu?
"Wah, yang seperti apa ya? Saya tidak perhatikan. Nuansa rasa kaum muda memang berbeda dengan kaum tua. Tantangan yang dihadapi juga telah berbeda bentuk. Yah, daripada panjang berteori, mari kita simak apa kata si Toni..." dan mulailah beliau berpuisi.
Dikutip dari MAJOI, halaman 74.
KALIAN CETAK KAMI JADI BANGSA PENGEMIS,
LALU KALIAN PAKSA KAMI MASUK MASA PENJAJAHAN BARU,
Kata Si Toni (1998)
...
Kalian paksa-tekankan budaya berutang ini
Sehingga apa bedanya dengan mengemis lagi
Karena rendah diri pada bangsa-bangsa dunia
Kita gadaikan sikap bersahaja kita
Karena malu dianggap bangsa miskin tak berharta
Kita pinjam uang mereka membeli benda mereka
Harta kita mahal tak terkira, harga diri kita
Digantung di etalase kantor Pegadaian Dunia
...
Kita menjebakkan diri ke dalam krangkeng budaya
Meminjam kepeng ke mancanegara
Dari membuat peniti dua senti
Sampai membangun kilang gas bumi
Dibenarkan serangkai teori penuh sofistikasi
Kalian memberi contoh hidup boros berasas gengsi
Dan fanatisme mengimpor barang luar negeri
Gaya hidup imitasi, hedonistis dan materialistis
Kalian cetak kami jadi Bangsa Pengemis
Ketika menadahkan tangan serasa menjual jiwa
...
dst (selengkapnya bisa digoogle sendiri tentu)
PS: Pesan sponsor: tolong dicamkan bahwa Taufiq Ismail itu ditulis dengan q seperti akyu, ya, jangan pakai k. Nah, lho, banyak kan yang sering salah?
ruas:
literasimedia,
pena,
riung
Rabu, 05 September 2007
Burqini™ dalam Komik
Setelah segala masalah karikatur di tahun silam, kini media massa Amerika ceritanya berhati-hati terhadap political correctness dalam komik sehingga memutuskan untuk menarik dua strip Opus tertanggal 26 Agustus dan 3 September. Komik tersebut dianggap menyinggung secara gender dan keagamaan. Karena ingin tahu, saya baca juga. Ternyata salah satunya menyebut-nyebut tentang Burqini™.
Baru tahu saya bahwa baju renang semacam itu diberi istilah burqini. Rasanya selama ini --saya juga pernah tulis sebelumnya tentang pakaian semacam itu-- sebutannya cukup baju renang muslimah.
Istilah Burqini™ menjadi tenar ketika muncul kontroversi penjaga pantai muslimah Australia yang mengenakan baju buatan Ahiida ini.
Burqini™ dan kawan-kawan mungkin masih banyak dikecam oleh orang-orang yang merasa bahwa perempuan memang sebaiknya benar-benar dipisahkan. Di sitkom Little Mosque dulu juga salah satu episodenya sempat menampilkan baju ini, sebagai alternatif terakhir tidak adanya kolam renang khusus perempuan.
Yah dari hasil saya menyimak isi kartun di atas, sebagai humor asyik-asyik saja dan cukup seimbang, karena gaya hidup Amerika pun dikecam. Produser Burqini™ sendiri menyukainya dan tidak menganggap komik ini sebagai serangan yang menyinggung. Apalagi dengan begini komik ini jadi promosi penjualan Burqini™ dalam jaringan, kan lumayan. Bagaimana menurut Anda?
Situs Turki: Hasema
Situs Indonesia:Samira, Rafayra
Jilbab khusus olah raga: capsters.com
Kamis, 30 Agustus 2007
Bunga Satu-satunya di Dunia ・世界に一つだけの花
Setelah mengeluhkan mawar Ungu dan Merah Jambu di balik horor Ketika Bambu Berbunga, beberapa minggu ini saya malah terdampar di seberang pasar bunga. Setiap pagi dan petang, saya harus melalui kerumunan bunga. Dan lagu lucu itu pun berputar di kepala:
Maka rasanya ini saat tepat untuk berbagi saduran Indonesia yang pernah saya kerjakan. Liriknya saya terjemahkan secara harfiah, mungkin masih butuh sentuhan puitis lagi, namun setidaknya saya sudah menyesuaikan suku kata agar dapat dinyanyikan selaras dengan alunan nada (telah teruji di kamar mandi!!!) Silakan diperbandingkan. Bagaimana menurut Anda?
2003 紅白初大とり oleh shinjyu_char
Catatan:
SMAP, Sekai ni Hitotsu dake no Hana.
Maka rasanya ini saat tepat untuk berbagi saduran Indonesia yang pernah saya kerjakan. Liriknya saya terjemahkan secara harfiah, mungkin masih butuh sentuhan puitis lagi, namun setidaknya saya sudah menyesuaikan suku kata agar dapat dinyanyikan selaras dengan alunan nada (telah teruji di kamar mandi!!!) Silakan diperbandingkan. Bagaimana menurut Anda?
BUNGA SATU-SATUNYA DI DUNIA
(Opening)
number one ni naranakutemo ii || tak perlu berebut jadi nomor satu
moto-moto tokubetsu na only one || sejak awal sudah istimewa only one
(instrumental)
hanaya no mise saki ni naranda || kulihat bunga beraneka warna
ironna hana wo mite ita || berjajar di depan pasar bunga
hito sore-zore konomi ha aru kedo || memenuhi selera yang berbeda-beda
dore mo minna kirei da ne || ada beragam, indah semua
kono naka de dare ga ichiban da nante || tanpa pernah mempertengkarkan
arasou koto mo shinai de || siapakah yang paling hebat
baketsu no naka hokorashige ni || di dalam keranjang dengan bangganya
shan to mune wo hatte iru || mereka membusungkan dada
sore nanoni bokura ningen ha || akan tetapi kita manusia
doushite kou mo kurabetagaru || mengapa ingin membandingkan selalu?
hitori-hitori chigau noni sono naka de || di dalam perbedaan masing-masing
ichi ban ni naritagaru? || ingin jadi nomor satu?
(Reff.)
sou sa bokura ha || ya memang kita semua
sekai ni hitotsu dake no hana || bunga satu-satunya di dunia
hitori-hitori chigau tane wo motsu || masing-masing punya benih berbeda
sono hana wo sakaseru koto dake ni || cukuplah kita bersungguh-sungguh
isshoukenmei ni nareba ii || untuk memekarkan bunga itu
komatta youni warainagara || ada saja orang yang datang
zutto mayotteru hito ga iru || sambil tertawa kebingungan
ganbatte saita hana ha dore mo || bunga-bunga yang sedang berjuang mekar
kirei dakara shikata nai ne || semua indah, pilih yang mana
yatto mise kara dete kita || akhirnya keluar dari pasar
sono hito ga kakaete ita || dengan wajah berseri-seri
iro toridori no hana taba to || dia mendekap seikat bunga
ureshisouna yokogao || indah meriah warna-warni
namae mo shiranakatta keredo || walaupun tak tahu namanya siapa
ano hi boku ni egao wo kureta || hari itu dia tersenyum padaku
dare mo kidzukanai youna basho de || bagai mekarnya bunga di suatu tempat
saiteta hana no youni || yang tak disadari siapa pun
(kembali ke Reff.)
chiisai hana ya ookina hana || bunga yang besar, bunga yang kecil
hitotsu toshite onaji mono ha nai kara || tak ada satu pun benda yang persis sama
(Kembali ke opening)
La la lala lalala lalala la
la la lala la la lala
La la lala lalala lalala la
La la lala la lala la la
number one ni naranakutemo ii || tak perlu berebut jadi nomor satu
moto-moto tokubetsu na only one || sejak awal sudah istimewa only one
(instrumental)
hanaya no mise saki ni naranda || kulihat bunga beraneka warna
ironna hana wo mite ita || berjajar di depan pasar bunga
hito sore-zore konomi ha aru kedo || memenuhi selera yang berbeda-beda
dore mo minna kirei da ne || ada beragam, indah semua
kono naka de dare ga ichiban da nante || tanpa pernah mempertengkarkan
arasou koto mo shinai de || siapakah yang paling hebat
baketsu no naka hokorashige ni || di dalam keranjang dengan bangganya
shan to mune wo hatte iru || mereka membusungkan dada
sore nanoni bokura ningen ha || akan tetapi kita manusia
doushite kou mo kurabetagaru || mengapa ingin membandingkan selalu?
hitori-hitori chigau noni sono naka de || di dalam perbedaan masing-masing
ichi ban ni naritagaru? || ingin jadi nomor satu?
(Reff.)
sou sa bokura ha || ya memang kita semua
sekai ni hitotsu dake no hana || bunga satu-satunya di dunia
hitori-hitori chigau tane wo motsu || masing-masing punya benih berbeda
sono hana wo sakaseru koto dake ni || cukuplah kita bersungguh-sungguh
isshoukenmei ni nareba ii || untuk memekarkan bunga itu
komatta youni warainagara || ada saja orang yang datang
zutto mayotteru hito ga iru || sambil tertawa kebingungan
ganbatte saita hana ha dore mo || bunga-bunga yang sedang berjuang mekar
kirei dakara shikata nai ne || semua indah, pilih yang mana
yatto mise kara dete kita || akhirnya keluar dari pasar
sono hito ga kakaete ita || dengan wajah berseri-seri
iro toridori no hana taba to || dia mendekap seikat bunga
ureshisouna yokogao || indah meriah warna-warni
namae mo shiranakatta keredo || walaupun tak tahu namanya siapa
ano hi boku ni egao wo kureta || hari itu dia tersenyum padaku
dare mo kidzukanai youna basho de || bagai mekarnya bunga di suatu tempat
saiteta hana no youni || yang tak disadari siapa pun
(kembali ke Reff.)
chiisai hana ya ookina hana || bunga yang besar, bunga yang kecil
hitotsu toshite onaji mono ha nai kara || tak ada satu pun benda yang persis sama
(Kembali ke opening)
La la lala lalala lalala la
la la lala la la lala
La la lala lalala lalala la
La la lala la lala la la
2003 紅白初大とり oleh shinjyu_char
Catatan:
- Lagu ini pernah jadi favorit nomor satu sekian tahun berturut-turut di Jepang, dan ketika memperoleh penghargaan, SMAP Shingo Katori mengakui, "Padahal kami tak pandai menyanyi, tapi beruntung, banyak lagu yang kami nyanyikan mengena di hati semuanya..."
- Seorang teman 'feminis' menafsirkan satu nuansa yang agak menjatuhkan perempuan. Bahwa di lagu ini perempuan diandaikan bunga yang dipajang di toko, sementara para pembelinya (laki-laki) terserah mau pilih yang manaa... Tapi bunga kan ada juga yang berjenis kelamin jantan. Rasanya tak perlu ada isu gender di sini.
- Hanya karena yang menyanyi adalah SMAP, lagu ini dianggap ditujukan untuk perempuan. Tapi kini anak TK seluruh Jepang menyanyikannya pun. Ada yang pakai bahasa isyarat pula. Lirik dan nadanya memang cukup mudah dipahami. Mungkin sudah bisa dibilang 'lagu rakyat' lah.
- Seorang rekan lagi menginfokan bahwa lagu ini pernah jadi pengiring pertandingan voli 2004 (?) dan dikecam karena liriknya malah tidak mendorong masing-masing tim untuk berusaha menang. Tapi yaaa, kenapa kalau untuk jadi lagu olahraga harus ada pesan menjadi nomor satu? Bukankah tujuan utama dari olahraga adalah bermain dengan jujur dan adil. Kemenangan hanyalah sekadar efek samping.
- Kesimpulannya sih yang pasti lagu ini mengimbau untuk tidak perlu iri, agar bangga atas kelebihan dan kekurangan, keberuntungan dan kemalangan masing-masing. Mari nikmati keindahan rumput liar.
Langganan:
Postingan (Atom)